JAKARTA Tidak semua pengemis adalah orang miskin. Dua pengemis, Walang bin Kilon (54) dan Sa’aran (60) adalah bukti nyata. Mereka justru merupakan jutawan yang menyimpan uang cash puluhan juta rupiah. Bahkan, mereka sudah membayar uang muka untuk ibadah haji pada 2019 sebesar Rp30 juta.
Dua warga Subang, Jawa Barat, itu tertangkap saat ada penertiban pengemis dan gelandangan oleh Suku Dinas Sosial, Jakarta Selatan, di bawah flyover, Pancoran, Senin (25/11) malamn
Nah, saat diperiksa, mereka kedapatan membawa uang Rp25,4 juta yang disimpan di tas kresek hitam. Keduanya kini mendekam di Panti Sosial Bina Insan Bangun Daya II, Cipayung, Jakarta Timur
“Kami memeriksa beberapa kantong plastik yang mereka bawa. Di plastik pertama ditemukan Rp7 juta dan di plastik yang lain ada beberapa lembar uang lagi. Jika dihitung totalnya Rp25.448.600,” cerita Kasudin Sosial Jakarta Selatan Miftahul Huda kepada media di Jakarta kemarin. “Mereka sekarang berada di panti sosial untuk diidentifikasi dulu. Selanjutnya akan diambil tindakan pemulangan kepada keluarga atau ditaruh di panti werda karena usianya sudah lanjut,” tambahnya.
Menurut Mifta, di Subang, Walang tidak dikenal sebagai pengemis ketika mencari penghasilan di ibu kota. “Dia dikenal warga sebagai Haji Walang, orang berada,” ujarnya.
Dia disebut telah lama bolak-balik Subang-Jakarta untuk mengemis. “Sudah tahu daerah mana yang banyak uangnya dan jam-jam penertiban kapan saja,” ujarnya.
Namun, akhirnya keduanya ditangkap setelah beberapa hari dipantau oleh petugas.
Saat dikonfirmasi, Walang mengaku bahwa uang Rp25 juta itu bukan hasil meminta-minta, melainkan hasil menjual ternak di kampungnya. Dia juga mengaku bekerja sebagai petani penggarap di kampung. Dia menyewa lahan untuk menanam kedelai.
Panen yang belum kunjung datang membuatnya mengemis. Di Jakarta, Walang mengaku sudah mengemis enam bulan. “Setiap dua minggu pulang ke kampung dengan membawa hasil dari mengemis. Hasilnya tergantung, biasanya Rp 100-200 ribu per hari,” ujarnya. Hasil tersebut dibagi dua dengan Sa’aran, partner mengemis yang didorong di gerobak.
Menurut Sa’aran, hasil mengemis itu dibagi sama rata. Dia mengaku diajak Walang ke Jakarta untuk mengemis. Sa’aran juga mengaku tak dipaksa.
Selama di ibu kota, Walang dan Sa’aran tidak memiliki tempat tinggal tetap. Mereka pindah dari satu tempat ke tempat lain. “Kami setiap hari menggelandang. Saat sudah punya uang banyak, kami pulang ke kampung,” ujar Walang.
Saat mengemis, Walang dan Sa’aran selalu bersama sambil membawa gerobak. Walang sebagai pendorong dan Sa’aran yang lebih tua berperan bak orang sakit yang tidak kuat berjalan. Sa’aran duduk di dalam gerobak itu. Semua peralatan mengemis itu diakuinya buatan sendiri.
“Uang Rp25 juta bukan hasil mengemis di Jakarta. Saya bawa uang itu dari kampung, hasil jualan ternak sapi dan kambing,” ujarnya.
Walang mengaku sengaja membawa uang itu karena khawatir diambil anak tirinya. “Karena itu, saya kabur ke Jakarta, sekalian mengemis untuk menambah uang buat pergi haji,” tambahnya.
Walang berencana pergi haji pada 2019. Bahkan, dia telah menyetor uang muka (down payment/DP) Rp30 juta. “Kalau haji, saya sudah bayar DP Rp30 juta. Katanya 2019 nanti berangkat,” ungkapnya. (tah/oni/c2/kim/jpnn)