30 C
Medan
Saturday, September 28, 2024

Maskapai Penerbangan tak Boleh ‘Sombong’ Lagi

Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 77 Tahun 2011 Diteken

Bukan rahasia lagi kalau jenis transportasi udara cenderung ‘sombong’. Bagaimana tidak, maskapai penerbangan bisa sesuka hati mengubah jadwal tanpa pernah mengajak konsumen berunding. Namun, kini keistimewaan maskapai penerbangan mulai dikikis. Setidaknya hal ini ada dalam Peraturan Menteri Perhubungan yang baru diteken.

Ya, maskapai penerbangan yang jadwalnya sering delay (terlambat) kini tidak bisa main-main lagi. Kementerian Perhubungan (Kemenhub) mengeluarkan aturan baru untuk mencegah keterlambatan penerbangan.

Kemenhub telah meneken Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 77 Tahun 2011 tentang asuransi keterlambatan, bagasi hilang serta kecelakaan. Maskapai penerbangan yang delay lebih dari empat jam wajib memberikan ganti rugi Rp300 ribu kepada tiap penumpang.
“Peraturan itu sudah diteken pada 8 Agustus 2011,” ujar Dirjen Perhubungan Udara Kemenhub Herry Bhakti S Gumay di Jakarta, Kamis (25/8).

Dalam aturan tersebut, jelas Harry, akan ditekankan soal tanggung jawab pengangkut udara terhadap penumpang, termasuk keterlambatan, bagasi yang hilang atau rusak, hingga asuransi penumpang yang meninggal, luka-luka dan cacat tetap.

“Keterlambatan atau tidak terangkutnya penumpang karena pembatalan penerbangan yang lebih dari empat jam, maskapai wajib memberikan ganti rugi Rp300 ribu,” jelasnya.

Bagasi tercatat yang hilang, maskapai harus memberikan ganti rugi Rp200 ribu per kg, maksimum Rp4 juta. Untuk kargo yang hilang, pengangkut wajib memberikan ganti rugi sebesar Rp100.000 per kg dan untuk kargo yang rusak wajib diberikan ganti rugi sebesar Rp50.000 per kg.

“Kalau ada penumpang meninggal ganti ruginya Rp1,25 miliar. Kalau dulu kan tidak jelas. Sekarang minimumnya segitu. Dulu kan kecil dan tidak lengkap (asuransinya), sekarang kita lengkapi termasuk soal bagasi,” beber Herry.

Kemenhub memberikan waktu tiga bulan untuk sosialisasi aturan ini baik kepada maskapai atau penumpang. Maskapai yang sudah memiliki kontrak asuransi, diizinkan untuk menyelesaikan kontrak lamanya terlebih dahulu.
“Kalau mereka membuat kontrak asuransi yang baru, selanjutnya menyesuaikan dengan peraturan baru ini,” tuturnya.

Direktur Utama PT Merpati Nusantara Airlines (MNA) Sardjono Jhony mengatakan, aturan tersebut sangat baik guna meningkatkan performance maskapai penerbangan. “Saya sangat setuju dan menyambut baik aturan tersebut. Meskipun tingkat on time performance (OTP) Merpati masih rendah, namun kami siap mengikuti aturan itu. Hal ini sangat bagus untuk mendisiplinkan armada agar tidak lagi mengacu pada teknis sebagai alasan keterlambatan,” ujar Jhony kepada Rakyat Merdeka (grup Sumut Pos).

Awal Agustus lalu, Herry juga pernah memberikan rapor merah ke Lion Air dan Batavia Air. Kedua maskapai swasta ini dituding kerap mengalami penundaan penerbangan (delay). “Karena itu, kami meminta kedua maskapai tersebut untuk meningkatkan OTP hingga nilainya excellent atau rata-rata di atas 80 persen,” katanya.

Direktur Umum PT Lion Menteri Airlines Edward Sirait mengakui untuk data Januari hingga April memang pernah terjadi OTP di bawah 70 persen. “Saya belum melihat datanya, memang ada bulan-bulan dari Januari-April itu ada OTP kita 67 persen dan ada juga yang 69 persen. Tapi tidak bisa disalahkan Lion Air saja karena pada Januari itu hujan masih sering terjadi. Saya tahu bahwa angka itu memang pernah ada di Lion Air. Namun, kami akan selalu mendukung berbagai aturan Kemenhub,” janjinya. (rm/jpnn)

Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 77 Tahun 2011 Diteken

Bukan rahasia lagi kalau jenis transportasi udara cenderung ‘sombong’. Bagaimana tidak, maskapai penerbangan bisa sesuka hati mengubah jadwal tanpa pernah mengajak konsumen berunding. Namun, kini keistimewaan maskapai penerbangan mulai dikikis. Setidaknya hal ini ada dalam Peraturan Menteri Perhubungan yang baru diteken.

Ya, maskapai penerbangan yang jadwalnya sering delay (terlambat) kini tidak bisa main-main lagi. Kementerian Perhubungan (Kemenhub) mengeluarkan aturan baru untuk mencegah keterlambatan penerbangan.

Kemenhub telah meneken Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 77 Tahun 2011 tentang asuransi keterlambatan, bagasi hilang serta kecelakaan. Maskapai penerbangan yang delay lebih dari empat jam wajib memberikan ganti rugi Rp300 ribu kepada tiap penumpang.
“Peraturan itu sudah diteken pada 8 Agustus 2011,” ujar Dirjen Perhubungan Udara Kemenhub Herry Bhakti S Gumay di Jakarta, Kamis (25/8).

Dalam aturan tersebut, jelas Harry, akan ditekankan soal tanggung jawab pengangkut udara terhadap penumpang, termasuk keterlambatan, bagasi yang hilang atau rusak, hingga asuransi penumpang yang meninggal, luka-luka dan cacat tetap.

“Keterlambatan atau tidak terangkutnya penumpang karena pembatalan penerbangan yang lebih dari empat jam, maskapai wajib memberikan ganti rugi Rp300 ribu,” jelasnya.

Bagasi tercatat yang hilang, maskapai harus memberikan ganti rugi Rp200 ribu per kg, maksimum Rp4 juta. Untuk kargo yang hilang, pengangkut wajib memberikan ganti rugi sebesar Rp100.000 per kg dan untuk kargo yang rusak wajib diberikan ganti rugi sebesar Rp50.000 per kg.

“Kalau ada penumpang meninggal ganti ruginya Rp1,25 miliar. Kalau dulu kan tidak jelas. Sekarang minimumnya segitu. Dulu kan kecil dan tidak lengkap (asuransinya), sekarang kita lengkapi termasuk soal bagasi,” beber Herry.

Kemenhub memberikan waktu tiga bulan untuk sosialisasi aturan ini baik kepada maskapai atau penumpang. Maskapai yang sudah memiliki kontrak asuransi, diizinkan untuk menyelesaikan kontrak lamanya terlebih dahulu.
“Kalau mereka membuat kontrak asuransi yang baru, selanjutnya menyesuaikan dengan peraturan baru ini,” tuturnya.

Direktur Utama PT Merpati Nusantara Airlines (MNA) Sardjono Jhony mengatakan, aturan tersebut sangat baik guna meningkatkan performance maskapai penerbangan. “Saya sangat setuju dan menyambut baik aturan tersebut. Meskipun tingkat on time performance (OTP) Merpati masih rendah, namun kami siap mengikuti aturan itu. Hal ini sangat bagus untuk mendisiplinkan armada agar tidak lagi mengacu pada teknis sebagai alasan keterlambatan,” ujar Jhony kepada Rakyat Merdeka (grup Sumut Pos).

Awal Agustus lalu, Herry juga pernah memberikan rapor merah ke Lion Air dan Batavia Air. Kedua maskapai swasta ini dituding kerap mengalami penundaan penerbangan (delay). “Karena itu, kami meminta kedua maskapai tersebut untuk meningkatkan OTP hingga nilainya excellent atau rata-rata di atas 80 persen,” katanya.

Direktur Umum PT Lion Menteri Airlines Edward Sirait mengakui untuk data Januari hingga April memang pernah terjadi OTP di bawah 70 persen. “Saya belum melihat datanya, memang ada bulan-bulan dari Januari-April itu ada OTP kita 67 persen dan ada juga yang 69 persen. Tapi tidak bisa disalahkan Lion Air saja karena pada Januari itu hujan masih sering terjadi. Saya tahu bahwa angka itu memang pernah ada di Lion Air. Namun, kami akan selalu mendukung berbagai aturan Kemenhub,” janjinya. (rm/jpnn)

Artikel Terkait

Gatot Ligat Permulus Jalan Sumut

Gatot-Sutias Saling Setia

Erry Nuradi Minta PNS Profesional

Terpopuler

Artikel Terbaru

/