26.7 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Kalau Gagal, Mendagri pun Siap Mundur

Pernyataan siap mundur Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Gamawan Fauzi kembali ditegaskan. Kali ini, sikap itu disampaikan dalam forum resmi. Dalam rapat kerja dengan Komisi II DPR RI yang membahas Kartu Tanda Penduduk Elektronik (e-KTP), Gamawan berjanji akan mengundurkan diri jika proyek yang ditarget tuntas 2012 itu gagal terealisasi tepat waktu.

“Saya katakan kalau 170 juta warga tidak selesai di 2012, saya minta berhenti jadi Mendagri,” ujar Gamawan dalam raker bersama Komisi II DPR, Senin (19/9).

Menurut Gamawan, dirinya berani memberikan garansi jabatan, karena sudah terlalu banyak informasi yang salah terkait proyek e-KTP. Mulai dari proyek tender, ada informasi yang menyatakan bahwa proyek e-KTP bisa dituntaskan dengan dana Rp4,7 triliun. Informasi itu disampaikan oleh pihak yang mengaku dicoret dari keikutsertaan tender proyek e-KTP. “Peserta 4,7 triliun itu tidak pernah ikut tender. Dia sudah gagal di administrasi,” kata Gamawan.
Karena gagal, maka muncul pernyataan bahwa Kementrian dalam negeri melakukan mark-up, dengan menganggarkan proyek e-KTP sebesar Rp5,9 triliun. Menurut Gamawan, terbangunnya opini bahwa Kemendagri melakukan praktek kotor itu membuat dia berani mempertaruhkan jabatannya. “Seolah-olah dibangun suasana kami yang salah, mereka itulah yang justru menjadi mafia saat ini,” ujarnya.

Gamawan menjelaskan, munculnya angka Rp5,9 triliun itu berdasarkan pembahasan panjang dengan pihak lain. Saat proyek e-KTP digagas, diasumsikan satu KTP elektronik dihargai sebesar US$ 2 atau sekitar Rp18 ribu. “Jika dikalikan dengan 170 juta penduduk wajib ber-KTP, maka ketemu angka 344 juta dollar (sekitar Rp3 triliun, red),” jelas Gamawan.

Dana itu, kata Gamawan, baru sebatas pengadaan fisik KTP. Kemendagri perlu memperhitungkan biaya peralatan, biaya instalasi, termasuk biaya pelatihan dan pendampingan proyek e-KTP. Semua peralatan harus dibeli dari luar negeri. Kemendagri membuat Harga Perkiraan Sendiri sebesar Rp5,9 triliun yang kemudian diajukan ke Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan. “Rekomendasi BPKP menyatakan harga itu wajar,” jelasnya.

Ketua Komisi II DPR RI Chairuman Harahap memberikan apresiasi khusus atas pernyataan Gamawan itu. Dia menilai, jarang atau bahkan belum pernah seorang pejabat negara di Indonesia berani mempertaruhkan jabatan demi sebuah proyek. “Ini harus diapresiasi, kita kasih applaus dulu dengan Pak Menteri,” ujarnya diiringi tepuk tangan para anggota Komisi II DPR.

Anggota Komisi II DPR Abdul Malik Haramain menyatakan, komitmen Mendagri patut diapresiasi. Setidaknya, pernyataan Mendagri itu bisa melecut semangat para staf di Kemendagri untuk bekerja sungguh-sungguh. “Dengan begini, para staf bisa bekerja dengan serius demi Mendagri,” ujarnya. (bay/jpnn)

Pernyataan siap mundur Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Gamawan Fauzi kembali ditegaskan. Kali ini, sikap itu disampaikan dalam forum resmi. Dalam rapat kerja dengan Komisi II DPR RI yang membahas Kartu Tanda Penduduk Elektronik (e-KTP), Gamawan berjanji akan mengundurkan diri jika proyek yang ditarget tuntas 2012 itu gagal terealisasi tepat waktu.

“Saya katakan kalau 170 juta warga tidak selesai di 2012, saya minta berhenti jadi Mendagri,” ujar Gamawan dalam raker bersama Komisi II DPR, Senin (19/9).

Menurut Gamawan, dirinya berani memberikan garansi jabatan, karena sudah terlalu banyak informasi yang salah terkait proyek e-KTP. Mulai dari proyek tender, ada informasi yang menyatakan bahwa proyek e-KTP bisa dituntaskan dengan dana Rp4,7 triliun. Informasi itu disampaikan oleh pihak yang mengaku dicoret dari keikutsertaan tender proyek e-KTP. “Peserta 4,7 triliun itu tidak pernah ikut tender. Dia sudah gagal di administrasi,” kata Gamawan.
Karena gagal, maka muncul pernyataan bahwa Kementrian dalam negeri melakukan mark-up, dengan menganggarkan proyek e-KTP sebesar Rp5,9 triliun. Menurut Gamawan, terbangunnya opini bahwa Kemendagri melakukan praktek kotor itu membuat dia berani mempertaruhkan jabatannya. “Seolah-olah dibangun suasana kami yang salah, mereka itulah yang justru menjadi mafia saat ini,” ujarnya.

Gamawan menjelaskan, munculnya angka Rp5,9 triliun itu berdasarkan pembahasan panjang dengan pihak lain. Saat proyek e-KTP digagas, diasumsikan satu KTP elektronik dihargai sebesar US$ 2 atau sekitar Rp18 ribu. “Jika dikalikan dengan 170 juta penduduk wajib ber-KTP, maka ketemu angka 344 juta dollar (sekitar Rp3 triliun, red),” jelas Gamawan.

Dana itu, kata Gamawan, baru sebatas pengadaan fisik KTP. Kemendagri perlu memperhitungkan biaya peralatan, biaya instalasi, termasuk biaya pelatihan dan pendampingan proyek e-KTP. Semua peralatan harus dibeli dari luar negeri. Kemendagri membuat Harga Perkiraan Sendiri sebesar Rp5,9 triliun yang kemudian diajukan ke Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan. “Rekomendasi BPKP menyatakan harga itu wajar,” jelasnya.

Ketua Komisi II DPR RI Chairuman Harahap memberikan apresiasi khusus atas pernyataan Gamawan itu. Dia menilai, jarang atau bahkan belum pernah seorang pejabat negara di Indonesia berani mempertaruhkan jabatan demi sebuah proyek. “Ini harus diapresiasi, kita kasih applaus dulu dengan Pak Menteri,” ujarnya diiringi tepuk tangan para anggota Komisi II DPR.

Anggota Komisi II DPR Abdul Malik Haramain menyatakan, komitmen Mendagri patut diapresiasi. Setidaknya, pernyataan Mendagri itu bisa melecut semangat para staf di Kemendagri untuk bekerja sungguh-sungguh. “Dengan begini, para staf bisa bekerja dengan serius demi Mendagri,” ujarnya. (bay/jpnn)

Artikel Terkait

Gatot Ligat Permulus Jalan Sumut

Gatot-Sutias Saling Setia

Erry Nuradi Minta PNS Profesional

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/