28 C
Medan
Thursday, June 27, 2024

Susi Pudjiastuti, Awalnya Berjualan Lobster

Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti
Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Menteri Kelautan dan Perikanan yang baru, Susi Pujiastuti (50) dikenal sebagai wanita bisnis memang merangkak dari bawah. Dilahirkan dari kalangan pedagang, Susi memulai karirnya sebagai pedagang ikan segar. Ia sukses di industri perikanan modern dan penerbangan carter beraset ratusan miliar rupiah.

Masing-masing adalah PT ASI Pujiastuti Marine Product yang bergerak di bisnis perikanan, dan Susi Air yang merupakan maskapai sewa dengan hampir 50 pesawat propeler jenis Cessna Grand Caravan dan Avanti. Dari dua perusahaan itu, Susi bisa menghidupi ribuan karyawan.

Jalan hidup wanita ini memang penuh liku. Seusai memutuskan keluar dari bangku SMA di daaerah perbatasan Cilacap dengan Jawa Barat, Jawa Tengah, pada 1983, Susi mulai menjalani pekerjaannya sebagai pengepul ikan dengan modal pas-pasan.

Usahanya terus berkembang. Tidak puas hanya berbisnis ikan laut di satu daerah, Susi mulai melirik daerah Pangandaran di pantai selatan Jawa Barat. Ternyata, di sana keberuntungan Susi datang. Usaha perikanannya maju pesat. Jika semula dia hanya memperdagangkan ikan dan udang, maka Susi mulai memasarkan komoditas yang lebih berorientasi ekspor, yaitu lobster.

Dia membawa dagangannya sendiri ke Jakarta untuk ditawarkan ke berbagai restoran seafood dan diekspor. Ternyata pasar yang lebih luas masih membentang luas, ekspor lobster. Karena besarnya permintaan luar negeri, untuk menyediakan stok lobster, Susi pun harus berkeliling Indonesia mencari sumber suplai lobster.

Saat itu masalah timbul. Problem justru karena stok melimpah, namun transportasi, terutama udara, sangat terbatas. Untuk mengirim dengan kapal laut terlalu lama karena lobster bisa terancam busuk atau menurun kualitasnya.

Pada saat itulah timbul ide Susi lainnya untuk membeli sebuah pesawat. Gayung bersambut, sang suami Christian von Strombeck, yang merupakan pilot berkewarganegaraan Jerman mendukungnya. Sebagai pilot pesawat carteran, Christian sudah berpengalaman dalam bisnis pesawat.

Sebuah pesawat jenis Cessna dia beli. Alat transportasi itu sangat membantunya mengangkut lobster dari daerah-ke daerah lainnya.

Dibandingkan diangkut dengan darat yang butuh waktu relatif lama dan banyak lobster yang mati di jalan, tentu pengangkutan dengan pesawat ini lebih ekonomis. Ia juga mampu meningkatkan produktivitas perdagangan ikannya. Nilai jual komoditas nelayan di daerah juga naik.

“Nelayan bisa mendapatkan nilai tambah. Misalnya saja, lobster di Pulau Mentawai yang tadinya hanya dijual Rp 40.000 per kilo ke tengkulak, setelah itu bisa dinaikkan menjadi Rp 80.000 per kilo saat itu. Uang lebih bisa dikantongi nelayan, karena tanggungan biaya transportasi turun drastis,” kata Susi.

Jadi, kebutuhan terhadap pesawat penumpang pun semakin meningkat seiring dengan ekspor yang terus bertambah. Belakangan, pesawat yang tadinya hanya untuk mengangkut barang dagangan laut, dia coba sewakan kepada masyarakat yang ingin menumpang.

“Ternyata, permintaan transportasi sangat besar karenanya kita pun mengembangkan bisnis pesawat carter ini dan Susi Air,” ujarnya.

Saat ini, Susi Air memiliki 46 pesawat kecil, antara lain jenis Cessna Grand, Avanti, dan Porter. Harga pesawat Cessna hampir mencapai Rp 20 miliar per unit. Adapun harga pesawat Avanti bisa empat kali lebih mahal. Bisa dibilang, Susi Air saat ini telah merajai dari maskapai carteran di Indonesia.

Susi tidak puas begitu saja dengan pencapaiannya. Wanita beranak tiga ini juga telah membangun sekolah pilot di Pangandaran. Ia beralasan, selain untuk memenuhi kebutuhan pilot juga membangun SDM dari Pangandaran dan sekitarnya, tempat kantor pusat Susi Air itu berdiri. Hal ini juga untuk mengurangi jumlah pilot asing yang masih mewarnai maskapai tersebut.

Bisnis Lobsternya sempat goyang saat terjadi bencana tsunami di selatan Pulau Jawa pada pertengahan 2000-an. Menurutnya, saat itu hampir seluruh nelayan lobster bangkrut bahkan banyak yang menjadi korban. Dari ekspor yang setahunnya bisa mencapai 10 juta dollar AS, saat itu jatuh hingga menjadi 1 juta dollar saja.

“Cukup lama untuk merecovery, butuh bertahun-tahun agar nelayan bisa kembali mendapatkan bisnis mereka kembali,” ujarnya.

Susi Pudjiastuti yang dilahirkan pada 15 Januari 1965 merupakan Presiden Direktur PT ASI Pudjiastuti Marine Product (eksportir hasil-hasil perikanan) dan PT ASI Pudjiastuti Aviation (maskapai penerbangan Susi Air).

Hingga awal tahun 2012, Susi Air memiliki 32 pesawat dengan berbagai tipe seperti Cessna Grand Caravan, 9 Pilatus PC-06 Porter dan 3 Piaggio P180 Avanti. Susi Air mempekerjakan 180 pilot, dengan 175 di antaranya merupakan pilot asing. (bbs)

Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti
Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Menteri Kelautan dan Perikanan yang baru, Susi Pujiastuti (50) dikenal sebagai wanita bisnis memang merangkak dari bawah. Dilahirkan dari kalangan pedagang, Susi memulai karirnya sebagai pedagang ikan segar. Ia sukses di industri perikanan modern dan penerbangan carter beraset ratusan miliar rupiah.

Masing-masing adalah PT ASI Pujiastuti Marine Product yang bergerak di bisnis perikanan, dan Susi Air yang merupakan maskapai sewa dengan hampir 50 pesawat propeler jenis Cessna Grand Caravan dan Avanti. Dari dua perusahaan itu, Susi bisa menghidupi ribuan karyawan.

Jalan hidup wanita ini memang penuh liku. Seusai memutuskan keluar dari bangku SMA di daaerah perbatasan Cilacap dengan Jawa Barat, Jawa Tengah, pada 1983, Susi mulai menjalani pekerjaannya sebagai pengepul ikan dengan modal pas-pasan.

Usahanya terus berkembang. Tidak puas hanya berbisnis ikan laut di satu daerah, Susi mulai melirik daerah Pangandaran di pantai selatan Jawa Barat. Ternyata, di sana keberuntungan Susi datang. Usaha perikanannya maju pesat. Jika semula dia hanya memperdagangkan ikan dan udang, maka Susi mulai memasarkan komoditas yang lebih berorientasi ekspor, yaitu lobster.

Dia membawa dagangannya sendiri ke Jakarta untuk ditawarkan ke berbagai restoran seafood dan diekspor. Ternyata pasar yang lebih luas masih membentang luas, ekspor lobster. Karena besarnya permintaan luar negeri, untuk menyediakan stok lobster, Susi pun harus berkeliling Indonesia mencari sumber suplai lobster.

Saat itu masalah timbul. Problem justru karena stok melimpah, namun transportasi, terutama udara, sangat terbatas. Untuk mengirim dengan kapal laut terlalu lama karena lobster bisa terancam busuk atau menurun kualitasnya.

Pada saat itulah timbul ide Susi lainnya untuk membeli sebuah pesawat. Gayung bersambut, sang suami Christian von Strombeck, yang merupakan pilot berkewarganegaraan Jerman mendukungnya. Sebagai pilot pesawat carteran, Christian sudah berpengalaman dalam bisnis pesawat.

Sebuah pesawat jenis Cessna dia beli. Alat transportasi itu sangat membantunya mengangkut lobster dari daerah-ke daerah lainnya.

Dibandingkan diangkut dengan darat yang butuh waktu relatif lama dan banyak lobster yang mati di jalan, tentu pengangkutan dengan pesawat ini lebih ekonomis. Ia juga mampu meningkatkan produktivitas perdagangan ikannya. Nilai jual komoditas nelayan di daerah juga naik.

“Nelayan bisa mendapatkan nilai tambah. Misalnya saja, lobster di Pulau Mentawai yang tadinya hanya dijual Rp 40.000 per kilo ke tengkulak, setelah itu bisa dinaikkan menjadi Rp 80.000 per kilo saat itu. Uang lebih bisa dikantongi nelayan, karena tanggungan biaya transportasi turun drastis,” kata Susi.

Jadi, kebutuhan terhadap pesawat penumpang pun semakin meningkat seiring dengan ekspor yang terus bertambah. Belakangan, pesawat yang tadinya hanya untuk mengangkut barang dagangan laut, dia coba sewakan kepada masyarakat yang ingin menumpang.

“Ternyata, permintaan transportasi sangat besar karenanya kita pun mengembangkan bisnis pesawat carter ini dan Susi Air,” ujarnya.

Saat ini, Susi Air memiliki 46 pesawat kecil, antara lain jenis Cessna Grand, Avanti, dan Porter. Harga pesawat Cessna hampir mencapai Rp 20 miliar per unit. Adapun harga pesawat Avanti bisa empat kali lebih mahal. Bisa dibilang, Susi Air saat ini telah merajai dari maskapai carteran di Indonesia.

Susi tidak puas begitu saja dengan pencapaiannya. Wanita beranak tiga ini juga telah membangun sekolah pilot di Pangandaran. Ia beralasan, selain untuk memenuhi kebutuhan pilot juga membangun SDM dari Pangandaran dan sekitarnya, tempat kantor pusat Susi Air itu berdiri. Hal ini juga untuk mengurangi jumlah pilot asing yang masih mewarnai maskapai tersebut.

Bisnis Lobsternya sempat goyang saat terjadi bencana tsunami di selatan Pulau Jawa pada pertengahan 2000-an. Menurutnya, saat itu hampir seluruh nelayan lobster bangkrut bahkan banyak yang menjadi korban. Dari ekspor yang setahunnya bisa mencapai 10 juta dollar AS, saat itu jatuh hingga menjadi 1 juta dollar saja.

“Cukup lama untuk merecovery, butuh bertahun-tahun agar nelayan bisa kembali mendapatkan bisnis mereka kembali,” ujarnya.

Susi Pudjiastuti yang dilahirkan pada 15 Januari 1965 merupakan Presiden Direktur PT ASI Pudjiastuti Marine Product (eksportir hasil-hasil perikanan) dan PT ASI Pudjiastuti Aviation (maskapai penerbangan Susi Air).

Hingga awal tahun 2012, Susi Air memiliki 32 pesawat dengan berbagai tipe seperti Cessna Grand Caravan, 9 Pilatus PC-06 Porter dan 3 Piaggio P180 Avanti. Susi Air mempekerjakan 180 pilot, dengan 175 di antaranya merupakan pilot asing. (bbs)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/