Budi mengatakan angka partisipasi pendidikan tinggi rendah karena daya beli masyarakat untuk pendidikan tinggi masih rendah.
Menristekdikti Mohamad Nasir mengatakan dibukanya akses untuk kampus asing itu tidak akan mematikan kampus swasta. Dia mengatakan dari sisi target pasar, pendidikan tinggi itu segmented.
Nasir mengatakan ada puluhan ribu mahasiswa Indonesia yang kuliah di Australia, Singapura, Inggris, dan negara lain dengan biaya sendiri.
Nah, kelompok seperti itu yang menurutnya menjadi segment atau target pasar perguruan tinggi asing di Indonesia.
Dirjen Kelembagaan Iptek dan Pendidikan Tinggi Kemenrsitekdikti Patdono Suwignjo menuturkan tidak benar anggapan bahwa masuknya perguruan tinggi asing nanti membuat masyarakat sulit mendapatkan akses pendidikan bermutu.
Dia menegaskan kampus asing yang membuka cabang di Indonesia itu nantinya berstatus PTS.
Kampus-kampus asing itu nantinya bakal menerapkan SPP yang relatif lebih mahal ketimbang PTN. Sebab SPP di PTN diatur dengan sistem uang kuliah tunggal (UKT). Dimana besaran SPP-nya berjenjang mulai dari Rp 0 hingga ada yang sampai RP 20 jutaan/semester.
Masyarakat tetap bisa mendapatkan akses pendidikan tinggi bermutu di PTN. Belum lagi di PTN ada ketentuan 20 persen kuotanya harus diisi oleh mahasiswa dari keluarga tidak mampu.
’’PTN tidak boleh ikut-ikutan SPP PTA (perguruan tinggi asing, red),’’ pungkas dosen ITS Surabaya itu. (wan/jpnn/smg)