32 C
Medan
Wednesday, May 22, 2024

Berawal dari Tukang Lipat Parasut

JUARA DUNIA: Roni Pratama, peringkat satu dunia untuk kategori akurasi.

SUMUTPOS.CO – Roni Pratama (22) warga Kelurahan Songgokerto, Kota Batu, Jawa Timur, tampak santai sambil ngemil kacang di tenda khusus atlet, di Bukit Paralayang Sidoluhur, Kecamatan Lawang, Kabupaten Malang, Jawa Timur, Jumat (2/3).

Bersama dengan atlet lainnya, dia tampak menikmati suasana sejuk di venue take off paralayang teranyar yang dimiliki oleh Kabupaten Malang, dengan ketinggian 1.280 mdpl tersebut.

Mengenakan celana pendek berbahan ringan, kaos, topi, dibalut kacamata hitam, membuat orang yang melihatnya penasaran. Sekilas tidak ada yang istimewa pada diri Roni. Padahal, putra daerah asli Batu ini merupakan atlet paralayang kelas dunia.

Dia menduduki peringkat pertama tingkat dunia, untuk kategori akurasi. Penobatan ini dirilis bulan Maret 2018. Padahal, bulan lalu, yang menduduki peringkat 1 dunia adalah Thomas dari Jawa Tengah. Perlu diketahui, gelar peringkat 1 untuk kategori akurasi ini, hanya berlaku satu bulan.

Alasannya jelas, alumnus SMK Brawijaya Batu ini, berkali-kali menjuarai kejuaraan dunia dan berhasil mendarat tepat di venue yang ditentukan.

Baru-baru ini misalnya, dia berhasil menjadi juara dalam Paragliding Acuration World Cup 2017, di Slovenia. Dalam kejuaraan yang digelar akhir tahun lalu itu, dia berhasil menyisihkan ratusan peserta yang datang dari 28 negara.

Bukan hanya kali ini saja, laki-laki yang berulang tahun setiap 11 Januari itu, masih dalam tahun 2017, berhasil menjadi juara 2 dalam kejuaraan dunia di Kanada. Lagi-lagi untuk kategori akurasi.

Masih belum puas menyabet gelar juara. Dia juga berhasil menjadi juara 2 dalam kategori akurasi, dalam kejuaraan beregu. “Ditetapkannya saya sebagai peringkat 1 dunia, untuk kategori akurasi itu setelah akumulasi nilai dari beberapa perlombaan tingkat dunia,” katanya santai sembari tetap duduk di tanah.

Anak sulung dari tiga bersaudara ini berkisah, dia sudah akrab dengan dunia paralayang sejak kelas 3 SD, atau tahun 2006 silam.

Saat itu, dia mengenal paralayang karena rumahnya tidak jauh dari lokasi take off paralayang. Bukan sebagai atlet, melainkan sebagai pelipat parasut atlet yang terbang di venue itu.

Awal melipat parasut, Roni hanya diberi upah Rp 1.000 hingga Rp 2.000 setiap melipat satu payung. Sekitar empat tahun dia menjadi pelipat parasut, pada tahun 2010, baru dia mencoba terbang untuk pertama kali.

Bukan terbang tandem alias terbang bersama atlet atau instruktur, namun menariknya, Roni terbang seorang diri tanpa didampingi instruktur. “Diajari oleh salah satu atlet, caranya bagaimana. Kemudian saya ditawari terbang dan mau,” kisahnya sembari tersenyum kecil. 

JUARA DUNIA: Roni Pratama, peringkat satu dunia untuk kategori akurasi.

SUMUTPOS.CO – Roni Pratama (22) warga Kelurahan Songgokerto, Kota Batu, Jawa Timur, tampak santai sambil ngemil kacang di tenda khusus atlet, di Bukit Paralayang Sidoluhur, Kecamatan Lawang, Kabupaten Malang, Jawa Timur, Jumat (2/3).

Bersama dengan atlet lainnya, dia tampak menikmati suasana sejuk di venue take off paralayang teranyar yang dimiliki oleh Kabupaten Malang, dengan ketinggian 1.280 mdpl tersebut.

Mengenakan celana pendek berbahan ringan, kaos, topi, dibalut kacamata hitam, membuat orang yang melihatnya penasaran. Sekilas tidak ada yang istimewa pada diri Roni. Padahal, putra daerah asli Batu ini merupakan atlet paralayang kelas dunia.

Dia menduduki peringkat pertama tingkat dunia, untuk kategori akurasi. Penobatan ini dirilis bulan Maret 2018. Padahal, bulan lalu, yang menduduki peringkat 1 dunia adalah Thomas dari Jawa Tengah. Perlu diketahui, gelar peringkat 1 untuk kategori akurasi ini, hanya berlaku satu bulan.

Alasannya jelas, alumnus SMK Brawijaya Batu ini, berkali-kali menjuarai kejuaraan dunia dan berhasil mendarat tepat di venue yang ditentukan.

Baru-baru ini misalnya, dia berhasil menjadi juara dalam Paragliding Acuration World Cup 2017, di Slovenia. Dalam kejuaraan yang digelar akhir tahun lalu itu, dia berhasil menyisihkan ratusan peserta yang datang dari 28 negara.

Bukan hanya kali ini saja, laki-laki yang berulang tahun setiap 11 Januari itu, masih dalam tahun 2017, berhasil menjadi juara 2 dalam kejuaraan dunia di Kanada. Lagi-lagi untuk kategori akurasi.

Masih belum puas menyabet gelar juara. Dia juga berhasil menjadi juara 2 dalam kategori akurasi, dalam kejuaraan beregu. “Ditetapkannya saya sebagai peringkat 1 dunia, untuk kategori akurasi itu setelah akumulasi nilai dari beberapa perlombaan tingkat dunia,” katanya santai sembari tetap duduk di tanah.

Anak sulung dari tiga bersaudara ini berkisah, dia sudah akrab dengan dunia paralayang sejak kelas 3 SD, atau tahun 2006 silam.

Saat itu, dia mengenal paralayang karena rumahnya tidak jauh dari lokasi take off paralayang. Bukan sebagai atlet, melainkan sebagai pelipat parasut atlet yang terbang di venue itu.

Awal melipat parasut, Roni hanya diberi upah Rp 1.000 hingga Rp 2.000 setiap melipat satu payung. Sekitar empat tahun dia menjadi pelipat parasut, pada tahun 2010, baru dia mencoba terbang untuk pertama kali.

Bukan terbang tandem alias terbang bersama atlet atau instruktur, namun menariknya, Roni terbang seorang diri tanpa didampingi instruktur. “Diajari oleh salah satu atlet, caranya bagaimana. Kemudian saya ditawari terbang dan mau,” kisahnya sembari tersenyum kecil. 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/