Hasil Survei BPS Tentang Tingkat Kepuasan Jamaah Haji 2010
Badan Pusat Stastistik (BPS) menerima pesanan survei tingkat kepuasan jamaah ibadah haji musim 2010. Hasil survei yang mengolah kuisioner 3.929 jamaah itu menunjukkan, pelayanan katering masih banyak dikeluhkan. Sementara penampilan petugas haji selama di tanah suci dinilai memuaskan.
Paparan hasil survei kepuasan jamaah haji periode 2010 itu, dipaparkan langsung oleh Kepala BPS Rusman Heriawan kemarin (8/8). Menteri Agama (Menag) Suryadharma Ali (SDA) juga ikut dalam paparan hasil surve tersebut. Rusman menegaskan, hasil survei yang dilakukan mulai dari perjalanan jamaah di embarkasih hingga pulang kembali itu bisa dipertanggung jawabkan.
Rusman menjelaskan, ada banyak aspek yang dinilai dalam survei kepuasan tersebut. Seperti pelayanan petugas haji kloter maupun nonkloter, pelayanan ibadah, transportasi, akomodasi atau pemondokan, hingga layanan catering dan kesehatan. Secara keseluruhan, prosentase tingkat kepuasan jamaah untuk beberapa aspek itu mencapai 81,45 %. “Sesuai dengan skala yang ditentukan, persentase itu berada dilevel memuaskan atau di atas standar,” ucap dia.
Dari capaian tingkat kepuasan tersebut, Rusman lantas memecah lagi persentase kepuasan yang tertinggi dan yang terendah. Untuk tingkat kepuasan yang tertinggi adalah pelayanan petugas kloter (88,88%). Sedangkan tingkat pelayanan yang paling rendah adalah pada pelayanan katering (75,68%).
Indikator tingkat pelayanan petugas kloter yang cukup baik, bisa dipilah-pilah lagi. Indikator paling tinggi adalah para petugas kloter dinilai bersikap bagus, ramah, dan sopan dalam melakukan tugasnya. Selanjutnya, jamaah yang disurvei juga menilai penampilan petugas kloter dalam kerapian berpakaian cukup bagus.
Dalam hal pelayanan petugas kloter ini, Rusman juga mengatakan terdapat beberapa keluhan. “Tapi tingkatnya tidak dominan,” tuturnya. Keluhan pada petugas kloter diantaranya adalah lambat dalam menangani atau merespon keluhan jamaah. Alasannya, para petugas kloter ini juga tergoda untuk ikut menunaikan jamaah haji. Penyebab lainnya adalah sebagian besar petugas kloter tidak memiliki pengalaman menangani jamaah haji.
Sementara itu, survei ini menunjukkan berbagai persoalan katering yang menjadi keluhan para jamaah. Indeks kepuasan layanan katering yang paling dikeluhkan adalah ketersediaan termos makanan bagi jamaah yang melakukan lontar jumrah. Rusman menjelaskan, ketersediaan termos ini cukup penting untuk mencegah makanan katering basi.
Keluhan katering lainnya adalah ketidakcocokan cita rasa makanan yang disajikan dengan lidah orang Indonesia. Jamaah juga mengeluhkan tampilan penyajian, kebersihan, dan higinitas makanan yang disajikan.
Menag SDA lantas mencoba mengurai persoalan katering tersebut. “Urusan makanan ini memang sangat sensitif dan krusial,” ujar Ketua Umum DPP PPP itu. SDA mengatakan, komplain makanan basi tahun lalu dicoba tekan untuk haji musim 2011 ini. Caranya adalah, mengubah sistem penyajian. Dari model prasmanan, ke kotakan atau boks.
SDA menuturkan, perusahaan pemenang tander katering akan menggunakan bungkus yang bisa mencegah makanan cepat basi. Selain itu, bungkusan dibedakan untuk sarapan, makan siang dan malam.
“Kita juga mengimbau, pengemasan dilakukan ketika makanan sudah dingin,” tuturnya. Upaya ini, tentu akan sedikit memakan waktu.
Perubahan penyajian dari prasmanan ke boks menurut SDA bisa menekan kelemahan-kelemahan lainnya. Dia mengatakan, saat menerapkan pola prasmanan antrean jamaah haji yang akan mengambil makanan cukup panjang. Usaha menambah meja makan untuk menghidangkan makanan terbatas ketersediaan tempat.
Kelemahan lainnya dari sistem katering yang diterapkan tahun lalu adalah, jamaah haji yang paling depan mengambil katering mendapatkan makanan yang banyak. “Misalnya jatah buahnya satu, dia bisa mengambil tiga lebih,” ucap SDA. Akibatnya, muncul kasus jamaah yang berada di ujung antrean kehabisan makanan ketika sudah berada di depan meja prasmanan.
Sementara untuk keluhan kebersihan dan higinitas hidangan, SDA mengatakan timnya bakal memantau perusahaan katering. Muncul dugaan, untuk memperoleh laba yang tinggi, perusahaan katering itu menggunakan bahan makanan yang hampir kadaluarsa. “Apakah daging ayamnya sudah lama, atau sayurnya yang hampir layu,” urai SDA.
Untuk masalah cita rasa, SDA mengaku cukup kesulitan. Pasalnya, jamaah Indonesia terdiri dari puluhan suku. “Setiap suku memiliki cita rasa masakan berbeda-beda. Ada yang suda asin, pedas, atau manis,” tandasnya. Tentunya, lanjut SDA, beragam cita rasa tersebut sulit untuk dipenuhi sekaligus. Dia hanya mengatakan, bakal menambah jumlah koki warga negara Indonesia yang tinggal di tanah suci. Dari sekian kekuangan pelayanan tersebut, bakal dijadikan bahan evaluasi. (wan/jpnn)