25 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Multietnis jadi Ikon Sumut Tetap Satu

Pemekaran Bukan Solusi Pemerataan Pembangunan

“Saya tetap inginkan Provinsi Sumatera Utara itu satu karena provinsi ini memiliki kemajemukan suku, setiap wilayah bisa dibangun dan bisa lebih maju bila satu.”

Oleh: Chairil Hudha

Ungkapan itu disampaikan Plt Gubernur Sumatera Utara (Sumut), H Gatot Pujo Nugroho ST kepada wartawan koran ini seusai pertemuan dengan ulama se-Sumut di Raz Plaza beberapa waktu lalu. Menurut mantan Ketua DPW PKS Sumut periode 2005-2010 itu, Sumut memiliki keunikan bila dibandingkan provinsi lainnya di tanah air. Pasalnya, Sumut memiliki kemajemukan etnis yang saling berhubungan dan hidup rukun.

“Buktinya sekarang ini, setiap suku memiliki kesamaan dan sikap toleransi yang tinggi. Artinya, untuk pembangunan bisa segera mungkin dilaksanakan secara merata,” sebutnya.

Lebih lanjut, dia menyampaikan keberagaman etnis di Sumut membuktikan provinsi yang dihuni 12 juta jiwa ini tetap rukun. Walaupun masih ada kekurangan dari sisi infrastruktur, jawabannya tetap bersama untuk mewujudkan infrastruktur yang baik.

“Jadi jika saya diminta rekomendasi untuk pemekaran Sumut, maka rekomendasi saya, Sumut tetap satu,” katanya.
Mantan dosen teknik sipil di Politeknik Negeri Medan ini memaparkan, Sumut memiliki banyak peluang untuk berkembang dan lebih maju. Mulai dari sisi pariwisata alam yang sangat eksotik dan punya perbedaan dibanding pariwisata negara lain. Khususnya, pariwisata Danau Toba. “Sekarang ini, Pemprovsu berjuang untuk pembangunan Sumut dan terus berjuang meraup anggaran dari Pemerintah Pusat,” paparnya.

Bila dirinci, ucap pria kelahiran Magelang 11 Juni 1962 itu, potensi Sumut dapat dibuktikan dengan jumlah anggaran. Tahun ini saja, sebutnya, ada kucuran anggaran dari Pemerintah Pusat sebesar Rp111 miliar untuk pembangunan sektor infrastruktur, khususnya untuk wilayah Medan-Karo hingga perbatasan Aceh. Selanjutnya, akan dibangun ruas jalan tol Medan-Kuala Namu dan Tebing-Kuala Namu, rencananya mulai ditenderkan Mei 2011 ini. “Kami siapkan jalur tol Medan-Tebing Tinggi, rencananya 2012 sudah bisa dimanfaatkannya tol Medan-Tebing Tinggi, jadi semakin mudah akses ke Danau Toba,” ujarnya.

Pendapatnya ini diamini sejumlah pihak, Sumut tidak harus dipecah-pecah. Hanya saja, diperlukan komitmen bersama antara kepala daerah untuk menciptakan setiap wilayahnya menjadi lebih dekat ke rakyat dengan konsep perencanaan yang matang.

Ungkapan penolakan itu dipandang oleh sejumlah politisi di gedung DPRD Sumut dan akademisi yang disampaikan, Drs Ahmad Taufan Damanik MA Ph D. Keduanya menolak pemekaran karena selama ini pemekaran cenderung menghasilkan kerugian bagi negara dan masyarakat yang berada di wilayah yang dimekarkan.

Seperti hasil survei yang dilakukan wartawan koran ini dengan metode pertanyaan yang disebar melalui situs jejaring sosial, facebook. Ada sebanyak 25 responden dari berbagai lapisan seperti mahasiswa, karyawan swasta, pegawai negeri dan jenis kelamin wanita dan pria menjawab. Dari jumlah itu ada 18 menjawab Sumut harus tetap satu tanpa harus dipecah karena pemecahan hanya untuk mencari kekuasan semata saja. Selanjutnya, 4 responden menjawab harus dipisahkan menjadi dua propinsi dan lainnya Sumut diminta harus membangun.

Bila Sumut dilihat dari luas daratannya mencapai 71.680 km persegi dari total luas keseluruhan 6.194,98 km persegi, terdiri dari 33 kabupaten/kota dan didiami sekitar 12 juta jiwa. Dengan kepadatan penduduk pada tahun 2002 165 jiwa per km persegi. Bila dibandingkan dengan Provinsi Jawa Barat, tingkat kepadatan penduduknya mencapai penduduk 1.033 jiwa per km persegi.

Dari sisi luas daratan untuk hunian penduduk, Sumut masih memiliki banyak wilayah kosong. Sehingga, Sumut dikenal karena luas perkebunannya, hingga kini perkebunan tetap menjadi primadona perekonomian provinsi. Perkebunan tersebut dikelola perusahaan swasta maupun negara.

Adapun komoditas yang dihasilkannya dari sektor perkebunan ini seperti karet, cokelat, teh, kelapa sawit, kopi, cengkeh, kelapa, kayu manis, tembakau, dan lainnya. Perkebunan tersebut berada di Kabupaten Deli Serdang, Langkat, Simalungun, Asahan, Labuhan Batu, dan Tapanuli Selatan.  Selanjutnya, penghasil komiditas holtikultura berada di Kabupaten Karo, Simalungun dan Tapanuli Utara. Hasil-hasil dari produk pertanian tersebut diekspor ke Malaysia dan Singapura.

Secara sosial, penduduk Sumut memiliki 12 etnis seperti suku Melayu Deli, Batak Karo, Batak Toba, Batak Pesisir, Batak Mandiling/Angkola, Batak Simalungun, Batak Pakpak, Nias, Minang, Aceh, Jawa, Tionghoa, dan keturunan India. Kondisi multietnis ini, tak membuat Sumut terkenal dengan aksi kerusuhannya, malah wilayah ini cenderung aman.

Jumlah etnis yang ada di Sumut ini memiliki kecenderungan berkelompok di satu kawasan, sehingga ada sistem yang harus dibawa yakni sistem pembauran untuk pembangunan. Dengan talenta dan komitmen yang tersebut, maka pembangunan bisa lebih merata.

Satu contoh, sebut Gatot, Jalan Medan-Karo. Selama ini diketahui kecil dan sering longsor. Selanjutnya, banyaknya kerusakan. Padahal, hasil komoditas holtikultura dari kawasan Karo menjadi primadona. Hal inilah yang tetap diperjuangkan agar tercipta pembangunan. Memang, ada sebagai besar kerusakan infrastruktur khususnya untuk jalan negara. “Makanya saya komitmen untuk menciptakan pembangunan itu harus diperkuat dengan lobi ke pemerintah pusat,” sebutnya.

Ungkapan itu sepertinya menyimpan makna untuk ditelaah, penguatan lobi tidak semestinya disalahartikan. Sebab, pemerataan pembangunan itu tetap diatur secara terprogram, sisi lainnya untuk mendapatkan pembangunan itu bisa mendekati dengan sistem lobi membawa kepentingan etnis dan sistem pembauran yang menjadi tolak ukur pembangunan Sumut.

Mengingatkan kepada pemekaran, sebenarnya pada 2004 lalu presiden sudah mengeluarkan moratorium untuk pemekaran. Tapi, pada akhirnya, selang dua tahun moratorium dicabut dan dibolehkan pemekaran. Hasilnya, pemekaran terus terjadi dan jumlah anggaran untuk pemekaran meningkat tajam mencapai Rp300 triliun khususnya pembangunan fasilitas pemerintahan.

Sedangkan, fasilitas masyarakat seperti jalan belum juga menunjukkan hasil yang baik. Seperti disampaikan Menteri Dalam Negeri (Mendagri), 85 persen hasil pemekaran belum menunjukkan perbaikan pembangunan dan peningkatan dari sisi pendapatan asli daerah (PAD).

Melihat Sumut, hingga kini sudah 33 kabupaten/kota. Lalu, ada dua dua kelompok pengusul pemekaran Provinsi Sumatera Tenggara (Sumtra) dan Provinsi Tapanuli (Protap). Usulan ini sebenarnya bukanlah solusi yang harus dikeluarkan untuk pembangunan Sumut, melainkan menambah kerugian baru bagi provinsi induk dan wilayah yang dimekarkan. Kerugian itu bisa meliputi dari sisi produksi pengolahan hasil perkebunan.

Selain itu, karena wilayah yang dimekarkan tidak multietnis, maka rentan terjadinya konflik. Sama halnya ketika mau penetapan ibu kota provinsi yang akan dimekarkan.

Sebaiknya, untuk mencegah kerugian tersebut, seluruh kelompok seperti anggota DPR, kepala daerah di Sumut duduk bersama untuk membahas tentang bagi hasil perkebunan. Bila selama ini pembagian hasil dari Pemerintah Pusat hanya untuk sektor sumber daya alam (SDA) minyak dan gas saja. Maka, sejumlah perwakilan dari Sumut harus menyuarakan pembagian hasil perkebunan.

Dengan cara inilah, bisa membuat Sumut mendapatkan anggaran yang lebih besar lagi. Sehingga, misi pembangunan itu bisa lebih merata di seluruh wilayah. Jadi, bukan cara pemekaran yang menjadi solusinya.

Selanjutnya, bila Sumut dimekarkan Indonesia tak lagi memiliki ikon wilayah multietnis di mata internasional. Sebab, hingga kini hanya Sumut menjadi provinsi satu-satunya yang memiliki kemajemukan etnis dan dikenal damai. (*)

Rencana Pemekaran Sumut

Provinsi Sumatera Tenggara (Sumtra)
Provinsi ini terletak di bekas kabupaten Tapanuli Selatan di Provinsi Sumatera Utara. Kabupaten yang mungkin bergabung ke dalam Provinsi ini meliputi:

  1. Kabupaten Tapanuli Selatan
  2. Kabupaten Mandailing Natal
  3. Kota Padang Sidimpuan
  4. Kabupaten Padang Lawas
  5. Kabupaten Padang Lawas Utara

Provinsi Tapanuli
Provinsi ini Terletak pada Sumatera Utara bagian Barat saat ini. kabupaten/kota yang mungkin bergabung kedalam Provinsi ini meliputi :

  1. Kota Sibolga
  2. Kabupaten Tapanuli Tengah
  3. Kabupaten Tapanuli Utara
  4. Kabupaten Samosir
  5. Kabupaten Toba Samosir
  6. Kabupaten Humbang Hasundutan

* Chairil Hudha
Penulis Wartawan Sumut Pos
Tulisan ini disertakan dalam lomba karya tulis pers  Dinas Informasi dan Komunikasi Sumut


Pemekaran Bukan Solusi Pemerataan Pembangunan

“Saya tetap inginkan Provinsi Sumatera Utara itu satu karena provinsi ini memiliki kemajemukan suku, setiap wilayah bisa dibangun dan bisa lebih maju bila satu.”

Oleh: Chairil Hudha

Ungkapan itu disampaikan Plt Gubernur Sumatera Utara (Sumut), H Gatot Pujo Nugroho ST kepada wartawan koran ini seusai pertemuan dengan ulama se-Sumut di Raz Plaza beberapa waktu lalu. Menurut mantan Ketua DPW PKS Sumut periode 2005-2010 itu, Sumut memiliki keunikan bila dibandingkan provinsi lainnya di tanah air. Pasalnya, Sumut memiliki kemajemukan etnis yang saling berhubungan dan hidup rukun.

“Buktinya sekarang ini, setiap suku memiliki kesamaan dan sikap toleransi yang tinggi. Artinya, untuk pembangunan bisa segera mungkin dilaksanakan secara merata,” sebutnya.

Lebih lanjut, dia menyampaikan keberagaman etnis di Sumut membuktikan provinsi yang dihuni 12 juta jiwa ini tetap rukun. Walaupun masih ada kekurangan dari sisi infrastruktur, jawabannya tetap bersama untuk mewujudkan infrastruktur yang baik.

“Jadi jika saya diminta rekomendasi untuk pemekaran Sumut, maka rekomendasi saya, Sumut tetap satu,” katanya.
Mantan dosen teknik sipil di Politeknik Negeri Medan ini memaparkan, Sumut memiliki banyak peluang untuk berkembang dan lebih maju. Mulai dari sisi pariwisata alam yang sangat eksotik dan punya perbedaan dibanding pariwisata negara lain. Khususnya, pariwisata Danau Toba. “Sekarang ini, Pemprovsu berjuang untuk pembangunan Sumut dan terus berjuang meraup anggaran dari Pemerintah Pusat,” paparnya.

Bila dirinci, ucap pria kelahiran Magelang 11 Juni 1962 itu, potensi Sumut dapat dibuktikan dengan jumlah anggaran. Tahun ini saja, sebutnya, ada kucuran anggaran dari Pemerintah Pusat sebesar Rp111 miliar untuk pembangunan sektor infrastruktur, khususnya untuk wilayah Medan-Karo hingga perbatasan Aceh. Selanjutnya, akan dibangun ruas jalan tol Medan-Kuala Namu dan Tebing-Kuala Namu, rencananya mulai ditenderkan Mei 2011 ini. “Kami siapkan jalur tol Medan-Tebing Tinggi, rencananya 2012 sudah bisa dimanfaatkannya tol Medan-Tebing Tinggi, jadi semakin mudah akses ke Danau Toba,” ujarnya.

Pendapatnya ini diamini sejumlah pihak, Sumut tidak harus dipecah-pecah. Hanya saja, diperlukan komitmen bersama antara kepala daerah untuk menciptakan setiap wilayahnya menjadi lebih dekat ke rakyat dengan konsep perencanaan yang matang.

Ungkapan penolakan itu dipandang oleh sejumlah politisi di gedung DPRD Sumut dan akademisi yang disampaikan, Drs Ahmad Taufan Damanik MA Ph D. Keduanya menolak pemekaran karena selama ini pemekaran cenderung menghasilkan kerugian bagi negara dan masyarakat yang berada di wilayah yang dimekarkan.

Seperti hasil survei yang dilakukan wartawan koran ini dengan metode pertanyaan yang disebar melalui situs jejaring sosial, facebook. Ada sebanyak 25 responden dari berbagai lapisan seperti mahasiswa, karyawan swasta, pegawai negeri dan jenis kelamin wanita dan pria menjawab. Dari jumlah itu ada 18 menjawab Sumut harus tetap satu tanpa harus dipecah karena pemecahan hanya untuk mencari kekuasan semata saja. Selanjutnya, 4 responden menjawab harus dipisahkan menjadi dua propinsi dan lainnya Sumut diminta harus membangun.

Bila Sumut dilihat dari luas daratannya mencapai 71.680 km persegi dari total luas keseluruhan 6.194,98 km persegi, terdiri dari 33 kabupaten/kota dan didiami sekitar 12 juta jiwa. Dengan kepadatan penduduk pada tahun 2002 165 jiwa per km persegi. Bila dibandingkan dengan Provinsi Jawa Barat, tingkat kepadatan penduduknya mencapai penduduk 1.033 jiwa per km persegi.

Dari sisi luas daratan untuk hunian penduduk, Sumut masih memiliki banyak wilayah kosong. Sehingga, Sumut dikenal karena luas perkebunannya, hingga kini perkebunan tetap menjadi primadona perekonomian provinsi. Perkebunan tersebut dikelola perusahaan swasta maupun negara.

Adapun komoditas yang dihasilkannya dari sektor perkebunan ini seperti karet, cokelat, teh, kelapa sawit, kopi, cengkeh, kelapa, kayu manis, tembakau, dan lainnya. Perkebunan tersebut berada di Kabupaten Deli Serdang, Langkat, Simalungun, Asahan, Labuhan Batu, dan Tapanuli Selatan.  Selanjutnya, penghasil komiditas holtikultura berada di Kabupaten Karo, Simalungun dan Tapanuli Utara. Hasil-hasil dari produk pertanian tersebut diekspor ke Malaysia dan Singapura.

Secara sosial, penduduk Sumut memiliki 12 etnis seperti suku Melayu Deli, Batak Karo, Batak Toba, Batak Pesisir, Batak Mandiling/Angkola, Batak Simalungun, Batak Pakpak, Nias, Minang, Aceh, Jawa, Tionghoa, dan keturunan India. Kondisi multietnis ini, tak membuat Sumut terkenal dengan aksi kerusuhannya, malah wilayah ini cenderung aman.

Jumlah etnis yang ada di Sumut ini memiliki kecenderungan berkelompok di satu kawasan, sehingga ada sistem yang harus dibawa yakni sistem pembauran untuk pembangunan. Dengan talenta dan komitmen yang tersebut, maka pembangunan bisa lebih merata.

Satu contoh, sebut Gatot, Jalan Medan-Karo. Selama ini diketahui kecil dan sering longsor. Selanjutnya, banyaknya kerusakan. Padahal, hasil komoditas holtikultura dari kawasan Karo menjadi primadona. Hal inilah yang tetap diperjuangkan agar tercipta pembangunan. Memang, ada sebagai besar kerusakan infrastruktur khususnya untuk jalan negara. “Makanya saya komitmen untuk menciptakan pembangunan itu harus diperkuat dengan lobi ke pemerintah pusat,” sebutnya.

Ungkapan itu sepertinya menyimpan makna untuk ditelaah, penguatan lobi tidak semestinya disalahartikan. Sebab, pemerataan pembangunan itu tetap diatur secara terprogram, sisi lainnya untuk mendapatkan pembangunan itu bisa mendekati dengan sistem lobi membawa kepentingan etnis dan sistem pembauran yang menjadi tolak ukur pembangunan Sumut.

Mengingatkan kepada pemekaran, sebenarnya pada 2004 lalu presiden sudah mengeluarkan moratorium untuk pemekaran. Tapi, pada akhirnya, selang dua tahun moratorium dicabut dan dibolehkan pemekaran. Hasilnya, pemekaran terus terjadi dan jumlah anggaran untuk pemekaran meningkat tajam mencapai Rp300 triliun khususnya pembangunan fasilitas pemerintahan.

Sedangkan, fasilitas masyarakat seperti jalan belum juga menunjukkan hasil yang baik. Seperti disampaikan Menteri Dalam Negeri (Mendagri), 85 persen hasil pemekaran belum menunjukkan perbaikan pembangunan dan peningkatan dari sisi pendapatan asli daerah (PAD).

Melihat Sumut, hingga kini sudah 33 kabupaten/kota. Lalu, ada dua dua kelompok pengusul pemekaran Provinsi Sumatera Tenggara (Sumtra) dan Provinsi Tapanuli (Protap). Usulan ini sebenarnya bukanlah solusi yang harus dikeluarkan untuk pembangunan Sumut, melainkan menambah kerugian baru bagi provinsi induk dan wilayah yang dimekarkan. Kerugian itu bisa meliputi dari sisi produksi pengolahan hasil perkebunan.

Selain itu, karena wilayah yang dimekarkan tidak multietnis, maka rentan terjadinya konflik. Sama halnya ketika mau penetapan ibu kota provinsi yang akan dimekarkan.

Sebaiknya, untuk mencegah kerugian tersebut, seluruh kelompok seperti anggota DPR, kepala daerah di Sumut duduk bersama untuk membahas tentang bagi hasil perkebunan. Bila selama ini pembagian hasil dari Pemerintah Pusat hanya untuk sektor sumber daya alam (SDA) minyak dan gas saja. Maka, sejumlah perwakilan dari Sumut harus menyuarakan pembagian hasil perkebunan.

Dengan cara inilah, bisa membuat Sumut mendapatkan anggaran yang lebih besar lagi. Sehingga, misi pembangunan itu bisa lebih merata di seluruh wilayah. Jadi, bukan cara pemekaran yang menjadi solusinya.

Selanjutnya, bila Sumut dimekarkan Indonesia tak lagi memiliki ikon wilayah multietnis di mata internasional. Sebab, hingga kini hanya Sumut menjadi provinsi satu-satunya yang memiliki kemajemukan etnis dan dikenal damai. (*)

Rencana Pemekaran Sumut

Provinsi Sumatera Tenggara (Sumtra)
Provinsi ini terletak di bekas kabupaten Tapanuli Selatan di Provinsi Sumatera Utara. Kabupaten yang mungkin bergabung ke dalam Provinsi ini meliputi:

  1. Kabupaten Tapanuli Selatan
  2. Kabupaten Mandailing Natal
  3. Kota Padang Sidimpuan
  4. Kabupaten Padang Lawas
  5. Kabupaten Padang Lawas Utara

Provinsi Tapanuli
Provinsi ini Terletak pada Sumatera Utara bagian Barat saat ini. kabupaten/kota yang mungkin bergabung kedalam Provinsi ini meliputi :

  1. Kota Sibolga
  2. Kabupaten Tapanuli Tengah
  3. Kabupaten Tapanuli Utara
  4. Kabupaten Samosir
  5. Kabupaten Toba Samosir
  6. Kabupaten Humbang Hasundutan

* Chairil Hudha
Penulis Wartawan Sumut Pos
Tulisan ini disertakan dalam lomba karya tulis pers  Dinas Informasi dan Komunikasi Sumut


Artikel Terkait

Gatot Ligat Permulus Jalan Sumut

Gatot-Sutias Saling Setia

Erry Nuradi Minta PNS Profesional

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/