PSMS vs Persib
MEDAN- Jangan Kalah dari Persib! Kalimat itu selalu membakar semangat PSMS saat berduel menghadapi musuh bebuyutannya itu. Setiap generasi selalu dititiskan sebuah tabu untuk kalah dari si Maung Bandung, julukan Persib.
Karena itu jangan heran jika atmosfer duel yang kerap disebut El Classico-nya Indonesia itu selalu membara. Tak terkecuali duel Minggu (17/6) malam ini di Stadion Teladan Medan dalam lanjutan Indonesian Super League (ISL) 2011/2012.
Keduanya telah berduel sejak eranya Perserikatan. Total pertemuan kedua tim pun mencapai 53 kali pertemuan di berbagai kompetisi sejak 1952 dan kedua tim saling mengalahkan. Memori paling berkesan tentunya saat kejayaan PSMS di masa lampau menumbang Persib dua kali lewat adu penalty di final Perserikatan pada 1983 dan 1985.
Keduanya sempat absen bertemu saat PSMS terdegradasi selama dua musim. Kemenangan terbesar dicatat PSMS saat menumbangkan Persib 5-0 pada Copa Indonesia 2005. Namun sederet memori manis itu tidak bisa dijadikan pijakan jika PSMS bakal dengan mudah membungkam Maung Bandung.
Apalagi sejak 2007, Ayam Kinantan seperti kehilangan taji. Kemenangan terakhir PSMS diraih pada April 2006. Ketika itu PSMS mempermalukan Persib di kandangnya 0-2. Selepas itu, PSMS paceklik menang. Duel terakhir di Soreang Januari lalu pun tak luput dari kekalahan (1-3).
Kini generasi Novi Handriawan cs yang dibesut Suharto yang akan menuntaskan misi menang. Apalagi PSMS memang sangat membutuhkan angka penuh untuk memperbaiki posisi di klasemen. Nangkring di posisi 14 sangatlah tidak nyaman karena dekat dengan zona degradasi.
Suharto sudah menebar optimisme. Hasil buruk di Papua membuatnya tak punya opsi lain selain memaksimalkan sisa laga kandang. Salah satunya duel kontra Persib ini. “Kita harus memaksimalkan laga kandang ini. Memang duel menghadapi Persib tidak mudah. Tapi dengan fanatisme dan karakter Medan yang akan kita tonjolkan nanti kita tak ingin kehilangan poin penuh,” katanya.
Kali ini tekad itu didukung dengan kekuatan yang komplit. Kembali bermainnya Nastja Ceh menjadi salah satu alasan untuk percaya diri. Pun dengan Nico Malau yang belakangan mulai menebar ancaman sebagai striker muda yang lincah. Keduanya tak ikut ke bumi cenderawasih karena cedera. “Semua pemain bisa tampil kecuali Ledi Utomo yang memang izin karena baru menjalani pernikahan. Kekuatan komplit ini memang membuat kita lebih percaya diri. Kembalinya Nico membuat saya bisa memasang dua striker dan mengembalikan posisi Zulkarnaen sebagai gelandang serang,” lanjut pelatih berkepala plontos.
Lini belakang yang rapuh kembali menjadi perhatian Suharto. Kebobolan delapan gol dari dua laga kontra Persipura dan Persiwa menjadi bukti sahih. Syukurnya striker Persib asal Singapura, Noh Alamshah absen menebar ancaman karena akumulasi. “Lini depan mereka memang ada sedikit perubahan tanpa Noh Alamshah. Tapi mereka masih punya Marcio Souza. Pertahanan tetap harus fokus dan jangan sampai hilang konsentrasi,” tambahnya.
Lantas bagaimana Persib? Atmosfer duel klasik ini kembali dirasakan Robby Darwis dari bangku pelatih. Ia salah satu pelakon sejarah saat berduel dengan PSMS di final perserikatan 1983 dan 1985. Tapi kini Persib posisinya relatif lebih baik dari PSMS dengan menghuni peringkat 9 klasemen. “Ya dulu sering berduel dengan PSMS. Tapi dulu sebagai pemain dan sekarang sebagai pelatih. Karakter dan gaya permainan tidak berubah menurut saya. Perubahan hanya ada di pemain,” katanya kemarin.
Robby melihat PSMS kini cukup solid. Terutama kehadiran Nastja Ceh yang menjadi salah satu pemain yang paling diwaspadai. “Ceh yang menjadi penyuplai bola ke lini depan PSMS. Dia juga membantu pertahanan cukup baik. Yang pasti dia jangan sampai diberi ruang gerak yang leluasa. Apalagi bola-bola matinya cukup bagus, jadi kita harus menghindari pelanggaran di daerah dekat kotak penalti,” katanya.
Tanpa Along, julukan Alamshah, Robby tak terlalu mempermasalahkan. “Pilihan bisa jatuh ke Aliyuddin, Sigit, Airlangga maupun Souza. Mudah-mudahan kita bisa menorehkan hasil yang baik,” pungkasnya. (mag-18)