28 C
Medan
Monday, October 21, 2024
spot_img

Konsisten Bikin Konten Berbahasa Indonesia agar Pesan Tersampaikan

SUMUTPOS.CO – Benedict Wermter langsung jatuh cinta dengan Indonesia begitu kali pertama ke sini, tapi dengan segera pula dia tahu ada masalah dengan penanganan sampah. Platform Bule Sampah membuatnya diundang pemerintah daerah, juga seorang mama di Papua.

SEJAK awal kedatangannya ke Indonesia, Benedict Wermter segera mendapati salah satu masalah yang dihadapi negeri yang telah menawan hatinya ini: sampah. Itulah yang kemudian mendorong peneliti, penulisn

dan jurnalis investigatif asal Jerman itu membuat platform yang menyediakan informasi dan edukasi, khususnya terkait sampah plastic.

Pekerjaan membuatnya akrab dengan persoalan lingkungan. Salah satu karya jurnalistiknya menyorot konten tentang ekspor sampah ke luar negeri oleh jaringan eksportir sampah ilegal dari Jerman ke negara-negara Asia.

“Saya merasa terpanggil melakukan sesuatu untuk Indonesia berdasar pengalaman dan pengetahuan yang saya miliki,” kata peraih sejumlah penghargaan jurnalistik itu ketika ditemui Jawa Pos di Tempelhofer Feld, sebuah lapangan terbang di Berlin dari era Perang Dunia II yang dirubah menjadi ruang terbuka untuk public pada 30 Juli lali.

Beni kali pertama ke Indonesia sebagai turis backpacker pada 2017 ke Sumatera Utara. Dan, dengan segera hatinya tertawan. “Semakin lama di sini saya lihat sektor Industri di Indonesia susah me-maintain standar lingkungan dengan benar. Dari situ muncul masalah sampah yang dihadapi masyarakat,” katanya.

Hal lain yang membuat dirinya tak bisa berpaling dari Indonesia adalah, di negeri inilah dia pertama kali bertemu dengan Lina Wermter. Perempuan tersebut kini menjadi istrinya. Dia dan Lina kemudian memikirkan cara bagaimana untuk berkontribusi kepada Indonesia untuk mengatasi masalah sampah. ’’Jadi, saya membuat semacam media atau platform untuk menunjukkan kepada orang-orang di Indonesia betapa pentingnya hal tersebut. Dari situlah bule sampah muncul,’’ kisahnya tentang awal kemunculan akun @bule_sampah di sejumlah platform media sosial.

Saat ini, akun @bule_sampah di Instagram memiliki 80,6 ribu pengikut, sedangkan di TikTok, akun @bulesampah punya 50,6 ribu. Beni menuturkan, saat ini dia belum terlalu fokus di YouTube karena merasa belum mempunyai sumber daya yang mumpuni untuk membuat konten yang bagus.

Beni mengatakan, Bule Sampah sendiri resmi online di media sosial pada tujuh bulan lalu. Namun, dia menyatakan sudah menyiapkannya bersama istrinya sejak setahun terakhir.

Dua akun media sosial tersebut dari awal sampai saat ini pun dikerjakan berdua oleh Beni dan Lina. Mulai dari merekam gambar, mengeditnya, sampai mengunggahnya ke akun media sosial.

Ada benang merah dalam setiap konten yang diunggahnya di media sosial. Konten-konten tersebut juga selalu dipresentasikan menggunakan Bahasa Indonesia. Tujuannya agar mudah diserap masyarakat Indonesia.

Dia mengenang, banyak orang, dari berbagai latar belakang sempat bilang Bule Sampah akan gagal. Tapi kenyataannya, tiga video pertama di TikTok sudah dapat 1 juta views, begitu pula di Instagram. “Akhirnya ada pemerintah daerah, dari Nusa Tenggara Barat (NTB) mengundang kami untuk datang,” papar pria yang tidak mau melabeli dirinya sebagai aktivis lingkungan tersebut.

Beni menuturkan, sejak membangun akun Bule Sampah di media sosial, dia sudah berkeliling ke sejumlah tempat di Indonesia untuk memberikan informasi tentang pengolahan sampah kepada masyarakat. Selain NTB dan Sumatera Barat, dia mengatakan pernah menyambangi Bali, Maluku, Sulawesi Utara, Jakarta, dan Jawa Timur. Di Jawa Timur, ada tiga kota yang dia kunjungi: Surabaya, Banyuwangi, dan Malang.

Menurutnya, perubahan tidak bisa hanya diinisasi oleh bule yang tinggal di Bali yang berbicara di forum ekonomi dunia. Itu, lanjutnya, tidak akan mengubah apapun. Saat ini, setelah sekitar tujuh bulan beredar di jagat daring, banyak tanggapan yang didapatnya dari masyarakat Indonesia. Banyak yang positif, sebaliknya, ada juga yang negatif.

Dia menyebutkan, sekitar 95 persen feedback positif dan sisanya negatif. ’’Bule Sampah punya lima persen haters yang loyal. Banyak komentar-komentar pedas melalui DM (direct messages),’’ kata Beni yang mengaku tak mempermasalahkannya.

Tapi, ada pula komentar yang membuatnya tertawa. Misalnya ada seorang mama di Papua yang ingin dia datang ke rumahnya untuk memberi tahu cara memilah sampah. “Well, saya tidak bisa datang ke rumah setiap orang untuk berbagi pengetahuan. Tapi, setidaknya pesan saya tersampaikan, hingga muncul sebuah kepedulian untuk menangani masalah sampah,” ucapnya.

Beni menambahkan saat ini dia memang masih berada di Berlin. Sebab, dia mendapatkan penghasilan dari pekerjaan yang dilakukan di ibu kota Jerman tersebut. Namun dia membuka peluang untuk tinggal bersama istrinya secara permanen di Indonesia.

Bulan depan dia berencana untuk kembali ke Indonesia dan akan tinggal di sampai akhir tahun. Tahun lalu pun, dia sudah tinggal untuk beberapa bulan di Indonesia.

Dia menegaskan tidak mau plastik dihapus sepenuhnya. Tapi, dia berharap ada aturan yang layak untuk itu. Reduce, reuse, recycle. “Bagi saya yang penting juga adalah faktor ekonomi, karena itulah yang bisa mengubah keadaan,” ungkapnya.

Untuk mencapai misi tersebut, sejak Juli tahun ini dia membentuk sebuah yayasan yang diberi nama Veritas Edukasi Lingkungan (VEL). Dia bekerja sama dengan RECO, sebuah perusahaan pengolahan sampah yang berbasis di Indonesia.

Bersama yayasan itu, dia berharap ada pijakan hukum untuk melakukan berbagai proyek lingkungan. Selain itu, pihaknya juga bisa mengelola dana dari berbagai sumber untuk menjalankan proyek pengelolaan sampah. Selain itu, dia juga ingin membuat kurikulum yang baku sebagai modul edukasi pengelolaan sampah.

Tagline yang dia pilih untuk VEL adalah, “We Make Indonesia Clean Again (Kita Membuat Indonesia kembali B).” Dia mengaku terinspirasi dari slogan mantan presiden Amerika Serikat Donald Trump saat berkampanye. “Saya bukan orang Amerika, apalagi pendukung Partai Republik. Tapi, saya rasa slogannya sangat keren dan mengena,’’ katanya.

Bersama VEL dia menyebutkan akan terus berkeliling Indonesia. Tapi, perhatiannya bukan hanya pada soal lingkungan, melainkan juga kuliner. “Rendang adalah favorit saya, tapi saya juga suka berbagai sayuran yang ada di Indonesia. Bagi saya, semua orang Indonesia sepertinya pandai memasak,” katanya lalu tertawa. (*/ttg/jpg)

SUMUTPOS.CO – Benedict Wermter langsung jatuh cinta dengan Indonesia begitu kali pertama ke sini, tapi dengan segera pula dia tahu ada masalah dengan penanganan sampah. Platform Bule Sampah membuatnya diundang pemerintah daerah, juga seorang mama di Papua.

SEJAK awal kedatangannya ke Indonesia, Benedict Wermter segera mendapati salah satu masalah yang dihadapi negeri yang telah menawan hatinya ini: sampah. Itulah yang kemudian mendorong peneliti, penulisn

dan jurnalis investigatif asal Jerman itu membuat platform yang menyediakan informasi dan edukasi, khususnya terkait sampah plastic.

Pekerjaan membuatnya akrab dengan persoalan lingkungan. Salah satu karya jurnalistiknya menyorot konten tentang ekspor sampah ke luar negeri oleh jaringan eksportir sampah ilegal dari Jerman ke negara-negara Asia.

“Saya merasa terpanggil melakukan sesuatu untuk Indonesia berdasar pengalaman dan pengetahuan yang saya miliki,” kata peraih sejumlah penghargaan jurnalistik itu ketika ditemui Jawa Pos di Tempelhofer Feld, sebuah lapangan terbang di Berlin dari era Perang Dunia II yang dirubah menjadi ruang terbuka untuk public pada 30 Juli lali.

Beni kali pertama ke Indonesia sebagai turis backpacker pada 2017 ke Sumatera Utara. Dan, dengan segera hatinya tertawan. “Semakin lama di sini saya lihat sektor Industri di Indonesia susah me-maintain standar lingkungan dengan benar. Dari situ muncul masalah sampah yang dihadapi masyarakat,” katanya.

Hal lain yang membuat dirinya tak bisa berpaling dari Indonesia adalah, di negeri inilah dia pertama kali bertemu dengan Lina Wermter. Perempuan tersebut kini menjadi istrinya. Dia dan Lina kemudian memikirkan cara bagaimana untuk berkontribusi kepada Indonesia untuk mengatasi masalah sampah. ’’Jadi, saya membuat semacam media atau platform untuk menunjukkan kepada orang-orang di Indonesia betapa pentingnya hal tersebut. Dari situlah bule sampah muncul,’’ kisahnya tentang awal kemunculan akun @bule_sampah di sejumlah platform media sosial.

Saat ini, akun @bule_sampah di Instagram memiliki 80,6 ribu pengikut, sedangkan di TikTok, akun @bulesampah punya 50,6 ribu. Beni menuturkan, saat ini dia belum terlalu fokus di YouTube karena merasa belum mempunyai sumber daya yang mumpuni untuk membuat konten yang bagus.

Beni mengatakan, Bule Sampah sendiri resmi online di media sosial pada tujuh bulan lalu. Namun, dia menyatakan sudah menyiapkannya bersama istrinya sejak setahun terakhir.

Dua akun media sosial tersebut dari awal sampai saat ini pun dikerjakan berdua oleh Beni dan Lina. Mulai dari merekam gambar, mengeditnya, sampai mengunggahnya ke akun media sosial.

Ada benang merah dalam setiap konten yang diunggahnya di media sosial. Konten-konten tersebut juga selalu dipresentasikan menggunakan Bahasa Indonesia. Tujuannya agar mudah diserap masyarakat Indonesia.

Dia mengenang, banyak orang, dari berbagai latar belakang sempat bilang Bule Sampah akan gagal. Tapi kenyataannya, tiga video pertama di TikTok sudah dapat 1 juta views, begitu pula di Instagram. “Akhirnya ada pemerintah daerah, dari Nusa Tenggara Barat (NTB) mengundang kami untuk datang,” papar pria yang tidak mau melabeli dirinya sebagai aktivis lingkungan tersebut.

Beni menuturkan, sejak membangun akun Bule Sampah di media sosial, dia sudah berkeliling ke sejumlah tempat di Indonesia untuk memberikan informasi tentang pengolahan sampah kepada masyarakat. Selain NTB dan Sumatera Barat, dia mengatakan pernah menyambangi Bali, Maluku, Sulawesi Utara, Jakarta, dan Jawa Timur. Di Jawa Timur, ada tiga kota yang dia kunjungi: Surabaya, Banyuwangi, dan Malang.

Menurutnya, perubahan tidak bisa hanya diinisasi oleh bule yang tinggal di Bali yang berbicara di forum ekonomi dunia. Itu, lanjutnya, tidak akan mengubah apapun. Saat ini, setelah sekitar tujuh bulan beredar di jagat daring, banyak tanggapan yang didapatnya dari masyarakat Indonesia. Banyak yang positif, sebaliknya, ada juga yang negatif.

Dia menyebutkan, sekitar 95 persen feedback positif dan sisanya negatif. ’’Bule Sampah punya lima persen haters yang loyal. Banyak komentar-komentar pedas melalui DM (direct messages),’’ kata Beni yang mengaku tak mempermasalahkannya.

Tapi, ada pula komentar yang membuatnya tertawa. Misalnya ada seorang mama di Papua yang ingin dia datang ke rumahnya untuk memberi tahu cara memilah sampah. “Well, saya tidak bisa datang ke rumah setiap orang untuk berbagi pengetahuan. Tapi, setidaknya pesan saya tersampaikan, hingga muncul sebuah kepedulian untuk menangani masalah sampah,” ucapnya.

Beni menambahkan saat ini dia memang masih berada di Berlin. Sebab, dia mendapatkan penghasilan dari pekerjaan yang dilakukan di ibu kota Jerman tersebut. Namun dia membuka peluang untuk tinggal bersama istrinya secara permanen di Indonesia.

Bulan depan dia berencana untuk kembali ke Indonesia dan akan tinggal di sampai akhir tahun. Tahun lalu pun, dia sudah tinggal untuk beberapa bulan di Indonesia.

Dia menegaskan tidak mau plastik dihapus sepenuhnya. Tapi, dia berharap ada aturan yang layak untuk itu. Reduce, reuse, recycle. “Bagi saya yang penting juga adalah faktor ekonomi, karena itulah yang bisa mengubah keadaan,” ungkapnya.

Untuk mencapai misi tersebut, sejak Juli tahun ini dia membentuk sebuah yayasan yang diberi nama Veritas Edukasi Lingkungan (VEL). Dia bekerja sama dengan RECO, sebuah perusahaan pengolahan sampah yang berbasis di Indonesia.

Bersama yayasan itu, dia berharap ada pijakan hukum untuk melakukan berbagai proyek lingkungan. Selain itu, pihaknya juga bisa mengelola dana dari berbagai sumber untuk menjalankan proyek pengelolaan sampah. Selain itu, dia juga ingin membuat kurikulum yang baku sebagai modul edukasi pengelolaan sampah.

Tagline yang dia pilih untuk VEL adalah, “We Make Indonesia Clean Again (Kita Membuat Indonesia kembali B).” Dia mengaku terinspirasi dari slogan mantan presiden Amerika Serikat Donald Trump saat berkampanye. “Saya bukan orang Amerika, apalagi pendukung Partai Republik. Tapi, saya rasa slogannya sangat keren dan mengena,’’ katanya.

Bersama VEL dia menyebutkan akan terus berkeliling Indonesia. Tapi, perhatiannya bukan hanya pada soal lingkungan, melainkan juga kuliner. “Rendang adalah favorit saya, tapi saya juga suka berbagai sayuran yang ada di Indonesia. Bagi saya, semua orang Indonesia sepertinya pandai memasak,” katanya lalu tertawa. (*/ttg/jpg)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru