JAKARTA- Keputusan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjerat eks Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Luthfi Hasan Ishaaq dengan pasal tindak pidana pencucian uang (TPPU) memantik suara sumbang.
Ada tudingan hal itu dilakukan karena KPK gagal membuktikan keterlibatan Luthfi dalam kasus korupsi pengaturan kuota impor daging sapi.
Namun, Juru Bicara KPK Johan Budi membantah. Dia mengatakan sudah hal biasa jika pengembangan kasus korupsi mengarah pada TPPU. “Semua berdasarkan bukti,” ujarnya.
Selasa (26/3) lalu KPK menetapkan status tersangka baru bagi Luthfi. Selain kasus korupsi, Luthfi menjadi tersangka TPPU. KPK menduga Luthfi sudah menerima dan mengalihkan uang suap sebelum penangkapan Ahmad Fathanah, orang dekatnya. Nah, Ahmad Fathanah juga dijerat pasal TPPU yang diikuti dengan penyitaan mobil.
Ini bukan kali pertama KPK menjerat tersangka dengan pasal korupsi dan TPPU. Hal tersebut dialami Wa Ode Nurhayati dalam kasus Dana Penyesuaian Infrastruktur Daerah (DPID).
Juga M. Nazaruddin yang harus rela Rp 300 miliar miliknya disita karena pembelian saham PT Garuda Indonesia. Hal yang sama terjadi pada Inspektur Jenderal (Irjen) Polisi Djoko Susilo dalam kasus simulator SIM.
“Memang tidak semua kasus korupsi menjadi TPPU. Tapi, di kasus ini (Luthfi, Red.) penyidik menemukan bukti,” kata Johan. Berkas Luthfi akan dijadikan satu antara tindak pidana korupsi dan TPPU. Karena itu, hukuman bisa menjadi akumulatif dan lebih tinggi. Johan memastikan penetapan Luthfi sebagai tersangka TPPU bukan karena politik.
Kuasa hukum Luthfi, Zainuddin Paru, menyebut apa yang dilakukan terhadap kliennya sebagai sikap subyektif dan terburu-buru.
Alasannya, uang yang disebut-sebut untuk suap hanya sampai ke Ahmad Fathanah. Tidak jelas apakah fulus itu untuk Luthfi atau tidak.
“Kasus yang lama belum bisa dibuktikan, tetapi sudah muncul tuduhan baru. Ini bentuk kedzaliman dan melanggar HAM,” katanya. Zainudin meminta KPK fokus dan tidak mengarahkan masalah di luar kasus suap impor daging sapi.
Kemarin KPK kembali memeriksa tersangka Arya Abdi Effendi. Direktur PT Indoguna Utama yang bersama Juard Effendi memberi uang Rp1 miliar kepada Ahmad Fathanah itu berkasnya dinyatakan selesai. Dalam waktu 14 hari ke depan KPK akan menyerahkan berkas tersebut ke pengadilan.
Bambang Hartono, kuasa hukum Arya dan Juard, optimistis persidangan bakal berakhir baik untuk kliennya karena kasus tersebut lemah. “Uang Rp 1 miliar tidak untuk Luthfi Hasan, tetapi diberikan ke Fathanah untuk sumbangan kemanusiaan,” terangnya.
Dia membenarkan ada pertemuan di Medan. Namun, pertemuan itu bukan untuk membahas kuota daging sapi impor. Versinya, pertemuan bersama Luthfi dan Menteri Pertanian (Mentan) Suswono membicarakan daging celeng.
Sebab, saat itu ada banyak komplain kalau daging sapi dicampur karena langka.
“Mungkin karena LHI ustad besar, jadi tanya masalah itu (daging celeng),” tuturnya. Bambang memastikan kedua kliennya tidak mengenal Luthfi dan Mentan. Karena itu, uang Rp 1 miliar pastikan tidak untuk kedua tokoh tersebut.
Sementara itu, Arya tidak banyak memberikan keterangan. Meski tidak yakin bakal bebas, dia janji mentraktir makan steak kalau pengadilan memvonis bebas.
“Jangan bicarakan kasus ya. Pokoknya nanti kalau saya bebas, semua saya traktir makan steak,” katanya. (dim/ca/jpnn)