Menurut Kepala Divisi Humas Polri Irjen Anton Bachrul Alam, hasil gelar perkara kasus ini telah memberikan titik terang siapa saja yang diduga terlibat. “Polri akan melanjutkan proses penyidikan sampai ke pengguna surat,” tandas bekas Kapolda Kepulauan Riau ini.
Namun, Anton menolak menyebutkan siapa saja yang akan disidik sebagai pengguna surat tersebut. Kendati begitu, dia menyatakan bahwa kepolisian sudah mengantongi data dan bukti-bukti keterlibatan mereka. Tidak tertutup kemungkinan tersangka bertambah dalam waktu dekat.
Pengguna Surat Palsu MK Bakal jadi Tersangka
Ada Kemungkinan, tersangka surat palsu putusan Mahkamah Konsitusi (MK) bertambah dalam waktu dekat.
“Kami sedang proses itu. Kalau ditemukan dugaan penyimpangan, maka tersangka bisa bertambah,” ucapnya.
Sumber penyidik di lingkungan Bareskrim Polri menginformasikan, nama bekas anggota KPU Andi Nurpati mencuat lantaran diduga menggunakan surat palsu MK nomor 112 tertanggal 14 Agustus 2009.
Surat palsu tersebut, kata sumber ini, sampai ke tangan Andi setelah dikirim tersangka Masyhuri Hasan, juru panggil MK, lewat faksimili ke ruang kerja Andi. Surat yang diduga palsu tersebut, sambungnya, dipakai Andi dalam rapat pleno KPU.
Namun, menurut kuasa hukum Andi, Deny Kailimang, surat tanggal 14 yang diterima KPU, tidak diketahui siapa yang menerima dan siapa yang mengirimnya. Yang jelas, ada di meja Ketua KPU dengan lembar disposisi dari Ketua ke Sekjen KPU, dari Sekjen ke Biro Hukum dan Biro Teknis. Sehingga, menurut Deny, tidak ada yang mengetahui bahwa surat itu palsu saat dipakai dalam sidang pleno KPU oleh para komisioner. Setelah ada surat MK tanggal 17, maka pleno batalkan surat tanggal 14.
“Jadi, yang pakai semua komisioner KPU. Kalaupun dikategorikan sebagai pengguna surat, semua komisioner KPU bisa kena. Surat itu pun sudah dibetulkan. Jadi, siapa yang dirugikan,” belanya.
Surat yang disebut palsu itu, lanjut Deny, sempat dibahas dalam rapat pleno KPU bersama Bawaslu. Tapi, lanjutnya, hasil keputusan rapat pleno tersebut tidak sampai keluar.
“Hasil pembahasan dalam pleno atau keputusan pleno dibatalkan. Jadi, keputusan mengenai sengketa pemilu Sulsel itu tidak sampai keluar,” ujarnya.
Dikonfirmasi seputar rencana penetapan status tersangka terhadap pengguna surat itu, Kadiv Humas Polri Anton Bachrul Alam tidak mau menjawab. Demikian halnya Direktur I Pidana Umum Bareskrim Polri Brigjen Agung.
Agung hanya menyatakan bahwa jajarannya tengah konsentrasi memanggil para saksi. Namun, dia ogah menyebut nama para saksi itu. “Ada saksi-saksi yang akan dimintai keterangan lanjutan,” katanya.
Sedangkan pengacara tersangka bekas panitera MK Zainal Arifin Hoesein, Andi M Asrun meminta kepolisian lebih cepat menyelesaikan kasus ini. Dia pun menilai, nuansa politis dalam penuntasan kasus ini terasa sangat kental.
Andi juga memprotes penetapan status kliennya sebagai tersangka. Menurut dia, tuduhan terlibat mengonsep surat itu tidak tepat. Soalnya, kata dia, justru tandatangan kliennya dipalsukan. “Zainal sama sekali tidak pernah terlibat pembuatan surat dan tidak menandatangani surat tersebut,” belanya.
Namun, Anton Bahrul Alam berkata lain. Menurutnya, hasil gelar perkara menyimpulkan, Zainal ikut membuat dan mengonsep surat palsu tersebut. “Mengapa Pak Zainal dijadikan tersangka? Ada bukti-bukti yang kami dapat, Pak Zainal mengonsep, seharusnya tidak ada kata penjumlahan, tapi jadi ditambah jumlah suara,” papar Kadivhumas Polri.
Temuan penyidik tersebut, menurut Anton, telah diterima Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) dan Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum (Satgas PMH). Diketahui kasus ini terkait sengketa perolehan suara caleg dapil I Sulsel antara Dewi Yasin Limpo (Hanura) versus Mestariyani Habie (Gerindra). (rm/jpnn)