25 C
Medan
Monday, July 1, 2024

Bukti Kegagalan Kapolri

Pengamanan Masih Ambil Korban Jiwa

Bentrok antara Brimob dengan warga yang menewaskan tiga warga di Sape, Bima mendapat reaksi keras Anggota DPR RI. Anggota Komisi III DPR RI, Aboebakar Alhabsy menegaskan, polisi harus segera berbenah dan  perlu benar-benar melakukan reformasi diri terutama menyangkut persoalan penanganan massa dan huru hara.

“Tewasnya tiga orang serta delapan pengunjuk rasa yang terkena luka tembak di Bima hari ini menunjukkan kegagalan polisi dalam mengelola keamanan aksi unjuk rasa,” kata Aboe, Sabtu (24/12).

Ia menambahkan, kegagalan ini menambah daftar hitam penanganan masa oleh Polri.
Sebagaimana diketahui, kata Aboe, pengamanan yang dilakukan Polri di Sumsel, Lampung maupun Papua juga memakan korban.

“Pistol dan peluru yang diberikan kepada mereka seharusnya digunakan dengan benar, jangan digunakan untuk menembak mahasiswa atau para petani. Mereka bukan teroris, bukan pula perampok uang negara, jadi jangan represif,” kata Aboe.

Ditegaskan Aboe, Polri seharusnya mengedepankan pendekatan persuasif kepada rakyat. Tegasnya lagi, jangan selalu menyalakkan senapan kepada rakyat jelata. “Saya kira kita perlu evaluasi, kalo perlu seperti di Meksiko yang memecat 900 polisi bermasalah dan menggantikan fungsinya dengan Angkatan laut,” katanya.

Seperti diketahui, tiga pengunjuk rasa dari Front Rakyat Anti Tambang (FRAT) yang tewas di Sape, Bima, Nusa Tenggara Barat, Sabtu (24/12). Mereka adalah Arief Rahman (19), Syaiful (17), dan Ansyari (20) yang tewas akibat tembakan peluru yang diduga  dari aparat keamanan.

Informasi yang dihimpun, ketiga korban bersama para pengunjuk rasa lainnya, menutup jalur lalu lintas ke Pelabuhan Sape sejak 20 Desember 2011. Mereka  menuntut pencabutan SK Bupati Bima Nomor 188 Tahun 2010 tentang izin pertambangan PT Sumber Mineral Nusantara (SMN) dan pembebasan seseorang berinisial AS, tersangka pembakaran kantor Camat Lumbu yang terjadi pada 10 Maret 2011 telah diserahkan ke kejaksaan.

Dalam kasus terbaru ini, 47 warga ditetapkan sebagai tersangka kasus huru-hara karena merusak fasilits umum saat aksi unjukrasa berlangsung Sabtu kemarin. Tiga orang di antaranya disangka sebagai provokator aksi pendudukan Pelabuhan Sape yang berakhir dengan pengerusakan serta pembakaran sejumlah bangunan milik warga dan negara. “Ada 47 orang ditetapkan sebagai tersangka, semuanya warga,” kata Kadiv Humas Mabes Polri, Irjen Pol Saud Usman Nasution di Mabes Polri, Jakarta, Minggu (25/12).

“Ada 3 tersangka aktor intelektual atas nama H, A alias O dan SY. Kita sudah memantau dan mereka beroperasi sebagai provokator,” sambungnya.

Seluruh tersangka itu dianggap terlibat dalam aksi anarkisme pasca bentrokan pembubaran pendudukan warga atas Pelabukan Sape, Bima, NTB, oleh Brimob Polda NTB. Kelompok warga yang meninggalkan lokasi ternyata melakukan aksi pengerusakan dan pembakaran terhadap sejumlah bangunan.

“Yang dibakar adalah Kantor BPN, Mapolsek Lambu, asrama Mapolsek Lambu dan rumah dinas Kapolsek Lambu. Yang dirusak adalah kantor UPDT, kantor Pemuda dan Olahraga, 3 bangunan BTN dan 20 rumah warga,” papar Saud.
Seluruh tersangka akan diperiksa satu persatu sehingga diketahui keterlibatan masing-masing tidak hanya dalam aksi pengerusakan dan pembakaran. Melainkan juga pendudukan jembatan dan Pelabuhan Sape.nghubungkan Aceh hingga Los Palos, Timor Leste.

Menyangkut tembakan yang dilakukan anggota Polri terhadap warga,Kadiv Humas berkeyakinan pihaknya telah melakukan sesuai dengan prosedur. Tindakan represif diambil karena adanya perlawan dari warga dengan senjata tajam dan bom molotov. “Protap Nomor 1 Tahun 2010 merupakan penanganan terhadap unjuk rasa anarkis. Diatur penembakan untuk melumpuhkan bukan membunuh,” katanya.

Menyangkut tiga warga yang tewas dalam bentrok dengan Brimob, Kadiv Humas mengaku hingga saat ini pihaknya masih menerima dua yang tewas. “Sejauh ini korban tewas ada dua orang warga atas nama Arif Rahman dan Saiful,” tegas Kadiv Humas.

“Kemarin ada yang katakan sampai ada 11 korban yang tewas. Bila memang ada, silakan tunjukkan,” sambungnya.
Sementara untuk korban luka-luka, tercacat ada 10 orang yang semuanya masih menjalani perawatan di RSUD Bima. Sebanyak dua hingga tiga orang di antara mereka mengalami luka tembak. Jumlah korban tewas dalam bentrokan di Pelabuhan Sape sempat dikabarkan berjumlah tiga orang. Bahkan ada isu yang menyatakan ada mahasiswa anggota IMM yang tewas dalam bentrokan, namun belakangan IMM membantahnya. (net/jpnn)

IMM Sumut Prihatin

Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Sumatera Utara prihatin terhadap tragedi Bima  di NTB yang terjadi, Sabtu (24/12).

“Kita lihat sendiri  secara kasat mata di siaran televisi. Banyak pengunjuk rasa yang diperlakukan seperti tidak manusiasi oleh polisi. Seharusnya, polisi tidak seperti itu kepada pengunjuk rasa,” bilang Zeprijal,  Ketua DPD IMM Sumut, didamping Sekretaris Jahidin Hidayat Daulat dan pengurus IMM Sumut saat jumpa pers yang digelar di Garuda Plaza Hotel Jalan SM Raja Medan, Minggu (25/12).

Dilanjutkannya, pihak DPD IMM Sumut akan  menggelar aksi unjuk rasa. “Kita akan bermusyarah dulu dengan seluruh PC yang ada di Sumut untuk menentukan kapan aksi unjuk rasa moral tersebut akan digelar. Yang jelas aksi tersebut akan dilakukan secepatnya,” bilang Zeprijal.

Mantan kader IMM, H Ibrahim Sakti Batu Bara menyebutkan dirinya sangat menyayangkan sikap polisi yang melakukan tindakan yang  asal main pukul saja terhadap para pengunjuk rasa.

“Seharusnya pihak kepolisian tidak boleh main pukul saja terhadap para pengunjuk rasa,” bilangnya Ibrahim.
Untuk itu, Ibrahim meminta kepada Kapolri untuk mengusut polisi yang melakukan aksi main pukul terhadap para pengunjuk rasa.

“Ini menunjukkan polisi selalu bersikap arogan terhadap masyarakat. Buktinya yang kita lihat bersama-sama di siaran media elektronik, polisi main pukul saja terhadap pengunjuk rasa. Seharusnya, polisi mengamankan pengunjuk rasa. Bukan mangamankan sambil memukul,” sesalnya.

Kordinator Badan Pengurus Kashum Sumut, Luhut Parlinggoman Siahaan mengatakan, tindakan bak cowboy kembali ditunjukkan oleh kepolisian. Kashum Sumut meminta Kapolri mengusut tuntas aksi penembakan terhadap warga dan menindak tegas anggota-anggotanya. (omi)

Daftar Hitam Pengamanan Polri

  • Pengamanan perusahaan tambang Freeport Indonesia  di Timika, Papua
  • Pengamanan perkebunan sawit di Mesuji, Lampung Sumatera Selatan
  • Pengamanan perusahaan tambang di Sape Bima Nusa Tenggara Timur

Pengamanan Masih Ambil Korban Jiwa

Bentrok antara Brimob dengan warga yang menewaskan tiga warga di Sape, Bima mendapat reaksi keras Anggota DPR RI. Anggota Komisi III DPR RI, Aboebakar Alhabsy menegaskan, polisi harus segera berbenah dan  perlu benar-benar melakukan reformasi diri terutama menyangkut persoalan penanganan massa dan huru hara.

“Tewasnya tiga orang serta delapan pengunjuk rasa yang terkena luka tembak di Bima hari ini menunjukkan kegagalan polisi dalam mengelola keamanan aksi unjuk rasa,” kata Aboe, Sabtu (24/12).

Ia menambahkan, kegagalan ini menambah daftar hitam penanganan masa oleh Polri.
Sebagaimana diketahui, kata Aboe, pengamanan yang dilakukan Polri di Sumsel, Lampung maupun Papua juga memakan korban.

“Pistol dan peluru yang diberikan kepada mereka seharusnya digunakan dengan benar, jangan digunakan untuk menembak mahasiswa atau para petani. Mereka bukan teroris, bukan pula perampok uang negara, jadi jangan represif,” kata Aboe.

Ditegaskan Aboe, Polri seharusnya mengedepankan pendekatan persuasif kepada rakyat. Tegasnya lagi, jangan selalu menyalakkan senapan kepada rakyat jelata. “Saya kira kita perlu evaluasi, kalo perlu seperti di Meksiko yang memecat 900 polisi bermasalah dan menggantikan fungsinya dengan Angkatan laut,” katanya.

Seperti diketahui, tiga pengunjuk rasa dari Front Rakyat Anti Tambang (FRAT) yang tewas di Sape, Bima, Nusa Tenggara Barat, Sabtu (24/12). Mereka adalah Arief Rahman (19), Syaiful (17), dan Ansyari (20) yang tewas akibat tembakan peluru yang diduga  dari aparat keamanan.

Informasi yang dihimpun, ketiga korban bersama para pengunjuk rasa lainnya, menutup jalur lalu lintas ke Pelabuhan Sape sejak 20 Desember 2011. Mereka  menuntut pencabutan SK Bupati Bima Nomor 188 Tahun 2010 tentang izin pertambangan PT Sumber Mineral Nusantara (SMN) dan pembebasan seseorang berinisial AS, tersangka pembakaran kantor Camat Lumbu yang terjadi pada 10 Maret 2011 telah diserahkan ke kejaksaan.

Dalam kasus terbaru ini, 47 warga ditetapkan sebagai tersangka kasus huru-hara karena merusak fasilits umum saat aksi unjukrasa berlangsung Sabtu kemarin. Tiga orang di antaranya disangka sebagai provokator aksi pendudukan Pelabuhan Sape yang berakhir dengan pengerusakan serta pembakaran sejumlah bangunan milik warga dan negara. “Ada 47 orang ditetapkan sebagai tersangka, semuanya warga,” kata Kadiv Humas Mabes Polri, Irjen Pol Saud Usman Nasution di Mabes Polri, Jakarta, Minggu (25/12).

“Ada 3 tersangka aktor intelektual atas nama H, A alias O dan SY. Kita sudah memantau dan mereka beroperasi sebagai provokator,” sambungnya.

Seluruh tersangka itu dianggap terlibat dalam aksi anarkisme pasca bentrokan pembubaran pendudukan warga atas Pelabukan Sape, Bima, NTB, oleh Brimob Polda NTB. Kelompok warga yang meninggalkan lokasi ternyata melakukan aksi pengerusakan dan pembakaran terhadap sejumlah bangunan.

“Yang dibakar adalah Kantor BPN, Mapolsek Lambu, asrama Mapolsek Lambu dan rumah dinas Kapolsek Lambu. Yang dirusak adalah kantor UPDT, kantor Pemuda dan Olahraga, 3 bangunan BTN dan 20 rumah warga,” papar Saud.
Seluruh tersangka akan diperiksa satu persatu sehingga diketahui keterlibatan masing-masing tidak hanya dalam aksi pengerusakan dan pembakaran. Melainkan juga pendudukan jembatan dan Pelabuhan Sape.nghubungkan Aceh hingga Los Palos, Timor Leste.

Menyangkut tembakan yang dilakukan anggota Polri terhadap warga,Kadiv Humas berkeyakinan pihaknya telah melakukan sesuai dengan prosedur. Tindakan represif diambil karena adanya perlawan dari warga dengan senjata tajam dan bom molotov. “Protap Nomor 1 Tahun 2010 merupakan penanganan terhadap unjuk rasa anarkis. Diatur penembakan untuk melumpuhkan bukan membunuh,” katanya.

Menyangkut tiga warga yang tewas dalam bentrok dengan Brimob, Kadiv Humas mengaku hingga saat ini pihaknya masih menerima dua yang tewas. “Sejauh ini korban tewas ada dua orang warga atas nama Arif Rahman dan Saiful,” tegas Kadiv Humas.

“Kemarin ada yang katakan sampai ada 11 korban yang tewas. Bila memang ada, silakan tunjukkan,” sambungnya.
Sementara untuk korban luka-luka, tercacat ada 10 orang yang semuanya masih menjalani perawatan di RSUD Bima. Sebanyak dua hingga tiga orang di antara mereka mengalami luka tembak. Jumlah korban tewas dalam bentrokan di Pelabuhan Sape sempat dikabarkan berjumlah tiga orang. Bahkan ada isu yang menyatakan ada mahasiswa anggota IMM yang tewas dalam bentrokan, namun belakangan IMM membantahnya. (net/jpnn)

IMM Sumut Prihatin

Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Sumatera Utara prihatin terhadap tragedi Bima  di NTB yang terjadi, Sabtu (24/12).

“Kita lihat sendiri  secara kasat mata di siaran televisi. Banyak pengunjuk rasa yang diperlakukan seperti tidak manusiasi oleh polisi. Seharusnya, polisi tidak seperti itu kepada pengunjuk rasa,” bilang Zeprijal,  Ketua DPD IMM Sumut, didamping Sekretaris Jahidin Hidayat Daulat dan pengurus IMM Sumut saat jumpa pers yang digelar di Garuda Plaza Hotel Jalan SM Raja Medan, Minggu (25/12).

Dilanjutkannya, pihak DPD IMM Sumut akan  menggelar aksi unjuk rasa. “Kita akan bermusyarah dulu dengan seluruh PC yang ada di Sumut untuk menentukan kapan aksi unjuk rasa moral tersebut akan digelar. Yang jelas aksi tersebut akan dilakukan secepatnya,” bilang Zeprijal.

Mantan kader IMM, H Ibrahim Sakti Batu Bara menyebutkan dirinya sangat menyayangkan sikap polisi yang melakukan tindakan yang  asal main pukul saja terhadap para pengunjuk rasa.

“Seharusnya pihak kepolisian tidak boleh main pukul saja terhadap para pengunjuk rasa,” bilangnya Ibrahim.
Untuk itu, Ibrahim meminta kepada Kapolri untuk mengusut polisi yang melakukan aksi main pukul terhadap para pengunjuk rasa.

“Ini menunjukkan polisi selalu bersikap arogan terhadap masyarakat. Buktinya yang kita lihat bersama-sama di siaran media elektronik, polisi main pukul saja terhadap pengunjuk rasa. Seharusnya, polisi mengamankan pengunjuk rasa. Bukan mangamankan sambil memukul,” sesalnya.

Kordinator Badan Pengurus Kashum Sumut, Luhut Parlinggoman Siahaan mengatakan, tindakan bak cowboy kembali ditunjukkan oleh kepolisian. Kashum Sumut meminta Kapolri mengusut tuntas aksi penembakan terhadap warga dan menindak tegas anggota-anggotanya. (omi)

Daftar Hitam Pengamanan Polri

  • Pengamanan perusahaan tambang Freeport Indonesia  di Timika, Papua
  • Pengamanan perkebunan sawit di Mesuji, Lampung Sumatera Selatan
  • Pengamanan perusahaan tambang di Sape Bima Nusa Tenggara Timur

Artikel Terkait

Gatot Ligat Permulus Jalan Sumut

Gatot-Sutias Saling Setia

Erry Nuradi Minta PNS Profesional

Terpopuler

Artikel Terbaru

/