Misteri 23 Mei di Puri Cikeas
Nazaruddin masih belum berhenti ‘berkicau’. Dalam persidangan perdana kemarin, mantan Bendahara Partai Demokrat itu menyebut nama Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono. Ia bertemu SBY pada 23 Mei malam, sebelum kabur ke Singapura.
Setelah ditahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sejak Agustus lalu, Muhammad Nazaruddin akhirnya duduk di kursi terdakwa. Ia didakwa menerima suap Rp4,67 miliar dari marketing PT Duta Graha Indah (DGI) Tbk, M El Idris terkait proyek Wisma Atlet SEA Games di Palembang.
Pada persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu (30/11), Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari KPK yang beranggotakan I Kadek Wiradana, Edy Hartoyo dan Anang Supriatna, menyatakan bahwa Nazaruddin selaku angggota DPR RI menerima lima lembar cek dari Idris. dengan nilai total cek Rp4.675.700.000.
“Patut diduga pemberian tersebut diberikan karena terdakwa telah mengupayakan PT DGI Tbk untuk mendapatkan proyek Wisma Atlet di Jakabaring,” ucap JPU, I Kadek Wiradana saat membacakan surat dakwaan.
Di hadapan majelis hakim yang diketuai Darmawati Ningsih itu Kadek Wiradana memaparkan, Nazaruddin selaku pemilik dan pengendali PT Anak Negeri, bersama istrinya Neneng Sri Wahyuni pada April 2010 memerintahkan anak buahnya Mindo Rosalina Manulang, untuk mendekati Sekretaris Kemenpora Wafid Muharam. Masih pada April 2010, Nazaruddin memperkenalkan Rosa ke Wafid Muharam di restoran Arcadia, Hotel Century Senayan.
Selain itu, Nazaruddin juga memperkenalkan Rosa ke Angelina Sondakh saat pertemuan di restoran Nippon Kan, Hotel Sultan. “Terdakwa meminta Angelina memfasilitasi Rosalina untuk mendapatkan proyek-proyek di Kemenpora,” ucap Wiradana.
Atas permintaan itu, Angelina yang juga Wakil Sekjen Partai Demokrat meminta Nazaruddin dan Rosalina untuk proaktif. “Angelina meminta terdakwa dan Rosalina menghubungi pihak Kemenpora,” sebut JPU.
Atas arahan Wafid, pada September 2010 PT DGI dimenangkan sebagai kontraktor proyek Wisma Atlet SEA Games senilai Rp191,67 miliar.
Akhirnya disepakati beberapa pihak mendapat komisi dari total nilai kontrak setelah dikurangi pajak. “Terdakwa mendapatkan fee 13 persen,” beber JPU.
Fee juga mengalir ke daerah. Antara lain untuk Gubernur Sumselatan 2,5 persen, Komite Pembangunan Wisma Atlet 2,5 persen, panitia lelang komisinya 0,5 persen. Sedangkan Mindo mendapat 0,2 persen,” sebut JPU.
Atas perbuatan itu, Nazaruddin dijerat dengan tiga dakwaan berlapis. Dalam dakwaan primair, pria kelahiran 26 Agustus 1978 di Bangun, Sumatera Utara itu didakwa menerima suap dan dijerat dengan pasal 12 huruf b UU Nomor 31 Tahu 1999 tentang Pemberantasan Tipikor dengan ancaman hukuman 20 tahun penjara. Sedangkan dalam dakwaan kedua, Nazaruddin dijerat pasal 5 ayat (2) juncto pasal 5 ayat (1) huruf b UU Pemberantasan Tipikor. Adapun pada dakwaan ketiga, Nazaruddin dikenai Pasal 11 UU Pemberantasan Tipikor.
Menanggapi dakwan tersebut, Nazaruddin sama sekali tak paham dakwaan JPU.
Menurutnya, selama proses penyidikan tak pernah diperiksa dan ditanyakan tentang materi dakwaan.
Nazaruddin mengaku baru buka mulut di hadapan penyidik, setelah ditanya tentang rentetan pertemuan pada 23 Mei 2011 sebelum pergi ke Singapura. “Saya hanya ditanya seputar tanggal 23 (Mei),” ungkapnya.
Sebelum terbang ke Singapura 23 Mei malam, Nazar mengaku sempat dipanggil Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ke Cikeas. “Tanggal 23 Mei saya dipanggil ke Cikeas oleh Pak SBY dan pengurus Demokrat terus saya berangkat ke Singapura ,” bebernya.
Hanya saja, penyidik KPK tidak pernah menanyakan soal pertemuan dengan SBY ataupun dengan pengurus Demokrat lainnya. “Diskip saja (dilewatkan), yang ditanyakan dari Singapura. Jelas ada yang ingin ditutup-tutupi,” tudingnya.
“Majelis hakim yang terhormat, saya tidak mengerti semua dakwaan jaksa,” kata Nazaruddin.
Praktisi hukum Hotman Paris Hutapea yang tergabung dalam Tim Penasihat Hukum Nazaruddin juga menyela dan mengajukan protes. Menurut Hotman, pihaknya tak pernah menerima Berita Acara Pemeriksaan (BAP) terkait kasus suap Wisma Atlet. “Yang ada hanya BAP perjalanan klien kami. Intinya, kami meminta hak kami BAP yang seperti didakwakan jaksa,” kata Hotman.
Namun demikian JPU tetap bergeming. “Semuanya sudah kami serahkan kepada terdakwa,” kata JPU Edy Hartoyo.
Saat majelis kembali meminta Nazaruddin memberi tanggapan atas dakwaan, mantan anggota Komisi III DPR itu justru berkeluh kesah. Ia mengaku bungkam saat menjalani pemeriksaan pertama dan kedua di KPK.
Nazaruddin mengaku baru buka mulut di hadapan penyidik, setelah ditanya tentang rentetan pertemuan pada 23 Mei 2011 sebelum pergi ke Singapura. “Saya hanya ditanya seputar tanggal 23 (Mei),” ungkap Nazaruddin dari kursi terdakwa.
Sebelum terbang ke Singapura 23 Mei malam, Nazar mengaku sempat dipanggil Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ke Cikeas. “Tanggal 23 Mei saya dipanggil ke Cikeas oleh Pak SBY dan pengurus Demokrat terus saya berangkat ke Singapura ,” bebernya.
Hanya saja, kata Nazaruddin, penyidik KPK justru tidak pernah menanyakan soal pertemuan dengan SBY ataupun dengan pengurus Demokrat lainnya. Sebab, penyidik KPK justru bertanya tentang Nazaruddin saat di Singapura.
“Diskip saja (dilewatkan), yang ditanyakan dari Singapura. Jelas ada yang ingin ditutup-tutupi,” tudingnya.
Akui Pertemuan Nazar-SBY
Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat (PD), Marzuki Alie mengakui Nazaruddin bertemu SBY di Cikeas, sebelum kabur ke Singapura. Tapi, kata Marzuki, pemanggilan oleh SBY itu untuk memecat Nazaruddin sebagai Bendahara Umum PD. Setelah itu, Nazar kabur ke Singapura.
“Jadi, dipanggil ke Cikeas itu untuk dipecat dan lalu dia kabur ke Singapura. Bukan koordinasi, melainkan dipecat sebagai bendahara umum partai,” ujar Marzuki Alie.
Pemecatan itu dipimpin langsung oleh Ketua Dewan Pembina sekaligus Ketua Dewan Kehormatan PD SBY, imbuh Marzuki Alie.
Usai persidangan, Nazaruddin menuding Ketua KPK Busyro Muqoddas hendak menghentikan penyelidikan kasus korupsi proyek sport center di Bukit Hambalang, Jawa Barat.
“Ini saya liat proyek Hambalang mau distop Pak Busyro. Karena ini ada bargaining soal calon pimpinan KPK ke depan,” tudingnya.
Menurutnya, dugaan kasus korupsi Hambalang sudah semestinya dinaikkan ke tingkat penyidikan dan diikuti dengan penetapan tersangka. Nazaruddin menyebut ada aliran dana dari kontraktor proyek Hambalang ke kantong politisi tertentu.
Namun Busyro, sebut Nazar, malah sengaja mengulur waktu. Nazar yang didakwa menerima lima lembar cek senilai Rp4,6 miliar terkait proyek Wisma Atlet SEA Games itu mengibaratkan Busyro laksana pemain sinetron. “Pak Busyro sengaja mengulur-ulur waktu. Seperti pemain sinetron,” tudingnya.(ara/fas/jpnn)