Pertanyakan Alasan Pencoretan pada Verifikasi Administrasi
JAKARTA – Parpol yang gugur pada tahap verifikasi administrasi tak perlu menunggu lama untuk menggugat Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Tiga parpol, yakni Partai Damai Sejahtera (PDS), Partai Republik, dan Partai Nasional Republik (Nasrep), melaporkan sejumlah kejanggalan pengumuman hasil verifikasi administrasi oleh KPU kepada Bawaslu.
Tiga parpol itu silih berganti menemui pimpinan Bawaslu. PDS menjadi artai pertama yang mengadukan kegagalan proses verifikasi dirinya, disusul Partai Republik dan Partai Nasrep dalam waktu yang hampir bersamaan.
Sekjen Partai Nasrep Neneng Atuti mengatakan, KPU tidak terbuka saat menyampaikan alasan 18 parpol “termasuk pihaknya” gagal dalam verifikasi administrasi. “Sampai saat ini kami belum menerima alasan (pencoretan),” ujar Neneng di kantor Bawaslu kemarin (29/10).
Menurut Neneng, dalam konteks verifikasi administrasi, yang dilakukan KPU adalah memeriksa kelengkapan dokumen. Nah, terkait dengan hal tersebut, Nasrep sudah memenuhi permintaan KPU untuk memperbaiki berkas pada 8 Oktober lalu. “Nasrep sangat-sangat rapi. Kami sudah klir, namun saya heran dengan hasilnya,” ujarnya.
Kegagalan lolos dalam verifikasi faktual itu membuat tanda tanya besar bagi Nasrep. Menurut Neneng, memenuhi syarat administrasi adalah hal yang mudah. Namun, KPU sampai saat ini belum menjelaskan penyebab partainya gagal. “Kami dipertanyakan DPC. Karena bertanggung jawab, kami berkonsultasi ke Bawaslu,” ujarnya.
Sekjen Partai Republik Heru Bahtiar yang ditemui seusai melapor ke Bawaslu menyatakan hal yang sama. Pada prinsipnya, tidak ada rapor yang dikeluarkan KPU. Padahal, saat KPU menyampaikan hasil verifikasi sementara untuk diperbaiki, ada rapor secara terperinci yang disampaikan lembaga penyelenggara pemilu itu kepada setiap parpol. “Kami tidak diluluskan. Padahal, sudah melengkapi dokumen yang diminta,” ujarnya.
Kecurigaan bertambah karena pengumuman itu tidak disampaikan kepada parpol secara resmi. Pengumuman tersebut hanya disampaikan kepada media. Sementara itu, parpol saat ini sama sekali tidak menerima surat keputusan (SK) soal pencoretan tersebut. “Kami ini tidak lulus karena apa,” sorotnya.
Heru mencurigai tidak adanya standar yang sama dari komisioner KPU untuk mengukur kelulusan parpol. Bisa saja, ada parpol yang saat ini lolos ternyata berkasnya belum memenuhi syarat sebagaimana aturan UU No 8/2012 tentang Pemilu. “Kami mohon betul Bawaslu menginvestigasi mengapa KPU tidak mengeluarkan rapor,” tandasnya.
Bukan hanya parpol yang gagal mengikuti verifikasi faktual yang melapor ke Bawaslu. PDIP sebagai salah satu parpol yang lolos juga melaporkan KPU kepada Bawaslu. “Ini bukan lagi dugaan, tapi sudah jelas sebuah pelanggaran KPU,” ujar Arif Wibowo, politikus PDIP, didampingi Sudyatmoko Aribowo, liaison officer PDIP dengan KPU, di gedung Bawaslu.
Menurut Arif, terkait dengan Sipol, sangat jelas bahwa UU Pemilu tidak mengatur sistem informasi untuk verifikasi. Dalam UU Pemilu, yang diatur hanya kewajiban KPU membuat sistem informasi data pemilu. “Peraturan KPU Nomor 8 dan Nomor 12 Tahun 2012 bisa dikatakan sebagai pelanggaran kode etik cukup berat,” ujarnya.
Sipol, lanjut Arif, juga tidak memiliki sistem yang teruji sebagai sistem informasi yang memuat rahasia negara. Pengelolaan Sipol juga amburadul. Termasuk, langkah KPU yang tidak melakukan konsultasi anggaran dan berinisiatif menggunakan dana IFES. “Cuma dalam dua minggu, ada 21 perintah yang disampaikan berubah-ubah. Ini tentu membingungkan parpol,” ujarnya.
Dalam hal pengunduran pengumuman verifikasi administrasi dari 25 Oktober menjadi 28 Oktober, KPU juga telah melakukan pelanggaran. Perubahan itu hanya diawali konferensi pers tanpa mengubah peraturan hukum saat pengumuman tersebut disampaikan. “Perubahan ini dilakukan sepihak,” ujarnya.
Arif juga mengkritik Bawaslu yang dinilai lemah dalam melakukan pengawasan. Langkah preventif Bawaslu dalam verifikasi administrasi tidak terlihat dengan adanya sejumlah pelanggaran itu. Dia berharap, aduan yang disampaikan tersebut bisa ditindaklanjuti Bawaslu secara maksimal. “Jika tidak ada perubahan setelah aduan ini, kami akan melapor ke DKPP (Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu),” tandasnya.
Anggota Bawaslu Nelson Simanjuntak mengapresiasi laporan yang disampaikan sejumlah parpol. Mengenai aduan parpol yang gagal mengikuti verifikasi administrasi, Bawaslu akan melakukan penanganan pelanggaran administrasi. “Ini belum masuk sengketa karena mereka belum dinyatakan gagal sebagai peserta pemilu,” ungkap Nelson.
Tidak banyak waktu yang dimiliki Bawaslu pasca pelaporan dugaan pelanggaran itu masuk. Menurut dia, Bawaslu hanya memiliki waktu lima hari untuk menyampaikan rekomendasi akhir atas aduan tersebut. “Kami akan lakukan audit atas hasil verifikasi KPU,” tandasnya. (bay/c10/agm/jpnn)