25 C
Medan
Sunday, September 29, 2024

Terorisme Bukan Jihad

Oleh: Misbahul Ulum

Sampai saat ini aksi terorisme belum menununjukkan adanya tanda-tanda penurunan. Justru, semakin meningkat tajam dan kian membabi buta. Targetnya tidak lagi perorangan, melainkan sudah merambah ke tempat-tempat publik hingga ke tempat peribadatan.

Misalnya saja bom bunuh diri yang terjadi  di Gereja Bethel Injil Sepenuh (GBIS) Kepunton, Solo, hingga aksi peledakan bom di komplek Masjid Polresta Cirebon beberapa waktu lalu adalah bukti bahwa terorisme semakin brutal.

Tidak hanya sampai disini. Aksi terorisme sekarang juga menyerang ke aparat negara yang dinilai turut melindungi pemerintahan yang dzalim. Misalnya saja aksi penembakan ke pos-pos Polisi di Solo yang terjadi beberapa waktu terakhir. Polisi menjadi sasaran teror lantaran selama ini Polisi dinilai memihak kepada penguasa yang dzalim.

Setiap terjadi tindakan terorisme baik berupa bom atau tindakan teror lainnya, bisa dipastikan kecurigaan akan mengarah pada agama Islam. Sebab, sebagian besar pelaku peledakan bom itu adalah orang-orang Islam. Bahkan, beberapa diantaranya ada yang lulusan pondok pesantren. Akhirnya, muncul anggapan bahwa Islam adalah agama teroris.

Hakekat Jihad

Umumnya, para pelaku bom bunuh diri itu menggunakan agama dan semangat “jihad” untuk menyerang orang-orang yang berseberangan dengan mereka. Namun, apakah benar yang mereka lakukan itu adalah wujud “Jihad”?

Jihad merupakan ajaran vital dalam Islam. Bahkan, Rasulullah memposisikan jihad sebagai salah satu amal yang paling dicintai oleh Allah setelah amalan solat dan berbakti kepada orang tua. Namun, seiring berjalannya waktu, terminologi jihad seringkali dikonotasikan dengan tindakan-tindakan terorisme, anarkisme, dan merusak. Sebenarnya, ini adalah anggapan yang keliru.

Jihad bukanlah aksi teror, bukan pula aksi peledakkan bom. Akan tetapi jihad adalah upaya untuk menciptakan tatanan kehidupan seperti yang digariskan oleh Tuhan.

Kata “Jihad” berasal dari bahasa arab “Jaahada” yang bermakna bersungguh-sungguh. Kemudian secara Istilah, Jihad memiliki makna berjuang dengan sunggug-sungguh di jalan Allah sesuai dengan syari’at Islam. Tujuan  utamanya adalah untuk menegakkan agama Allah dengan cara-cara yang digariskan oleh Rasul dan Al-Quran.

Dari pengertian diatas, sesungguhnya jihad dapat diterjemahan dalam hal yang sangat luas. Jihad tidak hanya terbatas pada pengertian perang angkat senjata saja. Akan tetapi, jihad adalah wujud penghambaan seseorang terhadap Yang Maha Kuasa sesuai dengan kemampuan yang ia miliki.
Pemahaman yang menganggap bahwa jihad haruslah perang adalah pemahaman yang sangat sempit. Sebab jihad memiliki varian yang sangat banyak. Jihad meliputi segala sendi kehidupan manusia. Dimana ada peluang untuk menegakkan ajaran Tuhan, disitulah kewajiban jihad ada.

Pemahaman Parsial

Para pelaku teror seperti bom bunuh diri, umumnya beranggapan bahwa apa yang mereka lakukan akan dibalas dengan surga. Mereka sesungguhnya sedang dalam masa “Puber Religi”. Yakni memiliki semangat beragama yang tinggi, namun pemahaman keagamaannya sangat dangkal. Islam hanya difahami dari satu sisi saja tanpa melihat varian-varian pemikiran Islam yang lain serta mengabaikan kondisi sosio-kultural masyarakat yang semakin kompleks.

Jihad melahirkan mujahidin (orang yang melakukan jihad). Sedangkan terorisme melahirkan teroris (orang yang melakukan teror). Sesungguhnya antara jihad dan terorisme adalah dua hal yang berbeda. Jihad diorientasikan untuk mengakkan ajaran Tuhan yang memberi keselamatan bagi seluruh alam. Sedangkan terorisme diarahkan untuk merusak tananan masyarakat serta membuat suasana menjadi tidak stabil.
Pada zaman Nabi sekalipun, jihad yang kemudian terwujud dalam bentuk perang, tidak pernah dilakukan secara membabi buta. Nabi tidak pernah bertindak arogan. Terdapat aturan-aturan bahwa dalam peperangan tidak boleh memerangi wanita, orang tua, serta merusak tempat peribadatan.
Jihad pada zaman Nabi dan jihad pada masa kini jelas berbeda. Jihad masa kini bukan lagi jihad secara fisik, karena era fisik sudah lewat dan saat ini adalah era kompetisi keilmuan (Jihadul Fikri). Jika jihad hanya dimaknai sebagai perang angkat senjata saja, maka nilai Islam yang Rahmatan lil ‘alamin tidak akan pernah terwujud, Islam akan menjadi agama yang tertutup.

Menyeru pada Islam

Harus difahami bahwa tujuan utama jihad adalah untuk menjaga dan menegakkan ajaran Tuhan dengan cara-cara Tuhan. Yaitu sesuai dengan nilai-nilai yang diajarakan oleh Rasul dan yang tertulis dalam al-Qur’an. Bukan justru bertentangan.

Islam adalah agama yang Rahmatan lil ‘alamin. Konsekuensinya, bagi siapapun yang mengaku Islam, ia memiliki tanggungjawab untuk mewujudkan tatanan kehidupan yang seimbang. Jangan sampai tindakan keagamaan yang ia lakukan justru menciderai tatanan masyarakat.

Jika orang yang mengaku Islam ternyata tidak melakukan tindakan yang bernafaskan Islam dan memberi efek positif bagi alam, maka sebetulnya ia belum memahami Islam dengan baik. Dan jika pemahaman ini dibiarkan terus menerus, maka akan merusak agama Islam.

Oleh karena itu, harus dipahami bahwa jihad tidak hanya sebatas perang dengan pedang. Akan tetapi, jihad memiliki makna yang sangat luas. Setiap orang bisa berjihad sesuai dengan kemampuan yang dia miliki. Tugas kita sekarang adalah memperkuat pamahaman keagamaan agar tidak mudah terprovokasi oleh paradigma sempit yang kemudian menjadikan agama sebagai legitimasi aksi teror. Wallahu ‘alam bi al-shawab

*Penulis adalah Direktur MU Centre, Ketua Pusat Kajian Islam dan Feminisme IAIN Walisongo Semarang.

Oleh: Misbahul Ulum

Sampai saat ini aksi terorisme belum menununjukkan adanya tanda-tanda penurunan. Justru, semakin meningkat tajam dan kian membabi buta. Targetnya tidak lagi perorangan, melainkan sudah merambah ke tempat-tempat publik hingga ke tempat peribadatan.

Misalnya saja bom bunuh diri yang terjadi  di Gereja Bethel Injil Sepenuh (GBIS) Kepunton, Solo, hingga aksi peledakan bom di komplek Masjid Polresta Cirebon beberapa waktu lalu adalah bukti bahwa terorisme semakin brutal.

Tidak hanya sampai disini. Aksi terorisme sekarang juga menyerang ke aparat negara yang dinilai turut melindungi pemerintahan yang dzalim. Misalnya saja aksi penembakan ke pos-pos Polisi di Solo yang terjadi beberapa waktu terakhir. Polisi menjadi sasaran teror lantaran selama ini Polisi dinilai memihak kepada penguasa yang dzalim.

Setiap terjadi tindakan terorisme baik berupa bom atau tindakan teror lainnya, bisa dipastikan kecurigaan akan mengarah pada agama Islam. Sebab, sebagian besar pelaku peledakan bom itu adalah orang-orang Islam. Bahkan, beberapa diantaranya ada yang lulusan pondok pesantren. Akhirnya, muncul anggapan bahwa Islam adalah agama teroris.

Hakekat Jihad

Umumnya, para pelaku bom bunuh diri itu menggunakan agama dan semangat “jihad” untuk menyerang orang-orang yang berseberangan dengan mereka. Namun, apakah benar yang mereka lakukan itu adalah wujud “Jihad”?

Jihad merupakan ajaran vital dalam Islam. Bahkan, Rasulullah memposisikan jihad sebagai salah satu amal yang paling dicintai oleh Allah setelah amalan solat dan berbakti kepada orang tua. Namun, seiring berjalannya waktu, terminologi jihad seringkali dikonotasikan dengan tindakan-tindakan terorisme, anarkisme, dan merusak. Sebenarnya, ini adalah anggapan yang keliru.

Jihad bukanlah aksi teror, bukan pula aksi peledakkan bom. Akan tetapi jihad adalah upaya untuk menciptakan tatanan kehidupan seperti yang digariskan oleh Tuhan.

Kata “Jihad” berasal dari bahasa arab “Jaahada” yang bermakna bersungguh-sungguh. Kemudian secara Istilah, Jihad memiliki makna berjuang dengan sunggug-sungguh di jalan Allah sesuai dengan syari’at Islam. Tujuan  utamanya adalah untuk menegakkan agama Allah dengan cara-cara yang digariskan oleh Rasul dan Al-Quran.

Dari pengertian diatas, sesungguhnya jihad dapat diterjemahan dalam hal yang sangat luas. Jihad tidak hanya terbatas pada pengertian perang angkat senjata saja. Akan tetapi, jihad adalah wujud penghambaan seseorang terhadap Yang Maha Kuasa sesuai dengan kemampuan yang ia miliki.
Pemahaman yang menganggap bahwa jihad haruslah perang adalah pemahaman yang sangat sempit. Sebab jihad memiliki varian yang sangat banyak. Jihad meliputi segala sendi kehidupan manusia. Dimana ada peluang untuk menegakkan ajaran Tuhan, disitulah kewajiban jihad ada.

Pemahaman Parsial

Para pelaku teror seperti bom bunuh diri, umumnya beranggapan bahwa apa yang mereka lakukan akan dibalas dengan surga. Mereka sesungguhnya sedang dalam masa “Puber Religi”. Yakni memiliki semangat beragama yang tinggi, namun pemahaman keagamaannya sangat dangkal. Islam hanya difahami dari satu sisi saja tanpa melihat varian-varian pemikiran Islam yang lain serta mengabaikan kondisi sosio-kultural masyarakat yang semakin kompleks.

Jihad melahirkan mujahidin (orang yang melakukan jihad). Sedangkan terorisme melahirkan teroris (orang yang melakukan teror). Sesungguhnya antara jihad dan terorisme adalah dua hal yang berbeda. Jihad diorientasikan untuk mengakkan ajaran Tuhan yang memberi keselamatan bagi seluruh alam. Sedangkan terorisme diarahkan untuk merusak tananan masyarakat serta membuat suasana menjadi tidak stabil.
Pada zaman Nabi sekalipun, jihad yang kemudian terwujud dalam bentuk perang, tidak pernah dilakukan secara membabi buta. Nabi tidak pernah bertindak arogan. Terdapat aturan-aturan bahwa dalam peperangan tidak boleh memerangi wanita, orang tua, serta merusak tempat peribadatan.
Jihad pada zaman Nabi dan jihad pada masa kini jelas berbeda. Jihad masa kini bukan lagi jihad secara fisik, karena era fisik sudah lewat dan saat ini adalah era kompetisi keilmuan (Jihadul Fikri). Jika jihad hanya dimaknai sebagai perang angkat senjata saja, maka nilai Islam yang Rahmatan lil ‘alamin tidak akan pernah terwujud, Islam akan menjadi agama yang tertutup.

Menyeru pada Islam

Harus difahami bahwa tujuan utama jihad adalah untuk menjaga dan menegakkan ajaran Tuhan dengan cara-cara Tuhan. Yaitu sesuai dengan nilai-nilai yang diajarakan oleh Rasul dan yang tertulis dalam al-Qur’an. Bukan justru bertentangan.

Islam adalah agama yang Rahmatan lil ‘alamin. Konsekuensinya, bagi siapapun yang mengaku Islam, ia memiliki tanggungjawab untuk mewujudkan tatanan kehidupan yang seimbang. Jangan sampai tindakan keagamaan yang ia lakukan justru menciderai tatanan masyarakat.

Jika orang yang mengaku Islam ternyata tidak melakukan tindakan yang bernafaskan Islam dan memberi efek positif bagi alam, maka sebetulnya ia belum memahami Islam dengan baik. Dan jika pemahaman ini dibiarkan terus menerus, maka akan merusak agama Islam.

Oleh karena itu, harus dipahami bahwa jihad tidak hanya sebatas perang dengan pedang. Akan tetapi, jihad memiliki makna yang sangat luas. Setiap orang bisa berjihad sesuai dengan kemampuan yang dia miliki. Tugas kita sekarang adalah memperkuat pamahaman keagamaan agar tidak mudah terprovokasi oleh paradigma sempit yang kemudian menjadikan agama sebagai legitimasi aksi teror. Wallahu ‘alam bi al-shawab

*Penulis adalah Direktur MU Centre, Ketua Pusat Kajian Islam dan Feminisme IAIN Walisongo Semarang.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/