25 C
Medan
Sunday, September 29, 2024

Edy Didesak Mundur dari Ketum PSSI, Exco: Kami Sulit Berkomunikasi

PSSI

JAKARTA – Tuntutan agar Edy Rahmayadi mundur dari Ketum PSSI semakin gencar. Bahkan, tagar #EdyOut menggema di media sosial. Masyarakat dan suporter meminta agar Gubernur Sumut itu mundur usai hasil buruk Timnas Indonesia di Piala AFF 2018.

Apalagi, Edy kerap melontarkan tanggapan yang dianggap asal bunyi tak sesuai dengan sosoknya sebagai orang nomor satu di PSSI. Terakhir ketika diminta tanggapan soal hasil buruk timnas di Piala AFF, Edy malah menyebut timnas akan baik, jika media juga baik.

Anggota Exco PSSI Gusti Randa mengakui, desakan mundur kepada Edy sangat kencang. Hal itu juga sempat dibicarakan secara internal. “Tadi memang sempat dibicarakan, kami tak bisa menafikan saat ini. Karena PSSI dapat atensi negatif dari empat arah mata angin. Pertama dari selatan, publik ini sudah muak dengan PSSI, betul tidak?” ujar Gusti usai rapat Exco PSSI di Hotel Sultan, Jakarta, Minggu (25/11).

“Lalu dari utara, ada tekanan bisa dilihat pemerintah ini kan gesturnya sudah marah ke PSSI. Dari kiri kanan media pun menekan ini. Nah, bagaimana PSSI sekarang? Harus punya sikap,” tegasnya.

Menurut Gusti, Exco PSSI kesulitan untuk mengingatkan Edy soal masalah rangkap jabatan. Pasalnya, sang ketua umum jarang hadir dalam rapat PSSI. Jarang hadirnya Edy dalam rapat jelas menghambat kinerja PSSI. Karena itu, dirinya diminta untuk segera ambil tindakan.

“Exco cuma bisa menyarankan, tapi orangnya tak ada. Kemudian masalah waktu, bagaimana bisa dibicarakan kalau ketumnya tak ada? Ketum saat ini saja ada di Sumut. Ini yang harus disikapi, kalau tidak, bisa panjang,” ungkap anggota Exco PSSI, Gusti Randa.

Gusti membeberkan, kalau selama ini Edy cuma berkomunikasi dengan Joko Driyono selaku wakil. Tentu, akan sangat sulit bila menjabarkan program kerja dan evaluasi kalau ketumnya tak ada. “Ini publik menunggu, bahkan dalam rapat kalau keputusan rapat exco cuma kongres tahunan tak penting buat wartawan. Wartawan ingin tahu, kan kira-kira begitu,” tandas dia.

Sekretaris Kemenpora Gatot S Dewa Broto kepada Jawa Pos (grup Sumut Pos) mengatakan, memang undang-undang tidak melarang rangkap jabatan, tapi secara kepatutan itu tidak benar. Apalagi, ketua PSSI malah banyak meluangkan waktunya di lokasi yang cukup jauh, Sumut, menjadi seorang gubernur. ‘’Masak ketua PSSI, sepak bola yang sangat seksi dan strategis dirangkap dari jauh. Komunikasi memang sudah maju, tapi tidak maksimal itu,’’ kata Gatot.

Dia mewanti-wanti Edy agar tidak lagi mengatakan bahwa jabatan yang dipegangnya adalah amanat rakyat. Dengan begitu, Edy enggan melepas jabatan hingga periode waktunya selesai, yakni 2020. ‘’Jangan keliru, itu bukan amanat rakyat, tapi amanat klub dan voters. Jadi, saya harap Pak Edy jangan bawa-bawa itu lagi,’’ tegasnya.

Karena itu, dia berharap Edy bisa legawa untuk memilih salah satu jabatannya tersebut. Mungkin meletakkan jabatan sebagai ketua umum PSSI karena terbukti era kepemimpinannya masih banyak masalah. ‘’Kalau bisa, milih lah. Memangnya di Indonesia tidak ada lagi orang yang sanggup mengurus PSSI?’’ ujar Gatot.

Dia juga mengkritisi rasa bangga PSSI ketika menyelenggarakan sebuah event sepak bola. Dia mengingatkan, PSSI induk sepak bola Indonesia, bukan event organizer. ‘’Publik itu tahunya prestasi. Juga tolong aktiflah merespons masyarakat. Jangan diam saja ketika ada masalah,’’ ujarnya.

Soal tuntutan mengganti ketua umum PSSI, Manajer Madura United Haruna Soemitro punya pendapat. ‘’Semua pihak yang ingin ada perubahan di PSSI atau terjadi pergantian ketua umum hanya bisa dilakukan lewat kongres,’’ ujarnya. Dia menekankan harus melalui regulasi yang benar.

Di sisi lain, Wakil Ketua Umum PSSI Joko Driyono enggan berkomentar banyak terkait dengan masalah #EdyOut. Dia lebih ingin menyoroti nasib Bima Sakti. Pria yang disapa Jokdri itu menerangkan, nasib Bima dan siapa yang menjadi pengganti bakal diputuskan dalam kongres tahunan PSSI pada 20 Januari mendatang. Di dalamnya termasuk siapa yang akan mengisi timnas untuk level junior.

Pengamat sepak bola dari Save Our Soccer (SOS), Akmal Marhali menyebut kalau Edy Rahmayadi harus memiliki sikap jantan dan kesatria. Menurutnya, Edy harus mundur dari posisinya karena sepak bola Indonesia mengalami penurunan prestasi.

Disebutnya, sepak bola Indonesia harus mencontoh Jepang. Sebab, di sana andai ada sesuatu yang gagal pemimpinnya mundur karena merasa bertanggung jawab. “Sikap jantan dan kesatria harus diutamakan. Kita tak seperti Jepang, kalau gagal mundur. Di kita kalau bisa mempertahankan jabatan selama-lamanya karena itu kebanggaan dan segalanya,” papar Akmal saat dihubungi JawaPos.com (grup Sumut Pos).

Menurutnya, PSSI harus bisa memperbaiki citra dengan tindakan sendiri. “PSSI akan berubah kalau keteladanan diberikan pemimpin-pemimpinnya,” sambung dia.  “Saya pikir yang sudah 20 tahun terakhir gagal mendingan tak usah lagi menjabat. Kasihlah kepada generasi-generasi muda yang baru agar sepak bola Indonesia bisa berubah ke arah yang lebih baik,” pungkas Akmal. (ies/rid/nia/gil/c19/ham/jpc)

PSSI

JAKARTA – Tuntutan agar Edy Rahmayadi mundur dari Ketum PSSI semakin gencar. Bahkan, tagar #EdyOut menggema di media sosial. Masyarakat dan suporter meminta agar Gubernur Sumut itu mundur usai hasil buruk Timnas Indonesia di Piala AFF 2018.

Apalagi, Edy kerap melontarkan tanggapan yang dianggap asal bunyi tak sesuai dengan sosoknya sebagai orang nomor satu di PSSI. Terakhir ketika diminta tanggapan soal hasil buruk timnas di Piala AFF, Edy malah menyebut timnas akan baik, jika media juga baik.

Anggota Exco PSSI Gusti Randa mengakui, desakan mundur kepada Edy sangat kencang. Hal itu juga sempat dibicarakan secara internal. “Tadi memang sempat dibicarakan, kami tak bisa menafikan saat ini. Karena PSSI dapat atensi negatif dari empat arah mata angin. Pertama dari selatan, publik ini sudah muak dengan PSSI, betul tidak?” ujar Gusti usai rapat Exco PSSI di Hotel Sultan, Jakarta, Minggu (25/11).

“Lalu dari utara, ada tekanan bisa dilihat pemerintah ini kan gesturnya sudah marah ke PSSI. Dari kiri kanan media pun menekan ini. Nah, bagaimana PSSI sekarang? Harus punya sikap,” tegasnya.

Menurut Gusti, Exco PSSI kesulitan untuk mengingatkan Edy soal masalah rangkap jabatan. Pasalnya, sang ketua umum jarang hadir dalam rapat PSSI. Jarang hadirnya Edy dalam rapat jelas menghambat kinerja PSSI. Karena itu, dirinya diminta untuk segera ambil tindakan.

“Exco cuma bisa menyarankan, tapi orangnya tak ada. Kemudian masalah waktu, bagaimana bisa dibicarakan kalau ketumnya tak ada? Ketum saat ini saja ada di Sumut. Ini yang harus disikapi, kalau tidak, bisa panjang,” ungkap anggota Exco PSSI, Gusti Randa.

Gusti membeberkan, kalau selama ini Edy cuma berkomunikasi dengan Joko Driyono selaku wakil. Tentu, akan sangat sulit bila menjabarkan program kerja dan evaluasi kalau ketumnya tak ada. “Ini publik menunggu, bahkan dalam rapat kalau keputusan rapat exco cuma kongres tahunan tak penting buat wartawan. Wartawan ingin tahu, kan kira-kira begitu,” tandas dia.

Sekretaris Kemenpora Gatot S Dewa Broto kepada Jawa Pos (grup Sumut Pos) mengatakan, memang undang-undang tidak melarang rangkap jabatan, tapi secara kepatutan itu tidak benar. Apalagi, ketua PSSI malah banyak meluangkan waktunya di lokasi yang cukup jauh, Sumut, menjadi seorang gubernur. ‘’Masak ketua PSSI, sepak bola yang sangat seksi dan strategis dirangkap dari jauh. Komunikasi memang sudah maju, tapi tidak maksimal itu,’’ kata Gatot.

Dia mewanti-wanti Edy agar tidak lagi mengatakan bahwa jabatan yang dipegangnya adalah amanat rakyat. Dengan begitu, Edy enggan melepas jabatan hingga periode waktunya selesai, yakni 2020. ‘’Jangan keliru, itu bukan amanat rakyat, tapi amanat klub dan voters. Jadi, saya harap Pak Edy jangan bawa-bawa itu lagi,’’ tegasnya.

Karena itu, dia berharap Edy bisa legawa untuk memilih salah satu jabatannya tersebut. Mungkin meletakkan jabatan sebagai ketua umum PSSI karena terbukti era kepemimpinannya masih banyak masalah. ‘’Kalau bisa, milih lah. Memangnya di Indonesia tidak ada lagi orang yang sanggup mengurus PSSI?’’ ujar Gatot.

Dia juga mengkritisi rasa bangga PSSI ketika menyelenggarakan sebuah event sepak bola. Dia mengingatkan, PSSI induk sepak bola Indonesia, bukan event organizer. ‘’Publik itu tahunya prestasi. Juga tolong aktiflah merespons masyarakat. Jangan diam saja ketika ada masalah,’’ ujarnya.

Soal tuntutan mengganti ketua umum PSSI, Manajer Madura United Haruna Soemitro punya pendapat. ‘’Semua pihak yang ingin ada perubahan di PSSI atau terjadi pergantian ketua umum hanya bisa dilakukan lewat kongres,’’ ujarnya. Dia menekankan harus melalui regulasi yang benar.

Di sisi lain, Wakil Ketua Umum PSSI Joko Driyono enggan berkomentar banyak terkait dengan masalah #EdyOut. Dia lebih ingin menyoroti nasib Bima Sakti. Pria yang disapa Jokdri itu menerangkan, nasib Bima dan siapa yang menjadi pengganti bakal diputuskan dalam kongres tahunan PSSI pada 20 Januari mendatang. Di dalamnya termasuk siapa yang akan mengisi timnas untuk level junior.

Pengamat sepak bola dari Save Our Soccer (SOS), Akmal Marhali menyebut kalau Edy Rahmayadi harus memiliki sikap jantan dan kesatria. Menurutnya, Edy harus mundur dari posisinya karena sepak bola Indonesia mengalami penurunan prestasi.

Disebutnya, sepak bola Indonesia harus mencontoh Jepang. Sebab, di sana andai ada sesuatu yang gagal pemimpinnya mundur karena merasa bertanggung jawab. “Sikap jantan dan kesatria harus diutamakan. Kita tak seperti Jepang, kalau gagal mundur. Di kita kalau bisa mempertahankan jabatan selama-lamanya karena itu kebanggaan dan segalanya,” papar Akmal saat dihubungi JawaPos.com (grup Sumut Pos).

Menurutnya, PSSI harus bisa memperbaiki citra dengan tindakan sendiri. “PSSI akan berubah kalau keteladanan diberikan pemimpin-pemimpinnya,” sambung dia.  “Saya pikir yang sudah 20 tahun terakhir gagal mendingan tak usah lagi menjabat. Kasihlah kepada generasi-generasi muda yang baru agar sepak bola Indonesia bisa berubah ke arah yang lebih baik,” pungkas Akmal. (ies/rid/nia/gil/c19/ham/jpc)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/