27.8 C
Medan
Monday, May 20, 2024

Eko Jadi Korban Keputusan AWF

Lifter Indonesia, Eko Yuli.

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Indonesia bakal terancam kehilangan satu nomor andalan pada cabor angkat besi untuk meraih medali Asian Games 2018 nanti. Asosiasi Angkat Besi Asia (AWF) mencoret kelas 62 kg yang menjadi spesialisasi lifter Merah Putih Eko Yuli Irawan.

Pelatih Angkat Besi Muhammad Rusli menyayangkan kejadian tersebut. Jika memang seperti itu adanya, tentu manajemen dan tim pelatih harus berembug memutar otak untuk menemukan jalan keluarnya. ”Jika memang keputusan itu mentok hanya ada dua opsi, menurunkan Eko di kelas 56 kg atau menaikkan kelas di 69 kg,” ungkapnya.

Rusli mengatakan, jika untuk memenuhi target emas, Eko di kelas 56 kg sudah tidak ada lawan. Namun, permasalahannya dengan waktu yang sangat mepet sulit untuk menurunkan berat bedan. ”Awal pelatnas dia sudah menurunkan berat badan dari 66 kg ke 62 kg. Nah, untuk 62 kg ke 56 kg itu apakah bisa dengan waktu yang ada?” katanya. Penurunan badan yang drastis tentu akan mengganggu peak perform Eko.

Jika dinaikkan ke kelas 69 kg, Rusli yakin Eko bisa bersaing dengan lifter dari negara lain. Tapi, di kelas itu sudah ada dua lifter elit Indonesia lainnya yakni Deni dan Triyatno. Aturannya, hanya diperbolehkan maksimal ada dua atlet dari negara yang sama dalam satu kelas. ”Mau nggak mau kami harus membuang salah satu. Eman sekali rasanya. Tapi itu pilihan terakhir kami,” urai Rusli. Sangat disayangkan juga kalo ketiganya beradu dalam pelatnas untuk memerebutkan dua slot lifter kelas 69 kg.

Namun, Rusli mengembalikan semua keputusan itu kepada Eko. Atlet, lanjut dia, harus merasa nyaman bertanding di kelas yang dijalaninya. Pihaknya hanya bisa mengarahkan tapi tidak bisa memaksakan kehendak. ”Untuk atlet sekelas Eko harus menjadi korban itu sangat disayangkan,” ungkapnya.

Joko Pramono lebih lanjut mengemukakan , PB PABBSI sudah melayangkan surat meminta Ketua INASGOC Erick Thohir yang juga Ketua Umum KOI agar Dewan Olimpiade Asia mempertimbangkan kembali pencoretan kelas 62 kilogram

Kebijakan AWF (Federasi angkat besi Asia) untuk mencoret nomor unggulan Indonesia, 62 kg patut dipertanyakan. Sebab, keputusan itu berlangsung sekitar 6 bulan sebelum gelaran multievent. Selain itu, keputusan itu terbilang prematur, lantaran IWF juga belum memutuskan untuk mencoret nomor yang sama untuk ajang Olimpiade Tokyo 2020.

Sebagaimana diketahui kelas 62 kg merupakan nomor tumpuan Indonesia dalam mendulang medali emas di Asian Games 2018. Sebab, para lifter Tiongkok dipastikan absen dari Asian Games, lantaran mendapatkan suspend. Selain itu, Kim un-guk, lifter Korea Utara yang mengalahkan Eko di Asian Games 2014 Incheon juga belum selesai masa hukumannya.

“Saya kira ini ada intrik di AWF, ibarat kami diamputasi,” terang Alamsyah Wijaya, Kabid Angkat besi PB PABBSI. Padahal, Indonesia merupakan tuan rumah, yang secara kebijakan mestinya punya nilai tawar dalam menentukan kelas apa saja yang dipertandingkan nantinya. (han/nap/jpnn/don)

Lifter Indonesia, Eko Yuli.

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Indonesia bakal terancam kehilangan satu nomor andalan pada cabor angkat besi untuk meraih medali Asian Games 2018 nanti. Asosiasi Angkat Besi Asia (AWF) mencoret kelas 62 kg yang menjadi spesialisasi lifter Merah Putih Eko Yuli Irawan.

Pelatih Angkat Besi Muhammad Rusli menyayangkan kejadian tersebut. Jika memang seperti itu adanya, tentu manajemen dan tim pelatih harus berembug memutar otak untuk menemukan jalan keluarnya. ”Jika memang keputusan itu mentok hanya ada dua opsi, menurunkan Eko di kelas 56 kg atau menaikkan kelas di 69 kg,” ungkapnya.

Rusli mengatakan, jika untuk memenuhi target emas, Eko di kelas 56 kg sudah tidak ada lawan. Namun, permasalahannya dengan waktu yang sangat mepet sulit untuk menurunkan berat bedan. ”Awal pelatnas dia sudah menurunkan berat badan dari 66 kg ke 62 kg. Nah, untuk 62 kg ke 56 kg itu apakah bisa dengan waktu yang ada?” katanya. Penurunan badan yang drastis tentu akan mengganggu peak perform Eko.

Jika dinaikkan ke kelas 69 kg, Rusli yakin Eko bisa bersaing dengan lifter dari negara lain. Tapi, di kelas itu sudah ada dua lifter elit Indonesia lainnya yakni Deni dan Triyatno. Aturannya, hanya diperbolehkan maksimal ada dua atlet dari negara yang sama dalam satu kelas. ”Mau nggak mau kami harus membuang salah satu. Eman sekali rasanya. Tapi itu pilihan terakhir kami,” urai Rusli. Sangat disayangkan juga kalo ketiganya beradu dalam pelatnas untuk memerebutkan dua slot lifter kelas 69 kg.

Namun, Rusli mengembalikan semua keputusan itu kepada Eko. Atlet, lanjut dia, harus merasa nyaman bertanding di kelas yang dijalaninya. Pihaknya hanya bisa mengarahkan tapi tidak bisa memaksakan kehendak. ”Untuk atlet sekelas Eko harus menjadi korban itu sangat disayangkan,” ungkapnya.

Joko Pramono lebih lanjut mengemukakan , PB PABBSI sudah melayangkan surat meminta Ketua INASGOC Erick Thohir yang juga Ketua Umum KOI agar Dewan Olimpiade Asia mempertimbangkan kembali pencoretan kelas 62 kilogram

Kebijakan AWF (Federasi angkat besi Asia) untuk mencoret nomor unggulan Indonesia, 62 kg patut dipertanyakan. Sebab, keputusan itu berlangsung sekitar 6 bulan sebelum gelaran multievent. Selain itu, keputusan itu terbilang prematur, lantaran IWF juga belum memutuskan untuk mencoret nomor yang sama untuk ajang Olimpiade Tokyo 2020.

Sebagaimana diketahui kelas 62 kg merupakan nomor tumpuan Indonesia dalam mendulang medali emas di Asian Games 2018. Sebab, para lifter Tiongkok dipastikan absen dari Asian Games, lantaran mendapatkan suspend. Selain itu, Kim un-guk, lifter Korea Utara yang mengalahkan Eko di Asian Games 2014 Incheon juga belum selesai masa hukumannya.

“Saya kira ini ada intrik di AWF, ibarat kami diamputasi,” terang Alamsyah Wijaya, Kabid Angkat besi PB PABBSI. Padahal, Indonesia merupakan tuan rumah, yang secara kebijakan mestinya punya nilai tawar dalam menentukan kelas apa saja yang dipertandingkan nantinya. (han/nap/jpnn/don)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/