MEDAN- Harapan Suimin Diharja dan para pemain untuk menerima hak pada deadline yang diberikan Rabu (10/4) kemarin buyar. Tak ada pembayaran sepeserpun yang dilakukan pengurus kemarin. Kini mereka tak lagi pasrah menunggu dan siap memperjuangkan haknya.
Di Mess Kebun Bunga, Suimin Diharja tampak menunggu di kamarnya sedari pagi. Sementara para pemain yang sebagian besar masuk daftar pencoretan seperti Herman Batak, Tri Yudha Handoko, Kiki Lissusanto, Andre Sitepu, Irfan Mydin, Aun Carbiny berkumpul di salah satu kamar di lantai dua. Termasuk dua pemain yang dipertahankan Irwin Ramadhana dan Andi Safrizal yang ikut menunggu realisasi pembayaran haknya dengan harap-harap cemas.
Tak satupun perwakilan pengurus ataupun manajemen hadir kemarin. Hingga pukul 17.00 WIB mereka tak juga mendapat kepastian. Mereka pun sepakat untuk mendatangi rumah Sekretaris tim, Fityan Hamdi. Tujuannya untuk mengambil draft kontrak asli.
“Yang penting kami pegang draft kontrak dulu. Selanjutnya kami akan pikirkan upaya apa untuk meminta gaji kami. Bentuk upayanya apa nanti kami rembukkan dulu,” ujar Suimin yang haknya tertunggak sebesar Rp140 juta.
Pemain jelas sangat kecewa dengan kondisi ini. Pil pahit berupa pencoretan dari tim justru semakin diperparah dengan tak juga dibayarnya hak mereka. Genap tiga bulan sudah tunggakan pemain per tanggal 10 April kemarin sesuai draft kontrak.
“Kita ngasih deadline tanggal 10 April ini saat rapat lalu. Tapi pengurus jangankan yang baru, yang lama saja gak ada. Ini gak tau mau ngadu ma siapa. Mereka gak bisa ngasih kepastian,” ujar gelandang PSMS yang dicoret Tri Yudha Handoko.
Yudha mengatakan selama memperkuat PSMS ini kondisi terparah yang dialaminya. “Baru inilah main bola jaket sepatu pun tidak ada diberikan,” jelasnya.
Bukan hanya hak tiga bulan, uang yang diberikan saat penandatanganan kontrak juga belum penuh dibayarkan. Sebagian pemain belum menerima penuh dengan potongan 2-4 juta.
“Ada yang masih kurang 4 juta. Tapi rata-rata kurang dua juta dari gaji. Waktu saya tanyakan di awal tanda tangan kontrak Ketua Umum bilang malam itu pun bisa dibayarkan. Tapi sampai sekarang tak ada,” timpal Herman Batak.
Herman pun menyesalkan sikap Indra yang ditudingnya pengecut karena tidak berani menjumpai pemain hingga saat ini. “Dia itu tidak pantas sebagai pimpinan. Pengecut. Menjumpai kami pemain saja dia tidak berani. Harusnya bertanggung jawab. Kami terima dicoret. Kami tahu professional itu memang kejam. Tapi mana hak kami,” jelasnya.
Padahal disebut Herman, kontrak pemain terbilang kecil. Dari negosiasi ulang para pemain menyepakati untuk kontrak dalam jumlah minim. “Rata-rata pemain senior itu hanya Rp120 juta kontraknya per 10 bulan. Kalau pemain muda 60-80 juta rupiah. Tapi itu pun tidak bisa dilunasi,” jelas eks kiper Deltras dan Persiram itu.
Sementara itu Aun Carbiny menyebut tidak akan mau menerima SK pencoretan sebelum hak mereka dibayar.
“Selama belum ada pembayaran kami masih akan terus tuntut. SK tidak akan kami terima sebelum dibayar. Berarti kami masih pemain PSMS. Kami tidak masalah dicoret asalkan dibayar,” bebernya.
Kondisi ini pun mengundang keprihatian mantan pemain dan pelatih PSMS, Dollah Unai yang kemarin berkunjung ke Kebun Bunga. “Saya terpanggil kemari dan terkejut dengan berita soal dipecatnya Suimin dan pemain dicoret tapi belum dibayar. Kok bisa seperti ini. Marwah PSMS dan Ketum sekarang sudah jatuh. Kalau ada persoalan harusnya dia mau datang kemari untuk komunikasi. Kita harus hormati hak pemain dan pelatih. Sekarang ini zamannya sudah berbeda dari dulu. Sepak bola adalah pekerjaan dan mereka butuh uang,” ujarnya.
Dollah juga menyayangkan pemecatan Suimin yang dinilainya terlalu instan. “Prestasi tidak bisa didapat dengan instan. Dulu saja PSMS butuh dua tahun berbenah sebelum juara di tahun 1983. Saya juga harap PSMS maulah bersatu. Satu saja tidak kuat. Apalagi dua,” pungkasnya. (don)