JOGJAKARTA, SUMUTPOS.CO – Pernyataan kontroversial disampaikan Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Suhajar Diantoro, dia menyebut, sekitar 400 ribu Aparatur Sipil Negara (ASN) masuk dalam kategori miskin, sehingga berhak mendapat zakat.
Sontak saja, pernyataan itu langsung dibantah Majelis Ulama Indonesia (MUI). Bagi MUI personel ASN memiliki penghasilan minimal sesuai dengan Upah Minimum Regional (UMR). Sehingga tidak masuk kategori miskin dan berhak menerima dana zakat (mustahik).
Suhajar sendiri, sebelumnya mengatakan pendapatnya dalam kegiatan Taspen Day. Dia meyebut dari 4,2 juta ASN, sekitar 10 persennya masuk kategori masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). “Kita harus memaklumi bahwa masih ada pegawai negeri kita yang dianggap sebagai masyarakat berpenghasilan rendah,” ujarnya.
Klaim itu, dinilai dari sejumlah indikator. Salah satunya adalah pendapatan. Dia menyebut, masih banyak ASN yang gajinya di bawah 7 juta rupiah. Padahal, untuk ASN yang sudah berkeluarga, angka tersebut relatif rendah.
Indikator lainnya, adalah kepemilikan rumah. Diakuinya, dengan gaji tersebut, sulit bagi ASN memiliki rumah yang layak. Yakni rasio 8 per meter per kepala. “Orang berpenghasilan berapa dianggap penerima zakat. Ternyata pegawai negeri kalau golongan II tadi yang boleh menerima zakat,” tuturnya.
Namun MUI berpendapat lain, Ketua Bidang Dakwah dan Ukhuwah MUI Pusat M. Cholil Nafis mengatakan, secara umum orang yang berhak menerima uang zakat adalah orang miskin. “Miskin itu adalah orang yang penghasilannya kurang dari kebutuhannya,” katanya di sela menghadiri Halaqah Harlah ke-101 NU di Pesantren Al-Munawwir, Krapyak, Jogjakarta kemarin (29/1).
Cholil mengatakan ASN di level terendah sekalipun, penghasilannya sudah di atas UMR. Menurut dia ketika nominal UMR itu sudah ditetapkan, artinya sudah mencukupi kebutuhan seseorang. Dia menegaskan miskin itu ketika kebutuhan lebih banyak ketimbang pendapatan. Bukan daftar keinginan.
“Makanya kalau Rp 7 juta, di tempat saya di Madura sudah lebih sekali,” katanya. Tetapi nominal gaji Rp 7 juta untuk ASN di Jakarta, tidak miskin namun pas-pasan. Jadi bukan berarti ASN yang gajian Rp 7 juta maka masuk sebagai golongan yang boleh menerima zakat. Di sisi lain ASN dengan gaji sebesar itu, belum masuk dalam kelompok yang wajib membayar zakat.
Di bagian lain Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) sudah mengeluarkan patokan zakat penghasilan. Baznas mengeluarkan nilai nisab zakat pendapatan dan jasa 2024 pada 23 Januari lalu. Nisab adalah batas minimal bagi seseorang, apakah masuk kategori wajib membayar zakat.
Dalam surat tersebut, Baznas menetapkan nisab zakat pendapatan dan jasa 2024 adalah 86 gram atau sekitar Rp 82,3 jutaan per orang per tahun. Atau jika dihitung berdasarkan gaji bulanan, setara dengan Rp 6,8 jutaan per bulan.
Jadi berdasarkan surat Baznas tersebut, seseorang dengan penghasilan minimal Rp 6,8 jutaan/bulan masuk kategori wajib zakat. Bukan malah masuk dalam kategori boleh menerima zakat seperti ucapan Sekjen Kemendagri Suharjo Diantoro. Dia mengatakan adalah 400 ribuan ASN menerima gaji di bawah Rp 8 juta dan boleh menerima zakat. (wan/far)