Perkenalan pengidola Arsenal, PSMS Medan, Persib Bandung, dan Sriwijaya FC Palembang itu dengan sepak bola terjadi saat dirinya masih kecil. Kala itu dia sering diam-diam ikut menonton laga olahraga terpopuler sejagat tersebut di televisi bersama abangnya.
Tiap kali tim idolanya, Juventus, bertanding, sang kakak memang tak pernah absen menonton. Deli pun tidak ketinggalan ikut serta.
Dari yang awalnya merasa sepak bola sebagai permainan yang asing, pengagum Gianluigi Buffon, Mikel Arteta, dan Bambang Pamungkas tersebut kemudian mulai bisa menikmati. Saat bersekolah di SMA Taman Siswa Bandung, kecintaannya semakin jauh lagi: jadi pemain.
Saat duduk di bangku SMA itu juga, Deli punya kesempatan bergabung dengan tim nasional (timnas) sepak bola putri U-17 untuk berlaga di sebuah event di Korea Selatan. Deli mengaku lupa ajang apa. Yang dia ingat, karena event itu pula, sang mamak akhirnya luluh dan merestui dirinya menekuni sepak bola.
”Kamu mau main di luar negeri? Pakai pesawat ko ke sana? Mamak excited sekali waktu itu,” ungkap perempuan bertinggi badan 150 sentimeter tersebut dengan mata berbinar.
Kecintaan dengan sepak bola itu juga yang membawanya masuk Jurusan Kepelatihan Fakultas Pendidikan Olahraga dan Kesehatan (FPOK) Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung. Meski sebelumnya dia punya keinginan masuk fakultas hukum. Bakat dan kemampuan Deli pun semakin berkembang di kampusnya tersebut. Tapi bukan di sepak bola. Melainkan futsal.
Maklum, saat itu futsal putri memang sedang berkembang pesat. Deli pun mulai menekuni futsal. Posisi penjaga gawang menjadi pilihannya.
Di cabang sepak bola mini tersebut prestasi Deli juga cukup mentereng. Pada 2011 dan 2013 dia masuk skuad timnas futsal putri Indonesia dan sempat berlaga di SEA Games 2011 dan 2013.
Nah, kalau restu sebagai pesepak bola dari ibundanya turun ketika dia masuk timnas, untuk wasit, izin didapat karena sang mamak menonton langsung laga yang dia pimpin. Dan menontonnya juga tanpa sepengetahuan Deli. ”Waktu itu mamak sedang berkunjung ke Bandung. Tapi, ajakan Deli untuk nonton laga yang Deli pimpin dia tolak,” kenangnya.
Eh, tanpa disangka, sang mamak ternyata hadir di tribun. Dan menyaksikan sendiri perjuangan sang putri yang ketika itu menjadi asisten wasit. Dalam satu momen, ada keputusan offside Deli yang mengundang ketidakpuasan. Para pemain tim yang merasa dirugikan langsung mendatangi dan melancarkan protes. ”Dari situ mamak akhirnya luluh mendukung karir Deli sebagai wasit. Ya, walaupun di depan Deli bilangnya apa itu kerja ko? Kalau angkat-angkat bendera gitu saja, mamak pun bisa, hehehe,” ungkapnya.
Laga pertama yang dipimpin Deli adalah turnamen antar-SSB (sekolah sepak bola) U-12 pada 2011. Bayarannya Rp 130 ribu per hari. Dan harus bertugas dari pukul 08.00 sampai 16.00 WIB.