MEDAN, SUMUTPOS.CO – Pemulangan mantan anggota Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) dari Kalimantan ke daerah asal masing-masing dikhawatirkan akan menimbulkan masalah baru. Paham Gafatar yang masih melekat di benak mantan anggotanya sewaktu-waktu dapat tumbuh dan besar kembali saat mereka berbaur dengan masyarakat.
Hal ini dikatakan Guru Besar USU, Prof Dr Syafruddin Pohan Msi saat ditemui di Universitas Sumatera Utara (USU), Jumat (29/1) sore. Dalam kesempatan itu, Syafruddin juga mengungkapkan kekecewaannya terhadap pemerintah dan kepolisian. “Menurut saya pemerintah harus cepat bertindak mengatasi masalah ini,” katanya.
Tindakan yang dimaksud bisa berupa sosialiasi kepada masyarakat sehingga yang lain tidak terkontaminasi dalam hal penyebaran ajaran Gafatar.
Apalagi Gafatar sudah menyebarkan ajarannya sekitar lima tahun lebih, jadi dugaan antara pembiaran dan tidak mengetahui menjadi sedikit. Pendeteksian yang lemah oleh pemerintah menjadikan organisasi ini berakar rumput. Polisi juga menjadi bahan pembicaraan pemerhati sosial ini. “Polisi seharusnya masuk ke dalam untuk melakukan penyelidikan, lakukan observasi,” pinta Syafruddin.
Keberadaan teroris saja lanjut Syarifuddin dengan cepat diketahui keberadaannya, kenapa eksistensi Gafatar susah diketahui. Begitupun, kata dosen USU itu, polisi sudah dapat turun tangan untuk mengetahui metode dan pola yang Gafatar lakukan. Proses yang selama ini tengah terjadi yaitu proses pemulangan mantan anggota Gafatar juga dikomentari berbeda oleh Syafruddin.
“Masyarakat yang dipulangkan ke daerah masing-masing apakah keputusan itu tepat? Menurut saya adanya tahapan yang harus dilalui sebelum mereka (mantan anggota Gafatar) membaur di masyarakat,” terangnya.
Mengapa perlu tahapan sebelum pembauran, karena mantan anggota Gafatar mempunyai sesuatu paham baru dalam keyakinannya. Kekawatiran pun dimulai ketika paham Gafatar masih ada dalam benak mantan anggotanya yang sewaktu-waktu dapat tumbuh dan besar kembali. Dia menambahkan pemerintah yang memulangkan sebaiknya lebih dulu melakukan sterilisasi pada mantan anggota Gafatar.
“Baiknya mantan anggota yang dipulangkan itu disterilisasi sehingga dogma yang melekat di dalam benak mantan anggotanya bisa berangsur dihapus dan hal itu dilakukan terus sampai mantan anggota telah mencapai standard,” harapnya kepada pemerintah.
Setelah melewati standard maka mereka dapat berbaur dengan masyarakat. Di samping itu masyarakat yang akan dimasuki oleh mantan anggota Gafatar harus diyakinkan pemerintah melalui sosialisasinya bahwa mereka memang sudah steril dari ajaran sesat. Dengan begitu, masyarakat yang menerima bisa berbesar hati.
Syafruddin juga menyayangkan koleganya Dadang Dermawan di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik yang menjabat sebagai Ketua Umum Gafatar Sumut. “Iya, dia teman sesama dosen di fakultas. Dia sudah masuk ke Gafatar sejak empat tahun belakangan, bahkan dia Ketua Umum Gafatar Sumut,” katanya.
Dia tak habis pikir kenapa Dadang Dermawan yang memiliki daya kritis tinggi dapat terhanyut ke organisasi Gafatar. “Saya belum pernah berinteraksi dengannya setelah mencuat di media, Dadang itu aktivis mahasiswa, aktif di HMI, makanya saya heran,” ucapnya.