MARELAN-Belum adanya kesepakatan harga dalam pembebasan lahan untuk revitalisasi pembangunan Pasar Induk Mini di Jalan Marelan Raya, Pasar V, Kelurahan Rengas Pulau, Kecamatan Medan Marelan, membuat Pemko Medan akan menempuh jalur konsinyasi ke pengadilan. Hal ini terpaksa dilakukan, karena warga pemilik 3.000 meter tanah yang akan dibebaskan tetap bertahan meminta ganti rugi senilai Rp5 juta per meter.
“Adanya kendala dalam pembebasan tanah itu, makanya perlu ada sistem konsinyasi. Sedangkan kebutuhan untuk pembangunan pasar induk Marelan telah mendesak,” ujar Lurah Rengas Pulau Kecamatan Medan Marelan H Irawan Daniel Nasution, Jumat (10/5) kemarin.
Dia mengatakan, sistem konsinyasi dilakukan ketika tidak ada kesepakatan harga antara pemerintah dan tanah masyarakat yang akan dibebaskan. Sistem konsinyasi tersebut yaitu pemerintah menitipkan uang ganti rugi kepada pengadilan. Kemudian, warga yang merasa memiliki tanah tersebut berhadapan dengan pengadilan.
Saat ini, kata Daniel, pemko telah melakukan inventarisasi terhadap tanah yang terkena proyek pembangunan Pasar Induk Mini Marelan. “Rencana pelaksanaan pasar akan segera dilaksanakan, setelah proses pembebasan lahan rampung. Untuk itu perlu dilakukan konsinyasi guna mempercepat pembebasan tanah,” katanya.
Hingga kini proyek revitalisasi pembangunan Pasar Induk Mini Marelan, belum juga terlaksana karena masih terkendala soal pembebasan tanah.
Meski saat ini pembebasan tanah warga sudah berjalan 95 persen, namun ada sekitar 5 warga yang hingga kini belum bersedia digusur, dengan alasan meminta ganti rugi Rp5 juta per meter, sedangkan pemerintah tim independen menggupi Rp1,1 juta per meternya.
Sementara itu, DPRD Medan mendukung bila lahan warga yang menolak dibebaskan untuk pembangunan pasar untuk kepentingan umum diputuskan lewat konsinyasi ke pengadilan. Cara itu perlu dilakukan agar pembangunan Pasar Induk Mini Marelan yang kini sudah sangat mendesak itu segera selesai.
“Bila tim pelaksana pembebasan tanah mengambil langkah konsinyasi dapat dibenarkan karena sesuai PP Nomor 39 tahun 2006 tentang tata cara pembebasan lahan masyarakat. Dalam salah satu pasalnya terdapat pilihan penyelesaian pembebasan tanah bila sulit dilakukan atau tidak ada kesepahaman antar kedua belah pihak,” ungkap Ketua Komisi C DPRD Medan A Hie.
Langkah konsinyasi, lanjut A Hie, sebagai jalan penengah. Begitupun, sambung politisi Partai Demokrat, ia berharap upaya konsinyasi jangan sampai menimbulkan gejolak sosial antar kedua belah pihak.
“Memang menempuh upaya hukum menjadi hak semua warga negara, namun harus segera disikapi secara arif agar tidak merugikan. Dan dampak dari mengambil jalur hukum itu justru akan mennghambat realisasi pembangunan pasar. Padahal pasar induk mini itu harus segera dibangun untuk kepentingan masyarakat umum,” pungkas A Hie.(rul)