26 C
Medan
Sunday, June 30, 2024

80 Persen Pemda Terjerat Utang

Sumut Rp144,6 Miliar, Medan Rp211,5 Miliar

Perilaku buruk pemerintah pusat yang suka menumpukan utang ternyata menular ke level pemerintah daerah. Bahkan, lebih dari 80 persen pemerintah daerah memiliki utang. Nilainya cukup fantastis. Akumulasi utang pada 2008 mencapai Rp7,2 triliun dan meningkat menjadi Rp7,8 triliun per tahun 2009.

“PERMASALAHAN utang rupanya bukan hanya domain pemerintah pusat. Pemerintah daerah juga mempunyai hobi berutang,” kata Koordinator Investigasi dan Advokasi, Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Uchok Sky Khadafi di Jakarta, kemarin (31/7).

Uchok menerangkan FITRA memperoleh data mentah APBD dari Direktorat Perimbangan Keuangan, Kementerian Keuangan. Untuk tahun 2008, terang Uchok, FITRA memperoleh data APBD di 33 provinsi dan 406 kabupaten/kota. Dari sana, untuk 2008, ditemukan 365 kabupaten/kota dan 26 provinsi memiliki utang.

Sedangkan untuk 2009, FITRA mengolah data APBD di 387 kabupaten/kota dan 33 provinsi. Hasilnya ada 26 provinsi dan 365 kabupaten/kota yang memiliki utang. Sebagai catatan, jumlah kabupaten/kota di Indonesia sampat saat itu adalah 495, lalu bertambah menjadi 497 pada 2009. Sedangkan, jumlah provinsi sebanyak 33 provinsi.

“Datanya kurang lengkap, karena banyak daerah yang nggak memberikan datanya ke ditjen perimbangan anggaran atau daerah nggak mau up date data. Padahal dirjen sudah menyediakan formnya,”terang Uchok.

Dari penelusuran FITRA, Jawa Timur memegang rekor sebagai provinsi dengan utang paling banyak. Jawa Timur mencatat utang Rp448,6 miliar pada 2008 dan Rp445,9 miliar per tahun 2009. “Jadi, juaranya Jawa Timur,” sindir Uchok, lantas tertawa.

Setelah Jawa Timur, untuk 2008, menyusul DKI Jakarta Rp371,9 miliar, Kalimatan Selatan Rp202,3 miliar, dan Jawa Tengah Rp161,7 miliar. Sedangkan, pada 2009, berturut-turut, kembali di bawah Jawa Timur, adalah Jawa Tengah Rp168,1 miliar, Sumatera Utara (Sumut) Rp144,6 miliar, dan Riau Rp96,7 miliar.

Bagaimana dengan level kabupaten/kota? Menurut Uchok, pada 2008, Kota Surabaya menjadi runner up dengan utang Rp181,5 miliar. Pengutang paling banyak adalah Kabupaten Kutai, yakni Rp604,1 miliar. Di bawahnya adalah Kota Medan Rp 174,7 miliar, Kabupaten Banyuasin Rp134,3 miliar, dan Kota Makassar Rp133,4 miliar.
Sedangkan, untuk 2009, Kabupaten Kutai tetap tertinggi dengan utang Rp286,3 miliar. Kemudian, Kota Medan Rp211,5 miliar, Kota Surabaya Rp203 miliar, dan Kabupaten Bojonegoro Rp194,2 miliar.

Untuk tahun 2010 dan 2011, Uchok mengaku FITRA baru memperoleh data yang sangat terbatas dan tengah menganalisisnya. Tapi, dengan melihat tren 2008 dan 2009, FITRA menyimpulkan hasrat untuk berutang di daerah sama sekali tidak surut.

Uchok menegaskan gaya para pengambil kebijakan di daerah, yakni kepala daerah, DPRD, dan birokrasi tak jauh berbeda dengan elit pusat. Bila di pusat, APBN selalu dibuat defisit, maka di daerah, APBD juga sengaja disusun defisit. Maksudnya, terang Uchok, untuk menarik minat para donatur, baik asing, maupun domestik supaya memberi utang kepada APBD.

“Mereka berani berutang kepada pihak ketiga juga karena berharap memperoleh rente atau persenan dari pihak donor ketika daerah berutang,” ungkap Uchok.

Sebelumnya, LSM Koalisi Anti Utang (KAU) juga merilis data bahwa sampai Juni 2011, total utang negara telah mencapai Rp1.804 triliun. Angka ini  meningkat Rp127 triliun dari posisi 2010 yang sebesar Rp1.667 triliun.
Sewaktu dikonfirmasi, Wakil Ketua Komisi II DPR Abdul Hakam Naja menilai, maraknya fenomena hutang dari daerah disebabkan proses pencairan hutang yang terlalu gampang. Mekanisme hutang selama ini ditempuh dalam dua bagian, bisa melalui hutang bank di daerah dan hutang luar negeri melalui Kementrian Keuangan. “Di tingkat Kemenkeu ini yang harusnya perlu pengendalian,” kata Hakam.

Dalam proses pengajuan hutang di Kemenkeu, prosesnya selalu lepas dari pengawasan Komisi II DPR sebagai alat kelengkapan DPR pengawas otonomi daerah. Daerah selama ini memiliki landasan di ketentuan UU Perimbangan Pusat dan Daerah untuk langsung mengajukan hutang.

“Nah, kita baru tahu di ujungnya, karena prosesnya memang tidak di kita (komisi II DPR),” kata Hakam. Sebagai contoh, saat berkunjung di dapil, Hakam menemukan fakta bahwa Pemkab Pekalongan pada APBD 2011 mengaku sudah defisit sebesar Rp32 miliar.

Potensi dari hutang yang menumpuk ini sangat negatif. Menurut Hakam, kurangnya kontrol dari DPR atas hutang daerah bisa berpotensi kebangkrutan. Ini karena, dana pinjaman terutama dari luar negeri tidak pernah gratis kompensasinya.

“Soft loan (hutang lunak) sudah membebani, apalagi kalau comercial loan (hutang komersil), itu dilarang,” ujar politisi PAN itu mewanti-wanti.

Ke depan, harus ada perubahan dalam UU Perimbangan Pusat dan Daerah. Menurut Hakam, Menteri Dalam Negeri harus dilibatkan dalam proses pengajuan hutang daerah. Selain itu, harus ada hierarki yang jelas bagaimana mekanisme pengajuan hutang agar bisa diawasi. “Sebelum diajukan ke Mendagri dan Menkeu, harus ke Gubernur dulu sebagai perwakilan pusat di daerah,” tandasnya. (pri/bay/jpnn)

Sumut Rp144,6 Miliar, Medan Rp211,5 Miliar

Perilaku buruk pemerintah pusat yang suka menumpukan utang ternyata menular ke level pemerintah daerah. Bahkan, lebih dari 80 persen pemerintah daerah memiliki utang. Nilainya cukup fantastis. Akumulasi utang pada 2008 mencapai Rp7,2 triliun dan meningkat menjadi Rp7,8 triliun per tahun 2009.

“PERMASALAHAN utang rupanya bukan hanya domain pemerintah pusat. Pemerintah daerah juga mempunyai hobi berutang,” kata Koordinator Investigasi dan Advokasi, Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Uchok Sky Khadafi di Jakarta, kemarin (31/7).

Uchok menerangkan FITRA memperoleh data mentah APBD dari Direktorat Perimbangan Keuangan, Kementerian Keuangan. Untuk tahun 2008, terang Uchok, FITRA memperoleh data APBD di 33 provinsi dan 406 kabupaten/kota. Dari sana, untuk 2008, ditemukan 365 kabupaten/kota dan 26 provinsi memiliki utang.

Sedangkan untuk 2009, FITRA mengolah data APBD di 387 kabupaten/kota dan 33 provinsi. Hasilnya ada 26 provinsi dan 365 kabupaten/kota yang memiliki utang. Sebagai catatan, jumlah kabupaten/kota di Indonesia sampat saat itu adalah 495, lalu bertambah menjadi 497 pada 2009. Sedangkan, jumlah provinsi sebanyak 33 provinsi.

“Datanya kurang lengkap, karena banyak daerah yang nggak memberikan datanya ke ditjen perimbangan anggaran atau daerah nggak mau up date data. Padahal dirjen sudah menyediakan formnya,”terang Uchok.

Dari penelusuran FITRA, Jawa Timur memegang rekor sebagai provinsi dengan utang paling banyak. Jawa Timur mencatat utang Rp448,6 miliar pada 2008 dan Rp445,9 miliar per tahun 2009. “Jadi, juaranya Jawa Timur,” sindir Uchok, lantas tertawa.

Setelah Jawa Timur, untuk 2008, menyusul DKI Jakarta Rp371,9 miliar, Kalimatan Selatan Rp202,3 miliar, dan Jawa Tengah Rp161,7 miliar. Sedangkan, pada 2009, berturut-turut, kembali di bawah Jawa Timur, adalah Jawa Tengah Rp168,1 miliar, Sumatera Utara (Sumut) Rp144,6 miliar, dan Riau Rp96,7 miliar.

Bagaimana dengan level kabupaten/kota? Menurut Uchok, pada 2008, Kota Surabaya menjadi runner up dengan utang Rp181,5 miliar. Pengutang paling banyak adalah Kabupaten Kutai, yakni Rp604,1 miliar. Di bawahnya adalah Kota Medan Rp 174,7 miliar, Kabupaten Banyuasin Rp134,3 miliar, dan Kota Makassar Rp133,4 miliar.
Sedangkan, untuk 2009, Kabupaten Kutai tetap tertinggi dengan utang Rp286,3 miliar. Kemudian, Kota Medan Rp211,5 miliar, Kota Surabaya Rp203 miliar, dan Kabupaten Bojonegoro Rp194,2 miliar.

Untuk tahun 2010 dan 2011, Uchok mengaku FITRA baru memperoleh data yang sangat terbatas dan tengah menganalisisnya. Tapi, dengan melihat tren 2008 dan 2009, FITRA menyimpulkan hasrat untuk berutang di daerah sama sekali tidak surut.

Uchok menegaskan gaya para pengambil kebijakan di daerah, yakni kepala daerah, DPRD, dan birokrasi tak jauh berbeda dengan elit pusat. Bila di pusat, APBN selalu dibuat defisit, maka di daerah, APBD juga sengaja disusun defisit. Maksudnya, terang Uchok, untuk menarik minat para donatur, baik asing, maupun domestik supaya memberi utang kepada APBD.

“Mereka berani berutang kepada pihak ketiga juga karena berharap memperoleh rente atau persenan dari pihak donor ketika daerah berutang,” ungkap Uchok.

Sebelumnya, LSM Koalisi Anti Utang (KAU) juga merilis data bahwa sampai Juni 2011, total utang negara telah mencapai Rp1.804 triliun. Angka ini  meningkat Rp127 triliun dari posisi 2010 yang sebesar Rp1.667 triliun.
Sewaktu dikonfirmasi, Wakil Ketua Komisi II DPR Abdul Hakam Naja menilai, maraknya fenomena hutang dari daerah disebabkan proses pencairan hutang yang terlalu gampang. Mekanisme hutang selama ini ditempuh dalam dua bagian, bisa melalui hutang bank di daerah dan hutang luar negeri melalui Kementrian Keuangan. “Di tingkat Kemenkeu ini yang harusnya perlu pengendalian,” kata Hakam.

Dalam proses pengajuan hutang di Kemenkeu, prosesnya selalu lepas dari pengawasan Komisi II DPR sebagai alat kelengkapan DPR pengawas otonomi daerah. Daerah selama ini memiliki landasan di ketentuan UU Perimbangan Pusat dan Daerah untuk langsung mengajukan hutang.

“Nah, kita baru tahu di ujungnya, karena prosesnya memang tidak di kita (komisi II DPR),” kata Hakam. Sebagai contoh, saat berkunjung di dapil, Hakam menemukan fakta bahwa Pemkab Pekalongan pada APBD 2011 mengaku sudah defisit sebesar Rp32 miliar.

Potensi dari hutang yang menumpuk ini sangat negatif. Menurut Hakam, kurangnya kontrol dari DPR atas hutang daerah bisa berpotensi kebangkrutan. Ini karena, dana pinjaman terutama dari luar negeri tidak pernah gratis kompensasinya.

“Soft loan (hutang lunak) sudah membebani, apalagi kalau comercial loan (hutang komersil), itu dilarang,” ujar politisi PAN itu mewanti-wanti.

Ke depan, harus ada perubahan dalam UU Perimbangan Pusat dan Daerah. Menurut Hakam, Menteri Dalam Negeri harus dilibatkan dalam proses pengajuan hutang daerah. Selain itu, harus ada hierarki yang jelas bagaimana mekanisme pengajuan hutang agar bisa diawasi. “Sebelum diajukan ke Mendagri dan Menkeu, harus ke Gubernur dulu sebagai perwakilan pusat di daerah,” tandasnya. (pri/bay/jpnn)

Previous article
Next article

Artikel Terkait

Gatot Ligat Permulus Jalan Sumut

Gatot-Sutias Saling Setia

Erry Nuradi Minta PNS Profesional

Terpopuler

Artikel Terbaru

/