JAKARTA-Kumandang azan yang menjadi penanda waktu salat mendapat perhatian Wakil Presiden (Wapres) Boediono. Dia meminta suara azan jangan keras. Suara azan lebih baik pelan atau sayup-sayup.
Hal ini diungkapkan Boediono saat membuka Muktamar VI Dewan Masjid Indonesia (DMI). “Dewan Masjid Indonesia kiranya dapat mulai membahas, umpamanya, tentang pengaturan penggunaan pengeras suara di masjid-masjid,” kata Boediono di Asrama Haji Pondok Gede Jumat (27/4).
Dia menyebut, pengaturan itu merupakan salah satu bentuk pengelolaan masjid. Sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia, papar Wapres, Indonesia dapat memberikan contoh-contoh yang baik bagi dunia Islam. Selain syiar Islam, hal itu juga memberikan citra positif bagi umat Islam.
Boediono memahami bahwa azan adalah panggilan suci bagi umat Islam untuk melaksanakan kewajiban salat. Namun demikian, apa yang dia rasakan barangkali juga dirasakan orang lain. “Yaitu bahwa suara azan yang terdengar sayup-sayup dari jauh terasa lebih merasuk ke sanubari kita dibanding suara yang terlalu keras, menyentak, dan terlalu dekat ke telinga kita,” urainya.
Kalau Bisik-bisik Bukan Azan
Pernyataan Boediono ini langsung menuai tanggapan. Ketua DPW PKS Sumut H M Hafez Lc MA mengatakan pernyataan Wapres adalah sesuatu yang tidak pas. “Jadi kalau bisik-bisik bukan azan namanya. Rasulullah saja pernah menyuruh bilal Azan supaya naik ke Ka’bah untuk mengumandangkan Azan agar didengar dari segala penjuru,” katanya, tadi malam.
Alumni Universitas Al Azhar Kairo ini membeberkan, suara yang dipantulkan dari azan harus menyeluruh ke segala penjuru. Bila saat ini ada yang menyebutkan azan sebaiknya tidak perlu keras-keras, hal itu bisa menimbulkan banyak persepsi dari sudut pandang umat Islam. Ada baiknya, orang yang mengeluarkan pernyataan itu mengevalusi sendiri karena bila tidak umat Islam bisa terpancing amarahnya. “Larangan azan itu pernah ada diterapkan oleh negara sekuler seperti di Turki. Pada masa Perdana Menteri Raceb Tayyib Erdogan, azan tidak boleh keluar dari masjid dan tak boleh pakai microphone. Tapi sekarang, Turki sudah terang-terangan. Kok ini malah Indonesia mau membuatnya, inikan aneh,” paparnya.
“Jadi ada baiknya komentar mengenai keagaman ini diserahkan kepada menteri agama saja, sehingga tidak salah dan menyinggung umat lain,” tambahnya. (fal/c11/agm/jpnn/ril)