33.6 C
Medan
Tuesday, June 25, 2024

Pembenihan Unggul tak Ada

Ketergantungan Sumut pada Jawa soal jagung cukup mengusik. Apakah Sumut tidak bisa melepaskan ketergantungan itu?

Kepala Sub Bidang Program Dinas Pertanian Sumut, Lusiantini, menjelaskan hal itu tidak segampang membalikan tangan. Dengan kata lain, bukan berarti Sumut tidak bisa membuat bibit sendiri, melainkan sebaliknya. Tetapi untuk menanam jagung dibutuhkan benih yang berasal dari bibit. Sumut menanam bibit, tetapi untuk menanam jagung dibutuhkan benih dan pabrikan untuk membuat benih ini adanya di Jawa.

Pemilihan Jawa sendiri sebagai tempat pengembangan bibit dan benih jagung, menurut Lusi juga karena di daerah ini lebih memiliki lahan, selain itu para petani di Jawa lebih disiplin dalam menjalankan percobaan. “SDM di Jawa juga lebih murah dibandingkan di sini,” tambah Lusi.

Terkait dengan itu, kehadiran bibit asal Thailand sejatinya sudah cukup lama. Dari keterangan Kepala BBKP Bandara International Soekarno Hatta, Musyaffak Fauzi, bibit itu tiba di Indonesia melalui Bandara Soekarno-Hatta pada 12 Mei 2011 lalu. Kenapa cukup lama baru dipublikasi, kata Musyaffak, karena PT BS tidak terima tudiangan tersebut sehingga dilakukan pengujian beberapa kali. Setelah melalui pengujian metode ELISA, barulah PT BS menerima, dan rela dimusnahkan.

Menurut Wawan Sutian, Kepala Pengawasan dan Penindakan Balai Besar Karantina BSH, bibit jagung manis yang dibawa melalui paket kargo sebanyak 10 ton bisa menghancurkan 500.000 hektar tanaman padi dan jagung nasional. “Industri pertanian kita bisa turun kapasitas produksinya hingga 50 persen lebih, dan tidak ada obatnya untuk mengembalikan seperti sedia kala,” ujarnya.

PT BS menjual bibit jagung manis itu Rp 200.000/kg kepada petani. Jadi PT BS menderita rugi sekitar Rp 2 milliar. “Kerugian PT BS tidak seberapa jika dibandingkan dampak dari penanaman bibit tersebut,” pungkas Wawan. (mag-9)

Ketergantungan Sumut pada Jawa soal jagung cukup mengusik. Apakah Sumut tidak bisa melepaskan ketergantungan itu?

Kepala Sub Bidang Program Dinas Pertanian Sumut, Lusiantini, menjelaskan hal itu tidak segampang membalikan tangan. Dengan kata lain, bukan berarti Sumut tidak bisa membuat bibit sendiri, melainkan sebaliknya. Tetapi untuk menanam jagung dibutuhkan benih yang berasal dari bibit. Sumut menanam bibit, tetapi untuk menanam jagung dibutuhkan benih dan pabrikan untuk membuat benih ini adanya di Jawa.

Pemilihan Jawa sendiri sebagai tempat pengembangan bibit dan benih jagung, menurut Lusi juga karena di daerah ini lebih memiliki lahan, selain itu para petani di Jawa lebih disiplin dalam menjalankan percobaan. “SDM di Jawa juga lebih murah dibandingkan di sini,” tambah Lusi.

Terkait dengan itu, kehadiran bibit asal Thailand sejatinya sudah cukup lama. Dari keterangan Kepala BBKP Bandara International Soekarno Hatta, Musyaffak Fauzi, bibit itu tiba di Indonesia melalui Bandara Soekarno-Hatta pada 12 Mei 2011 lalu. Kenapa cukup lama baru dipublikasi, kata Musyaffak, karena PT BS tidak terima tudiangan tersebut sehingga dilakukan pengujian beberapa kali. Setelah melalui pengujian metode ELISA, barulah PT BS menerima, dan rela dimusnahkan.

Menurut Wawan Sutian, Kepala Pengawasan dan Penindakan Balai Besar Karantina BSH, bibit jagung manis yang dibawa melalui paket kargo sebanyak 10 ton bisa menghancurkan 500.000 hektar tanaman padi dan jagung nasional. “Industri pertanian kita bisa turun kapasitas produksinya hingga 50 persen lebih, dan tidak ada obatnya untuk mengembalikan seperti sedia kala,” ujarnya.

PT BS menjual bibit jagung manis itu Rp 200.000/kg kepada petani. Jadi PT BS menderita rugi sekitar Rp 2 milliar. “Kerugian PT BS tidak seberapa jika dibandingkan dampak dari penanaman bibit tersebut,” pungkas Wawan. (mag-9)

Previous article
Next article

Artikel Terkait

Gatot Ligat Permulus Jalan Sumut

Gatot-Sutias Saling Setia

Erry Nuradi Minta PNS Profesional

Terpopuler

Artikel Terbaru

/