Titik baliknya menjadi atlet nasional, saat ia mampu menjuarai kejuaraan junior di Sulawesi 2010, memperebutkan Piala Mendagri kelas di bawah 53 kilogram.
Tancap gas, saat ini puluhan piagam, piala, dan medali, sudah tersusun rapi di kediamannya. Mulai dari emas di Venezia Open, Finlandia, Turki 2 kali, Vietnam, hingga perak, dan perunggu.
Ketajamannya juga terlihat dari pencapaiannya di World Karate Federation. Pada gelaran tahunan yang diikuti karateka dari seluruh dunia, Srunita mampu meraih urutan cukup fantastis. Urutan kelima di Bremen pada 2014, dan di urutan yang sama pada Austria 2016.
Prestasi moncer yang didapatkan Srunita tidak bisa dilepaskan dari sumbangsih sang ayah. Doktrin harus juara, kerap tergiang di telinga Srunita, akibat prestasi minim sang ayah. “Saya dulu sering sekali gagal menjadi atlet nasional, sehingga menekankan kepada tiga anak saya dan Srunita, agar berhasil mewujudkan harapan saya,” kata pria berpostur tegap itu.
Kerap gagal menembus level nasional, Sehukur mendapatkan ispirasi dari Raja Munisar Nasution, legenda renang asal Sumut, yang akhirnya hijrah mambela Provinsi Jambi. Pria itu sangat menginspirasi atas kemampuannya mengasah prestasi putra-putrinya, yang membawa nama harum Indonesia. “Elsa Manora, Akbar, Raja, Kevin, dan Elvira Nasution, mereka inspirasi saya,” katanya.
Sehukur berharap, kelak putrinya mampu menjadi atlet pertama yang bisa tampil di Olimpiade Tokyo pada 2020 mendatang. Apalagi olimpiade itu yang pertama sudah memasukkan cabang karate. “Mencapai itu bukan hal mudah. Dibutuhkan prestasi dan biaya sang besar. Caranya, Srunita harus konsisten dan kerap mengikuti World Karate Federation, agar ranking dunianya tetap stabil,” pungkas Sehukur. (bam/saz)