26 C
Medan
Monday, September 30, 2024

Dualisme PSMS Merugikan

MEDAN- Dualisme di tubuh PSMS semakin nyata dan tak terhindarkan. Menyusul hasil rapat Joint Commite (JC) di markas AFC, Kuala Lumpur Kamis (20/9) lalu, PSMS kemungkinan ikut menenggelamkan diri dalam lautan dualisme dengan adanya dua kepengurusan. Kondisi ini pun sangat disesalkan para mantan pelatih PSMS.

Mantan Caretaker PSMS ISL, Suharto AD mengatakan dualisme liga tidak menjadi alasan bagi PSMS untuk juga ikut terseret dualisme. Pelatih berkepala plontos ini berharap PSMS tetap ada satu. “Harapan kami PSMS itu satu. Jangan mementingkan kepentingkan masing-masing. Kalau satu, itu tim akan kuat. Pendanaan juga tidak akan terlalu compang-camping,” ungkapnya.

Di satu sisi memang para pelatih maupun pemain mendapat lapangan pekerjaan yang lebih terbuka. Namun memandang nama besar PSMS yang kian hari semakin luntur, dualisme hanya akan merugikan. Apalagi jika nanti prestasinya menurun. Kondisi musim lalu di PSMS IPL dan ISL bisa menjadi pelajaran berharga.

“Nanti kalau prestasi tidak bagus, yang disalahkan pelatih dan pemain. Apa lagi sekarang, dengan kekacauan seperti ini, bahkan PSMS belum ada persiapan sama sekali,” katanya.

Lebih lanjut Suharto menyebutkan para pemain bimbang memutuskan masa depannya. “Mau keluar, tapi mereka masih berharap bermain di PSMS. Begitu juga dengan pengurus. Berharap pemain lokal Medan bertahan, tapi belum ada upaya apa-apa untuk mempertahankan pemain agar tidak keluar. Tapi ketika pemain sudah keluar, baru mereka sibuk,” lanjut Suharto.

Begitu juga dengan M Khaidir yang musim lalu mengarsiteki PSMS IPL. Ia mengkritisi keputusan dari atas sendiri membuat PSMS yang awalnya diharapkan bersatu kini sulit untuk bersatu. “Keputusan Joint committe itu seperti membenarkan suasana yang terjadi di PSMS, padahal keadaan ini sebenarnya tidak kondusif. Secara pribadi, saya tidak setuju dengan adanya dua PSMS, karena pasti dari segi pengurus nantinya akan bersaing yang cenderung ke arah tidak sehat. Kemudian, pemain akan terbagi dua. Pemain yang seharusnya bisa masuk dalam satu tim PSMS, harus terpecah dan bisa jadi tidak kokoh,” terang Khaidir.

Namun baginya sebagai pelatih, kondisi tersebut mengharuskannya untuk menerima. “Enggak ada masalah bagi saya mau melatih di PSMS IPL atau ISL. Dua-dua salah dan dua-duanya betul,” ujar pria yang kini diincar Deltras Sidoarjo itu.
Begitupun karena sudah menjadi otoritas dari pusat, akan merembet ke dalam. “Kalau dari atasnya sudah seperti itu, pasti akan berlanjut ke bawah. Ke depan, saya berharap PSSI tegas menambil sikap. Biarpun beresiko, PSSI harus tegas, walaupun sanksi mengancam. Karena kalau tidak, sepak bola Indonesia akan seperti ini terus,” ujar mantan pelatih PSDS, Persigo dan Persiraja ini. (don)

MEDAN- Dualisme di tubuh PSMS semakin nyata dan tak terhindarkan. Menyusul hasil rapat Joint Commite (JC) di markas AFC, Kuala Lumpur Kamis (20/9) lalu, PSMS kemungkinan ikut menenggelamkan diri dalam lautan dualisme dengan adanya dua kepengurusan. Kondisi ini pun sangat disesalkan para mantan pelatih PSMS.

Mantan Caretaker PSMS ISL, Suharto AD mengatakan dualisme liga tidak menjadi alasan bagi PSMS untuk juga ikut terseret dualisme. Pelatih berkepala plontos ini berharap PSMS tetap ada satu. “Harapan kami PSMS itu satu. Jangan mementingkan kepentingkan masing-masing. Kalau satu, itu tim akan kuat. Pendanaan juga tidak akan terlalu compang-camping,” ungkapnya.

Di satu sisi memang para pelatih maupun pemain mendapat lapangan pekerjaan yang lebih terbuka. Namun memandang nama besar PSMS yang kian hari semakin luntur, dualisme hanya akan merugikan. Apalagi jika nanti prestasinya menurun. Kondisi musim lalu di PSMS IPL dan ISL bisa menjadi pelajaran berharga.

“Nanti kalau prestasi tidak bagus, yang disalahkan pelatih dan pemain. Apa lagi sekarang, dengan kekacauan seperti ini, bahkan PSMS belum ada persiapan sama sekali,” katanya.

Lebih lanjut Suharto menyebutkan para pemain bimbang memutuskan masa depannya. “Mau keluar, tapi mereka masih berharap bermain di PSMS. Begitu juga dengan pengurus. Berharap pemain lokal Medan bertahan, tapi belum ada upaya apa-apa untuk mempertahankan pemain agar tidak keluar. Tapi ketika pemain sudah keluar, baru mereka sibuk,” lanjut Suharto.

Begitu juga dengan M Khaidir yang musim lalu mengarsiteki PSMS IPL. Ia mengkritisi keputusan dari atas sendiri membuat PSMS yang awalnya diharapkan bersatu kini sulit untuk bersatu. “Keputusan Joint committe itu seperti membenarkan suasana yang terjadi di PSMS, padahal keadaan ini sebenarnya tidak kondusif. Secara pribadi, saya tidak setuju dengan adanya dua PSMS, karena pasti dari segi pengurus nantinya akan bersaing yang cenderung ke arah tidak sehat. Kemudian, pemain akan terbagi dua. Pemain yang seharusnya bisa masuk dalam satu tim PSMS, harus terpecah dan bisa jadi tidak kokoh,” terang Khaidir.

Namun baginya sebagai pelatih, kondisi tersebut mengharuskannya untuk menerima. “Enggak ada masalah bagi saya mau melatih di PSMS IPL atau ISL. Dua-dua salah dan dua-duanya betul,” ujar pria yang kini diincar Deltras Sidoarjo itu.
Begitupun karena sudah menjadi otoritas dari pusat, akan merembet ke dalam. “Kalau dari atasnya sudah seperti itu, pasti akan berlanjut ke bawah. Ke depan, saya berharap PSSI tegas menambil sikap. Biarpun beresiko, PSSI harus tegas, walaupun sanksi mengancam. Karena kalau tidak, sepak bola Indonesia akan seperti ini terus,” ujar mantan pelatih PSDS, Persigo dan Persiraja ini. (don)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/