Indonesia-Malaysia Dalam Sengketa Tanjung Datu dan Camar Bulan
Hubungan Indonesia dan Malaysia kembali memanas. Tentu ini terkait soal pencaplokan wilayah.
Menariknya, Pemerintah Indonesia membantah adanya pergesaran batas wilayah di Tanjung Datu dan Camar Bulan. Yang ada, pergeseran hanya karena abrasi.
Setidaknya hal ini diungkapkan Menko Politik Hukum dan Keamanan (Polhukam) Djoko Suyanto usai rapat koordinasi soal Wilayah Tanjung Datuk, Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat, Senin (10/10).
“Sebagai seorang gubernur, tak sejengkal tanah pun akan saya serahkan kepada Pemerintah Malaysia. Tanah itu akan tetap saya pertahankan.”
Cornelis
Gubernur Kalimantan Barat
Rapat koordinasi tersebut dihadiri Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi, Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa, Menteri Pertahanan Purnomo Yusdiantoro, Panglima TNI Laksmana Agus Suhartono dan Pangdam XII/Tanjung Pura Mayjen Geerhan Lantara. Sementara itu Kepala BIN tidak hadir dalam pertemuan tersebut dan diwakilkan Deputi II BIN Agus Putranto.
Di Tanjung Datu ada sekira 156 patok perbatasan. Selama ini yang disorot sejumlah kalangan adalah pencaplokan di patok A-01 dan patok A-104. “Untuk patok A-01, itu sekarang berada di tanah abrasi dan saat ini berada di bawah air. Titik kordinatnya masih tetap ada. Tidak ada kordinatnya yang berubah. Itu sejak perjanjian pada 1978 Indonesia dengan Malaysia,” katanya.
Senada dengan itu, Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa, mengatakan patok A-01 kini sudah tenggelam akibat abrasi dan karena itu juga sudah dibuatkan patok baru. “Sementara karena kedua belah pihak (Indonesia – Malaysia) harus menentukan letak pilar A-01 yang baru. Malaysia menetapkan RSTP-01 di wilayahnya, titik referensi di wilayahnya sendiri 3 meter dari titik A-01, sementara Indonesia juga memberikan patoknya di wilayahnya sendiri. Jadi jarak referensi itu 7 meter,” katanya.
Pendek kata, lanjut Marty, pilar A-01 memang sudah rusak karena ada abrasi dan bukan karena ada pemindahan. Selain itu dalam penciptaan patok yang baru Indonesia juga sudah berkoordinasi dengan Malaysia.
Sementara itu, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) Michael Tene menuturkan, ada wilayah sekitar 1,5 kilometer dari patok perbatasan Indonesia dan Malaysia di Dusun Camar Bulan yang patok perbatasan yang masih diperdebatkan. Selain di wilayah Dusun Camar Bulan, Tene juga mengatakan titip perbatasan yang rawan sengketa adalah di perairan Tanjung Datu. Lokasi keduanya, kata Tene, masih berdekatan. Menurut Tene, ada tiga ketentuan perbatasan yang ditetapkan khusus di kawasan perariran atau laut. Yaitu, batas landas kontinen, batas laut wilayah, dan batas zona ekonomi eksklusif (ZEE).
Dari ketiga ketentuan perbatasan tersebut, Tene mengatakan batas landas kontinen di Teluk Datu sudah disepakati antara Indonesia dan Malaysia. Sementara untuk batas laut wilayah dan batas ZEE masih terus dirembuk dalam meja perundingan. “Batas-batas tiga aspek itu harus final dulu. Jika ada yang kurang, perbatasannya belum komplet,” katanya.
Sebelumnya Gubernur Kalimantan Barat Cornelis mengaku terkejut mendengar informasi yang menyebutkan masuknya Dusun Camar Bulan, Desa Temajuk, Kecamatan Paloh, Kabupaten Sambas, seluas 1.499 hektare ke dalam wilayah administratif Pemerintah Diraja Malaysia.
Ia pun lantas menegaskan jika wilayah tersebut masuk wilayah Indonesia yang sah berdasarkan Traktat London tahun 1824. “Sebagai seorang gubernur, tak sejengkal tanah pun akan saya serahkan kepada Pemerintah Malaysia. Tanah itu akan tetap saya pertahankan,” tegas Cornelis di Pontianak.
Menurutnya, Traktat London adalah kesepakatan bersama antara Kerajaan Inggris dan Belanda terkait pembagian wilayah administrasi tanah jajahan kedua negara. Salah satu isi perjanjian itu adalah batas negara antara Indonesia dan Malaysia di Kalimantan didasarkan pada watershead. Artinya, pemisahan aliran sungai atau gunung, deretan gunung, batas alam dalam bentuk punggung pegunungan sebagai tanda pemisah.
“Kita sudah tahu bahwa karakter Dusun Camar Bulan itu datar. Tidak ada gunung atau pegunungan Juga tidak ada sungai di sana. Sehingga sangat tidak memenuhi syarat sebagai watershead. Lalu kenapa wilayah itu harus masuk ke peta Malaysia,” tegas Cornelis. (mnk/uni/wan/jpnn)
Baca juga : Tak Ada Kata Mundur