MARKETING SERIES (25)
Teknologi, terutama yang erat hubungannya dengan informasi dan komunikasi, sangat berdampak besar pada marketing. Yang sangat nyata terlihat pada perilaku konsumen atau consumer behaviour.
Pada era seperti sekarang, pelanggan berada pada posisi pasif dan siap menerima informasi apa saja dari media massa. Karena itu, para pemasar berlomba-lomba mengirim pesan ke otak pelanggan. Al Ries dan Jack Trout dalam buku klasik Positioning: The Battle of Your Mind menggambarkan terjadinya perang di otak pelanggan.
Siapa yang punya uang banyak, dialah yang akan punya banyak kesempatan untuk membombardir benak konsumen. Selain itu, tentu saja harus ada kreativitas untuk menyampaikan pesan dalam bentuk iklan yang menarik. Semua kreativitas iklan porsi lebih memang disalurkan lewat media pandang-dengar alias TV. Iklan media cetak dan radio mengikuti setelahnya. Begitu juga dengan media lain seperti brosur, packaging, point of sales, dan sebagainya. Tujuannya, ada sentralisasi pesan tunggal lewat berbagai media untuk mengepung benak pelanggan.
Semua orang diajak untuk berpersepsi sama bahwa Lux identik dengan kecantikan, Volvo sama dengan keselamatan, dan Marlboro sama dengan kejantanan. Siapa pun yang bisa mengambil hati customer-lah yang akan menang.
Promosi bisa dirancang menurut perilaku pembelian seseorang yang sudah tercatat selama ini. Perilaku konsumen masa depan diprediksi berdasar perilakunya di masa lalu. Karena itu, tawaran kepada pelanggan pun lantas berbeda-beda. Pelanggan diberi kebebasan untuk meng-customize produk yang diharapkan.
Don Peppers dan Martha Rogers memperkenalkan konsep seperti itu dalam buku mereka One-to-One Marketing. Kemenangan akan ada pada pemasar yang bisa melakukan customization terhadap komunikasi dan penawaran kepada tiap-tiap pelanggan.
Nah, ketika internet melahirkan media sosial, masalah perilaku konsumen itu jadi semakin kompleks. Pelanggan sekarang berada di berbagai komunitas sosial, di mana mind dan heart-nya tidak hanya terpengaruh media massa, tapi lebih banyak terpengaruh oleh interaksi antara pelanggan dan orang-orang lain yang ada di komunitas.
Lebih susah lagi karena mereka sekarang berinteraksi bukan hanya di online, tapi juga makin intensif di offline. Mereka sekarang lebih percaya kepada teman-teman mereka daripada kepada pemasar. Pengetahuan mereka pun makin banyak walaupun tak luput dari kesimpangsiuran.
Pada saat seperti itu, tugas pemasar adalah menjadi teman sejati pelanggannya. Itulah pergeseran dari mind ke heart, lalu akhirnya ke spirit. Bukan masalah menguasai benak atau mengambil hati, tapi sudah sampai pada mendapatkan kepercayaan lahir-batin.
Dengan demikian, semakin jelas konsep marketing berdasar buku dan teks-teks tradisional sudah pasti semakin sulit dijalankan.
Bagaimana pendapat Anda? (*)