29 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Keluarga Ruyati Ditipu Pemerintah

Tidak Dimakamkan Berdampingan dengan Siti Khadijah

Hari ini tepat 100 hari pemancungan Ruyati binti Satubi, TKI asal Kabupaten Bekasi yang bekerja di Arab Saudi. Menyambut selamatan 100 hari ini, keluarga Ruyati menerima hadiah getir. Mereka merasa ditipu pemerintah terkait lokasi pemakaman Ruyati.

Ternyata, Ruyati tidak dimakamkan di pemakaman Ma’la serta berdampingan dengan Siti Khadijah, istri Nabi Muhammad sebagaimana klaim pemerintah. Temuan aksi tipu menipu oleh pemerintah kepada rakyatnya ini berujung pada pernyataan Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI (BNP2TKI) Jumhur Hidayat beberapa hari setelah tragedi pemancungan Ruyati. Seperti diketahui, Ruyati dipancung oleh algojo Arab Saudi pada Sabtu 18 Juni lalu. Dia dihukum mati karena dituduh membunuh majikan perempuannya yang bernama Khairiya binti Hamid Majid.
“Jenazah Ruyati sudah dimakamkan di dekat makam Siti Khadijah. Kenapa di sana? Karena di Arab Saudi, setiap orang yang tewas karena hukuman mati dianggap suci jenazahnya,” ujar Jumhur saat itu.

Mengingat pernyataan Jumhur tersebut, Een Nuraini anak pertama Ruyati, di kantor Migrant Care, Jakarta Timur kemarin (27/9) menangis sesenggukan. “Pernyataan itu bohong. Kami sekeluarga sudah ditipu pemerintah (BNP2TKI, Red),” katanya. Dia merasa pernyataan Kepala BNP2TKI itu dikeluarkan untuk meredam gejolak masyarakat yang peduli kasus pemenggalan ibunya saja.

Een sadar jika ucapan Jumhur itu bohong setelah dia bersama beberapa anggota Tim Advokasi Kasus Ruyati bertandang ke Saudi pertengahan Ramadan lalu. Saat itu, Een pergi ke Saudi selama sepuluh hari bersama di antaranya dengan Nining Djohar dari Migrant Care, Alai Nadjib (Fatayat NU), Sri Suparyati (Kontras), dan Badrus Samsul Taha (Wahid Institute).

Tujuan utama rombongan ini terbang ke Saudi adalah melakukan investigasi kasus Ruyati. Nah, dalam investigas ini, Een bersama rekan-rekan lainnya mendapatkan fakta jika jenazah ibunya tidak dimakamkan berdampingan dengan istri Rasulullah. “Makamnya beda, jaraknya lebih dari satu kilo,” urai ibu satu anak itu.

Een menuturkan, ibunya dikubur di pemakaman Sarai’ atau sering disebut Sharaya di pinggiran Makkah. Di pemakaman tersebut, Ruyati persis di kubur di kavling atau blok 25 urutan ke 7 dari sisi kanan, dengan nomor 350.

Dari rekaman video rombongan terlihat jelas makam Ruyati hanya diberi tanda sebongkah batu seukuran kepala orang dewasa tanpa nama. Untuk mengecek nama orang yang dikubur, harus melihat catatan juru kunci makam. Tidak ada gundukan tanah dan nisan di makam Ruyati maupun makam-makam lainnya. Seluruh pemakaman rata. Berbeda dengan model pemakaman di tanah air.

Melihat kondisi ini, Een mengatakan jika keluarganya sangat terpukul. “Kenapa pemerintah sampai tega menipu rakyatnya yang sedang kena musibah,” tandasnya.

Meskipun begitu, Een mengatakan keluarganya tetap menggelar selamatan 100 hari meninggalnya Ruyati. “Silahkan jika ingin berdoa bersama di kediaman kami,” sapa Een kepada beberapa wartawan.
Setelah tahu jika jenazah Ruyati tidak dimakamkan di samping kuburan Siti Khadijah, Een kian menuntut pemulangan jenazah ibunya kepada pemerintah Indonesia. Apalagi, dia mendapatkan kabar jika makam bakal dibongkar dan diisi jenazah baru dalam kurung waktu 10 tahun hingga 20 tahun.

Direktur Eksekutif Migrant Care Anis Hidayat menuturkan, perilaku buruk penanganan kasus Ruyati oleh pemerintah tidak hanya terkait kebohongan lokasi pemakaman saja. Selain itu, Anis juga mengatakan pemerintah melalui Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Arab Saudi dan Konsulat Jendral Republik Indonesia (KJRI) di Jeddah telah mengabaikan informasi agenda pemenggalan Ruyati.

Dari informasi yang didapat Migrant Care selama investigasi menyebutkan, rata-rata setiap agenda pemancungan ada semacam informasi melalui media massa. Diantaranya koran dan televisi. Nah, dari informasi itu, keluarga bisa mengetahui jika ada saudaranya yang bakal dipancung. “Tapi yang terjadi dalam kasus Ruyati, pemerintah Indonesia tahu setelah pemancungan. Itupun ramainya setelah ada pemberitaan situs berita online,” tambah perempuan asal Banyuwangi itu.

Dari sekian catatan merah penanganan Ruyati ini, tim advokasi menelorkan beberapa rekomendasi kepada pemerintah. Pertama, mereka menuntut Presiden SBY untuk memecat pejabat yang telah melakukan kebohongan publik terkait kasus Ruyati. Diantara yang paling disorot adalah, Jumhur Hidayat.

Selain itu, SBY juga diminta untuk menarik seluruh pejabat konsuler yang lemah dalam memfasilitasi bantuan hukum selama Ruyati menjalani proses persidangan. Tuntutan lainnya adalah, Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) diminta untuk mereformasi jajaran KBRI berserta seluruh KJRI di Saudi.

Anis juga meminta SBY untuk melakukan diplomasi empat mata dengan raja Arab Saudi setiap kali ada kasus TKI yang terancam hukuman pancung. Dia lantas mencontohkan upaya serupa yang dilakukan oleh mantan presiden almarhum Abdurrahman Wahid. “Semoga tuntutan kami cepat direspon SBY. Secepat SBY merespon suratnya Nazaruddin,” tegas Anis.

Di bagian lain, Jumhur Hidayat mengutarakan permintaan maaf terkait keterangan pemakaman kepada seluruh keluarga Ruyati. Jumhur tetap berupaya membela diri. Dia berkilah jika awalnya memang mendapatkan kabar dari perwakilan Indonesia di Jeddah jika Ruyati dimakamkan di Ma’la. Tepatnya berdampingan dengan makam Siti Khadijah. “Tapi kemudian ada kabar lagi jika Ruyati dimakamkan di Sharaya, yang masih masuk wilayah Makkah,” katanya.

“Tanpa mengurangi besarnya keprihatinan saya terhadap kasus almarhumah Ruyati serta tak ada niat sedikit pun untuk membelokkan kenyataan, saya khusus menyampaikan maaf pada keluarga almarhumah atas penyampaian informasi yang tidak tepat tersebut,” jelasnya.

Terkiat kasus salah informasi ini, Jumhur tidak mau menyalahkan pihak perwakilan Indonesia di Saudi, khususnya di Jeddah. Dia menganggap kasus ini harus menjadi pelajaran dan menjadi koreksi bersama. Jumhur juga meminta penyampian informasi yang tidak tepat ini tidak perlu diperpanjang. Dia enggan mengomentari desakan terhadap SBY untuk mencopot pihak-pihak yang terlibat kebohongan ini.
Apalagi, pemerintah sudah berkomitmen memperkuat perlindungan TKI di luar negeri. Diantara bentuk penguatan perlindungan ini adalah, kebijakan moratorium penempatan TKI di Saudi. “Langkah moratorium yang dinyatakan langsung oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, jelas respon positif pemerintah terhadap kasus Ruyati,” pungkasnya. (wan/jpnn)

Tidak Dimakamkan Berdampingan dengan Siti Khadijah

Hari ini tepat 100 hari pemancungan Ruyati binti Satubi, TKI asal Kabupaten Bekasi yang bekerja di Arab Saudi. Menyambut selamatan 100 hari ini, keluarga Ruyati menerima hadiah getir. Mereka merasa ditipu pemerintah terkait lokasi pemakaman Ruyati.

Ternyata, Ruyati tidak dimakamkan di pemakaman Ma’la serta berdampingan dengan Siti Khadijah, istri Nabi Muhammad sebagaimana klaim pemerintah. Temuan aksi tipu menipu oleh pemerintah kepada rakyatnya ini berujung pada pernyataan Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI (BNP2TKI) Jumhur Hidayat beberapa hari setelah tragedi pemancungan Ruyati. Seperti diketahui, Ruyati dipancung oleh algojo Arab Saudi pada Sabtu 18 Juni lalu. Dia dihukum mati karena dituduh membunuh majikan perempuannya yang bernama Khairiya binti Hamid Majid.
“Jenazah Ruyati sudah dimakamkan di dekat makam Siti Khadijah. Kenapa di sana? Karena di Arab Saudi, setiap orang yang tewas karena hukuman mati dianggap suci jenazahnya,” ujar Jumhur saat itu.

Mengingat pernyataan Jumhur tersebut, Een Nuraini anak pertama Ruyati, di kantor Migrant Care, Jakarta Timur kemarin (27/9) menangis sesenggukan. “Pernyataan itu bohong. Kami sekeluarga sudah ditipu pemerintah (BNP2TKI, Red),” katanya. Dia merasa pernyataan Kepala BNP2TKI itu dikeluarkan untuk meredam gejolak masyarakat yang peduli kasus pemenggalan ibunya saja.

Een sadar jika ucapan Jumhur itu bohong setelah dia bersama beberapa anggota Tim Advokasi Kasus Ruyati bertandang ke Saudi pertengahan Ramadan lalu. Saat itu, Een pergi ke Saudi selama sepuluh hari bersama di antaranya dengan Nining Djohar dari Migrant Care, Alai Nadjib (Fatayat NU), Sri Suparyati (Kontras), dan Badrus Samsul Taha (Wahid Institute).

Tujuan utama rombongan ini terbang ke Saudi adalah melakukan investigasi kasus Ruyati. Nah, dalam investigas ini, Een bersama rekan-rekan lainnya mendapatkan fakta jika jenazah ibunya tidak dimakamkan berdampingan dengan istri Rasulullah. “Makamnya beda, jaraknya lebih dari satu kilo,” urai ibu satu anak itu.

Een menuturkan, ibunya dikubur di pemakaman Sarai’ atau sering disebut Sharaya di pinggiran Makkah. Di pemakaman tersebut, Ruyati persis di kubur di kavling atau blok 25 urutan ke 7 dari sisi kanan, dengan nomor 350.

Dari rekaman video rombongan terlihat jelas makam Ruyati hanya diberi tanda sebongkah batu seukuran kepala orang dewasa tanpa nama. Untuk mengecek nama orang yang dikubur, harus melihat catatan juru kunci makam. Tidak ada gundukan tanah dan nisan di makam Ruyati maupun makam-makam lainnya. Seluruh pemakaman rata. Berbeda dengan model pemakaman di tanah air.

Melihat kondisi ini, Een mengatakan jika keluarganya sangat terpukul. “Kenapa pemerintah sampai tega menipu rakyatnya yang sedang kena musibah,” tandasnya.

Meskipun begitu, Een mengatakan keluarganya tetap menggelar selamatan 100 hari meninggalnya Ruyati. “Silahkan jika ingin berdoa bersama di kediaman kami,” sapa Een kepada beberapa wartawan.
Setelah tahu jika jenazah Ruyati tidak dimakamkan di samping kuburan Siti Khadijah, Een kian menuntut pemulangan jenazah ibunya kepada pemerintah Indonesia. Apalagi, dia mendapatkan kabar jika makam bakal dibongkar dan diisi jenazah baru dalam kurung waktu 10 tahun hingga 20 tahun.

Direktur Eksekutif Migrant Care Anis Hidayat menuturkan, perilaku buruk penanganan kasus Ruyati oleh pemerintah tidak hanya terkait kebohongan lokasi pemakaman saja. Selain itu, Anis juga mengatakan pemerintah melalui Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Arab Saudi dan Konsulat Jendral Republik Indonesia (KJRI) di Jeddah telah mengabaikan informasi agenda pemenggalan Ruyati.

Dari informasi yang didapat Migrant Care selama investigasi menyebutkan, rata-rata setiap agenda pemancungan ada semacam informasi melalui media massa. Diantaranya koran dan televisi. Nah, dari informasi itu, keluarga bisa mengetahui jika ada saudaranya yang bakal dipancung. “Tapi yang terjadi dalam kasus Ruyati, pemerintah Indonesia tahu setelah pemancungan. Itupun ramainya setelah ada pemberitaan situs berita online,” tambah perempuan asal Banyuwangi itu.

Dari sekian catatan merah penanganan Ruyati ini, tim advokasi menelorkan beberapa rekomendasi kepada pemerintah. Pertama, mereka menuntut Presiden SBY untuk memecat pejabat yang telah melakukan kebohongan publik terkait kasus Ruyati. Diantara yang paling disorot adalah, Jumhur Hidayat.

Selain itu, SBY juga diminta untuk menarik seluruh pejabat konsuler yang lemah dalam memfasilitasi bantuan hukum selama Ruyati menjalani proses persidangan. Tuntutan lainnya adalah, Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) diminta untuk mereformasi jajaran KBRI berserta seluruh KJRI di Saudi.

Anis juga meminta SBY untuk melakukan diplomasi empat mata dengan raja Arab Saudi setiap kali ada kasus TKI yang terancam hukuman pancung. Dia lantas mencontohkan upaya serupa yang dilakukan oleh mantan presiden almarhum Abdurrahman Wahid. “Semoga tuntutan kami cepat direspon SBY. Secepat SBY merespon suratnya Nazaruddin,” tegas Anis.

Di bagian lain, Jumhur Hidayat mengutarakan permintaan maaf terkait keterangan pemakaman kepada seluruh keluarga Ruyati. Jumhur tetap berupaya membela diri. Dia berkilah jika awalnya memang mendapatkan kabar dari perwakilan Indonesia di Jeddah jika Ruyati dimakamkan di Ma’la. Tepatnya berdampingan dengan makam Siti Khadijah. “Tapi kemudian ada kabar lagi jika Ruyati dimakamkan di Sharaya, yang masih masuk wilayah Makkah,” katanya.

“Tanpa mengurangi besarnya keprihatinan saya terhadap kasus almarhumah Ruyati serta tak ada niat sedikit pun untuk membelokkan kenyataan, saya khusus menyampaikan maaf pada keluarga almarhumah atas penyampaian informasi yang tidak tepat tersebut,” jelasnya.

Terkiat kasus salah informasi ini, Jumhur tidak mau menyalahkan pihak perwakilan Indonesia di Saudi, khususnya di Jeddah. Dia menganggap kasus ini harus menjadi pelajaran dan menjadi koreksi bersama. Jumhur juga meminta penyampian informasi yang tidak tepat ini tidak perlu diperpanjang. Dia enggan mengomentari desakan terhadap SBY untuk mencopot pihak-pihak yang terlibat kebohongan ini.
Apalagi, pemerintah sudah berkomitmen memperkuat perlindungan TKI di luar negeri. Diantara bentuk penguatan perlindungan ini adalah, kebijakan moratorium penempatan TKI di Saudi. “Langkah moratorium yang dinyatakan langsung oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, jelas respon positif pemerintah terhadap kasus Ruyati,” pungkasnya. (wan/jpnn)

Artikel Terkait

Gatot Ligat Permulus Jalan Sumut

Gatot-Sutias Saling Setia

Erry Nuradi Minta PNS Profesional

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/