32 C
Medan
Monday, November 25, 2024
spot_img

Pemerintah Berhak Atur Tarif Pesawat Kelas Ekonomi, Menhub Terbitkan Regulasi Baru

no picture

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengatakan, pemerintah mempunyai hak untuk mengatur tarif penerbangan kelas ekonomi. Atas dasar itu, Budi berencana mengeluarkan sebuah regulasi terkait harga tiket pesawat.

Hal tersebut dilakukan karena banyak keluhan dari masyarakat mengenai mahalnya tiket moda transportasi itu. “Sekarang dasarnya undang-undang, dijelaskan bahwa pemerintah untuk penerbangan ekonomi memiliki hak untuk melindungi konsumen dan menghilangkan suatu kondisi monopoli tertentu dengan dasar itu kami merampungkan regulasi itu,” ujar Budi di Jakarta, Kamis (28/3).

Namun, Budi tak menjelaskan secara rinci undang-undang apa yang dia maksudkan tersebut. Dia hanya mengatakan peraturan yang tengah digodok ini akan memberikan jalan terbaik bagi maskapai maupun masyarakat. “Insya Allah regulasi itu memberikan suatu kondisi win-win antara maskapai penerbangan dan masyarakat,” kata Budi.

Budi menuturkan, regulasi tersebut akan diumumkan hari ini, Jumat (29/3). Dalam aturan baru tersebut lebih banyak membahas masalah sub class. “Kalau membuat sesuatu kan ada tangannya, ada kakinya, kan mesti lengkap. Konstruksi hukumnya kita lengkapi, jadi bisa kita pastikan besok kita sampaikan,” ucap dia.

Tinjau Ulang Tarif Batas Atas

Dampak masih mahal harga tiket pesawat domestik hingga saat ini sangat dirasakan Association of the Indonesian Tours and Travel Agencies (Asita). Pasalnya, mahalnya harga tiket pesawat mengakibatkan penurunan pembelian tiket pesawat dan perjalanan wisata di Indonesia.

Ketua Asita Sumut, Solahuddin Nasution kepada Sumut Pos mengatakan, kondisi harga tiket pesawat saat ini yang masih melambung sangat berpengaruh pada pergerakan wisatawan nusantara secara nasional. “Kenaikan harga tiket akan berdampak pada penurunan jumlah kunjungan wisatawan, khususnya wisatawan nusantara ke Sumut,” kata Solahuddin, Kamis (28/3).

Menurut Solahuddin, kondisi ini juga akan berdampak pada sektor-sektor lain, seperti penurunan hunian hotel, pendapatan restoran, transportasi lokal, toko-toko souvenir dan industri pariwisata lainnya yang selama ini mengandalkan pergerakan wisatawan. “Di sisi lain, akibat mahalnya harga tiket penerbangan di dalam negeri, masyarakat akan lebih memilih melakukan perjalanan wisata ke luar negeri. Maka akan terjadi kebocoran devisa,” sebut Solahuddin.

Untuk itu, ia mengharapkan pemerintah harus meninjau kembali peraturan yang memberlakukan tarif batas atas dan bawah. Kenyataan yang ada sekarang, pihak airlines hanya memberlakukan tarif batas atas, sehingga kenaikan harga tiket pada sektor tertentu bisa mencapai 100 persen. “Dan ini telah menimbulkan keresahan di tengah-tengah masyarakat. Orang yang naik pesawat tidak semua orang kaya, tapi banyak juga karena faktor kebutuhan yang urgent seperti pelajar, mahasiswa, urusan keluarga, mau berobat.

Kemudian, Sektor perhubungan dan pariwisata ini menyangkut hajat hidup orang banyak. “Sehingga kenaikan harga yang sangat signifikan ini telah memberikan dampak ekonomi dari hulu sampai ke hilir,” pungkasnya.

Pengamat ekonomi di Sumut, Wahyu Ario Pratomo mengatakan, maskapai penerbangan di Indonesia saat ini sedang menikmati harga tiket pesawat domestik yang mahal. Menurutnya, hal itu bisa memicu terjadinya kartel. “Saya rasa perusahaan penerbangan Indonesia sedang menikmati harga jual tiket yang tinggi. Inilah salah satu tanda terbentuknya pasar oligopoli,” ungkap Wahyu kepada Sumut Pos, kemarin.

Dalam pasar oligopoli, jelas Wahyu, hanya terdiri dari beberapa perusahaan. Dan mereka secara tidak langsung bisa mengatur harga. Baik dengan membentuk kartel atau dengan strategi sama-sama menjaga harga yang menguntungkan bagi mereka. Karena jika dilakukan perang harga, akan merugikan mereka. “Inilah yang terjadi saat ini. Pemerintah juga mendukungnya dengan kebijakannya melalui peraturan menteri perhubungan,” sebut Wahyu.

Padahal, lanjutnya, harus disadari bagaimana dampak multiplier dari mahalnya tiket ini. Bukan hanya mengurangi jumlah penumpang. Tetapi berdampak luas terutama bagi pariwisata dan produk UMKM. “Lapangan pekerjaan juga pasti terimbas. Padahal pemerintah berkomitmen mengurangi pengangguran. Ada anomali dari kondisi ini,” tutur Dosen Fakultas Ekonomi USU itu.

Dengan begitu, Wahyu mengatakan, harusnya dicari solusi mengapa penerbangan tidak mampu menjual tiket dengan harga wajar. Karena ada penerbangan lain yang mampu menjual dengan harga lebih murah. “Saya yakin pemerintah tahu tapi membiarkannya,” ungkap Wahyu.

Menurut Wahyu, harusnya sumber-sumber biaya yang menyebabkan tiket pesawat mahal diselesaikan. Karena jika dibiarkan, akan mengancam pariwisata Sumut. (gus/bbs)

no picture

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengatakan, pemerintah mempunyai hak untuk mengatur tarif penerbangan kelas ekonomi. Atas dasar itu, Budi berencana mengeluarkan sebuah regulasi terkait harga tiket pesawat.

Hal tersebut dilakukan karena banyak keluhan dari masyarakat mengenai mahalnya tiket moda transportasi itu. “Sekarang dasarnya undang-undang, dijelaskan bahwa pemerintah untuk penerbangan ekonomi memiliki hak untuk melindungi konsumen dan menghilangkan suatu kondisi monopoli tertentu dengan dasar itu kami merampungkan regulasi itu,” ujar Budi di Jakarta, Kamis (28/3).

Namun, Budi tak menjelaskan secara rinci undang-undang apa yang dia maksudkan tersebut. Dia hanya mengatakan peraturan yang tengah digodok ini akan memberikan jalan terbaik bagi maskapai maupun masyarakat. “Insya Allah regulasi itu memberikan suatu kondisi win-win antara maskapai penerbangan dan masyarakat,” kata Budi.

Budi menuturkan, regulasi tersebut akan diumumkan hari ini, Jumat (29/3). Dalam aturan baru tersebut lebih banyak membahas masalah sub class. “Kalau membuat sesuatu kan ada tangannya, ada kakinya, kan mesti lengkap. Konstruksi hukumnya kita lengkapi, jadi bisa kita pastikan besok kita sampaikan,” ucap dia.

Tinjau Ulang Tarif Batas Atas

Dampak masih mahal harga tiket pesawat domestik hingga saat ini sangat dirasakan Association of the Indonesian Tours and Travel Agencies (Asita). Pasalnya, mahalnya harga tiket pesawat mengakibatkan penurunan pembelian tiket pesawat dan perjalanan wisata di Indonesia.

Ketua Asita Sumut, Solahuddin Nasution kepada Sumut Pos mengatakan, kondisi harga tiket pesawat saat ini yang masih melambung sangat berpengaruh pada pergerakan wisatawan nusantara secara nasional. “Kenaikan harga tiket akan berdampak pada penurunan jumlah kunjungan wisatawan, khususnya wisatawan nusantara ke Sumut,” kata Solahuddin, Kamis (28/3).

Menurut Solahuddin, kondisi ini juga akan berdampak pada sektor-sektor lain, seperti penurunan hunian hotel, pendapatan restoran, transportasi lokal, toko-toko souvenir dan industri pariwisata lainnya yang selama ini mengandalkan pergerakan wisatawan. “Di sisi lain, akibat mahalnya harga tiket penerbangan di dalam negeri, masyarakat akan lebih memilih melakukan perjalanan wisata ke luar negeri. Maka akan terjadi kebocoran devisa,” sebut Solahuddin.

Untuk itu, ia mengharapkan pemerintah harus meninjau kembali peraturan yang memberlakukan tarif batas atas dan bawah. Kenyataan yang ada sekarang, pihak airlines hanya memberlakukan tarif batas atas, sehingga kenaikan harga tiket pada sektor tertentu bisa mencapai 100 persen. “Dan ini telah menimbulkan keresahan di tengah-tengah masyarakat. Orang yang naik pesawat tidak semua orang kaya, tapi banyak juga karena faktor kebutuhan yang urgent seperti pelajar, mahasiswa, urusan keluarga, mau berobat.

Kemudian, Sektor perhubungan dan pariwisata ini menyangkut hajat hidup orang banyak. “Sehingga kenaikan harga yang sangat signifikan ini telah memberikan dampak ekonomi dari hulu sampai ke hilir,” pungkasnya.

Pengamat ekonomi di Sumut, Wahyu Ario Pratomo mengatakan, maskapai penerbangan di Indonesia saat ini sedang menikmati harga tiket pesawat domestik yang mahal. Menurutnya, hal itu bisa memicu terjadinya kartel. “Saya rasa perusahaan penerbangan Indonesia sedang menikmati harga jual tiket yang tinggi. Inilah salah satu tanda terbentuknya pasar oligopoli,” ungkap Wahyu kepada Sumut Pos, kemarin.

Dalam pasar oligopoli, jelas Wahyu, hanya terdiri dari beberapa perusahaan. Dan mereka secara tidak langsung bisa mengatur harga. Baik dengan membentuk kartel atau dengan strategi sama-sama menjaga harga yang menguntungkan bagi mereka. Karena jika dilakukan perang harga, akan merugikan mereka. “Inilah yang terjadi saat ini. Pemerintah juga mendukungnya dengan kebijakannya melalui peraturan menteri perhubungan,” sebut Wahyu.

Padahal, lanjutnya, harus disadari bagaimana dampak multiplier dari mahalnya tiket ini. Bukan hanya mengurangi jumlah penumpang. Tetapi berdampak luas terutama bagi pariwisata dan produk UMKM. “Lapangan pekerjaan juga pasti terimbas. Padahal pemerintah berkomitmen mengurangi pengangguran. Ada anomali dari kondisi ini,” tutur Dosen Fakultas Ekonomi USU itu.

Dengan begitu, Wahyu mengatakan, harusnya dicari solusi mengapa penerbangan tidak mampu menjual tiket dengan harga wajar. Karena ada penerbangan lain yang mampu menjual dengan harga lebih murah. “Saya yakin pemerintah tahu tapi membiarkannya,” ungkap Wahyu.

Menurut Wahyu, harusnya sumber-sumber biaya yang menyebabkan tiket pesawat mahal diselesaikan. Karena jika dibiarkan, akan mengancam pariwisata Sumut. (gus/bbs)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/