30 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Penularan Rendah, Menkes Sarankan PTM Dilanjutkan, Setiap Hari, 30 Ribu Siswa dan Guru Diswab

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – DAMPAK Pembelajaran tatap muka (PTM) terbatas terhadap pertambahan kasus Covid-19 dinilai kecil, Hal ini terungkap berdasarkan hasil survei yang dilakukan pemerintah. Karenanya, PTM terbatas akan tetap dilanjutkan di masa pendemi.

BINCANG: Wali Kota Medan Bobby Nasution berbincang dengan siswa saat simulasi PTM.istimewa/sumutpos.

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyatakan, daerah sudah melakukan deteksi khusus aktivitas pembelajaran. Dia membantah munculnya banyak klaster dari PTM terbatas. “Sesudah tatap muka (PTM, Red), kami melakukan sampling,” kata Budi saat konferensi pers hasil rapat terbatas (ratas) PPKM, kemarin (27/9).

Dia mencontohkan DKI Jakarta. Sampelnya diambil di kecamatan yang merah dan kuning atau kecamatan dengan jumlah kasus tinggi. Dari 22 sekolah yang diambil sampelnya, kata Budi, angka positif Covid-19 tidak banyak.

Menurut dia, jika ada satu atau dua orang di sekolah yang saat pengambilan sampel dinyatakan positif, itu belum bisa disebut klaster. Di antara 22 sekolah, hanya empat sekolah yang kasusnya lebih dari lima. ’’Klaster itu didefinisikan persebaran (Covid-19) di sekolah,” kata Budi.

Dengan hasil sampling tersebut, Budi menyarankan untuk terus melanjutkan PTM terbatas. Sebab, seluruh pihak harus belajar hidup berdampingan dengan Covid-19. Tidak terkecuali dunia pendidikan.

Budi lantas membeberkan strategi pemerintah dalam penanganan Covid-19. Minggu ini kasus penularan dianggap rendah, sehingga pemerintah akan melakukan active case finding atau aktif mencari kasus. Caranya, ambil 10 persen sekolah di setiap kabupaten/kota untuk sampel. Lalu, dibagi lagi per kecamatan. “Epidemiolog bilang penularan tidak antarkota. Penularan per kecamatan,” ucapnya.

Dari masing-masing sekolah akan diambil 30 siswa dan 30 pengajar. Pemerintah telah menghitung biayanya. Ada 52.075 sekolah, 68.593.640 siswa, serta 5.237.573 pendidik dari Kemendikbud dan Kemenag. Per hari akan dites 30.000 orang. Biaya tes per bulan mencapai Rp154,6 miliar dengan asumsi biaya tes 30 persen dari harga tes individual. “Nanti kita lihat sekolah yang ada kasus positivity rate di bawah 1 persen akan dicari kontak eratnya,” jelasnya.

Lalu, mereka yang positif Covid-19 bakal diisolasi. Sekolah pun tetap berjalan. Apabila positivity rate-nya 1–5 persen, kelompok belajar akan dites, lalu dikarantina. Jika lebih dari 5 persen, akan dilakukan pengetesan seluruh warga sekolah dan pembelajaran kembali daring selama 14 hari. “Kami pastikan tes ini terkecil dan jika ada outbreak akan dikunci satu sekolah saja,” imbuh Budi.

Skema tersebut, lanjut Budi, bisa diterapkan pada banyak aspek. Misalnya, pariwisata dan perdagangan. Dia berharap dengan strategi yang proaktif itu, pandemi Covid-19 akan terkendali.

Dalam kesempatan yang sama, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim meluruskan sejumlah informasi yang dianggap miskonsepsi soal klaster sekolah. Angka 2,8 persen atau 1.299 satuan pendidikan yang melaporkan warga sekolahnya positif Covid-19 merupakan angka kumulatif sejak awal pandemi. Sekolah-sekolah itu pun belum tentu melaksanakan PTM saat kasus terjadi. “Jadi, bukan satu bulan saat PTM terjadi,” ujarnya.

Dia melanjutkan, 15 ribu murid dan 7 ribu guru yang terpapar Covid-19 merupakan data mentah. Bahkan, dari data tersebut banyak error-nya. Pasalnya, ada sejumlah sekolah yang melaporkan jumlah siswa yang positif Covid-19, tetapi angkanya terlalu besar sehingga melampaui jumlah siswa di sekolah tersebut. “Jadi sekali lagi, berfokus pada data yang ada, terutama data dari Kemenkes,” tegasnya.

Nadiem menyatakan, pihaknya akan berkolaborasi dengan Kemenkes terkait penyelenggaraan PTM. Pertama, mengenai random testing di sekolah. Jika positivity rate di wilayah tersebut sudah melebihi ketentuan WHO, yakni di atas 5 persen, sekolah akan ditutup. “Kedua, soal integrasi PeduliLindungi yang akan digunakan,” katanya.

Dia mengaku khawatir soal jumlah sekolah yang melaksanakan PTM. Sebab, dari seluruh sekolah yang sudah boleh PTM, baru 40 persen yang telah membuka sekolah kembali. Sisanya masih memilih pembelajaran jarak jauh (PJJ) penuh. Padahal, ada ancaman learning loss yang fatal bagi para siswa. Terlebih, anak-anak di jenjang PAUD dan SD yang bakal paling terdampak bila PJJ berkepanjangan. (jpg)

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – DAMPAK Pembelajaran tatap muka (PTM) terbatas terhadap pertambahan kasus Covid-19 dinilai kecil, Hal ini terungkap berdasarkan hasil survei yang dilakukan pemerintah. Karenanya, PTM terbatas akan tetap dilanjutkan di masa pendemi.

BINCANG: Wali Kota Medan Bobby Nasution berbincang dengan siswa saat simulasi PTM.istimewa/sumutpos.

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyatakan, daerah sudah melakukan deteksi khusus aktivitas pembelajaran. Dia membantah munculnya banyak klaster dari PTM terbatas. “Sesudah tatap muka (PTM, Red), kami melakukan sampling,” kata Budi saat konferensi pers hasil rapat terbatas (ratas) PPKM, kemarin (27/9).

Dia mencontohkan DKI Jakarta. Sampelnya diambil di kecamatan yang merah dan kuning atau kecamatan dengan jumlah kasus tinggi. Dari 22 sekolah yang diambil sampelnya, kata Budi, angka positif Covid-19 tidak banyak.

Menurut dia, jika ada satu atau dua orang di sekolah yang saat pengambilan sampel dinyatakan positif, itu belum bisa disebut klaster. Di antara 22 sekolah, hanya empat sekolah yang kasusnya lebih dari lima. ’’Klaster itu didefinisikan persebaran (Covid-19) di sekolah,” kata Budi.

Dengan hasil sampling tersebut, Budi menyarankan untuk terus melanjutkan PTM terbatas. Sebab, seluruh pihak harus belajar hidup berdampingan dengan Covid-19. Tidak terkecuali dunia pendidikan.

Budi lantas membeberkan strategi pemerintah dalam penanganan Covid-19. Minggu ini kasus penularan dianggap rendah, sehingga pemerintah akan melakukan active case finding atau aktif mencari kasus. Caranya, ambil 10 persen sekolah di setiap kabupaten/kota untuk sampel. Lalu, dibagi lagi per kecamatan. “Epidemiolog bilang penularan tidak antarkota. Penularan per kecamatan,” ucapnya.

Dari masing-masing sekolah akan diambil 30 siswa dan 30 pengajar. Pemerintah telah menghitung biayanya. Ada 52.075 sekolah, 68.593.640 siswa, serta 5.237.573 pendidik dari Kemendikbud dan Kemenag. Per hari akan dites 30.000 orang. Biaya tes per bulan mencapai Rp154,6 miliar dengan asumsi biaya tes 30 persen dari harga tes individual. “Nanti kita lihat sekolah yang ada kasus positivity rate di bawah 1 persen akan dicari kontak eratnya,” jelasnya.

Lalu, mereka yang positif Covid-19 bakal diisolasi. Sekolah pun tetap berjalan. Apabila positivity rate-nya 1–5 persen, kelompok belajar akan dites, lalu dikarantina. Jika lebih dari 5 persen, akan dilakukan pengetesan seluruh warga sekolah dan pembelajaran kembali daring selama 14 hari. “Kami pastikan tes ini terkecil dan jika ada outbreak akan dikunci satu sekolah saja,” imbuh Budi.

Skema tersebut, lanjut Budi, bisa diterapkan pada banyak aspek. Misalnya, pariwisata dan perdagangan. Dia berharap dengan strategi yang proaktif itu, pandemi Covid-19 akan terkendali.

Dalam kesempatan yang sama, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim meluruskan sejumlah informasi yang dianggap miskonsepsi soal klaster sekolah. Angka 2,8 persen atau 1.299 satuan pendidikan yang melaporkan warga sekolahnya positif Covid-19 merupakan angka kumulatif sejak awal pandemi. Sekolah-sekolah itu pun belum tentu melaksanakan PTM saat kasus terjadi. “Jadi, bukan satu bulan saat PTM terjadi,” ujarnya.

Dia melanjutkan, 15 ribu murid dan 7 ribu guru yang terpapar Covid-19 merupakan data mentah. Bahkan, dari data tersebut banyak error-nya. Pasalnya, ada sejumlah sekolah yang melaporkan jumlah siswa yang positif Covid-19, tetapi angkanya terlalu besar sehingga melampaui jumlah siswa di sekolah tersebut. “Jadi sekali lagi, berfokus pada data yang ada, terutama data dari Kemenkes,” tegasnya.

Nadiem menyatakan, pihaknya akan berkolaborasi dengan Kemenkes terkait penyelenggaraan PTM. Pertama, mengenai random testing di sekolah. Jika positivity rate di wilayah tersebut sudah melebihi ketentuan WHO, yakni di atas 5 persen, sekolah akan ditutup. “Kedua, soal integrasi PeduliLindungi yang akan digunakan,” katanya.

Dia mengaku khawatir soal jumlah sekolah yang melaksanakan PTM. Sebab, dari seluruh sekolah yang sudah boleh PTM, baru 40 persen yang telah membuka sekolah kembali. Sisanya masih memilih pembelajaran jarak jauh (PJJ) penuh. Padahal, ada ancaman learning loss yang fatal bagi para siswa. Terlebih, anak-anak di jenjang PAUD dan SD yang bakal paling terdampak bila PJJ berkepanjangan. (jpg)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/