25 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Mempertanyakan Semangat Persatuan?

Beragam persoalan kebangsaan yang kita hadapi saat ini memuculkan kerisauan mendalam bagi semua anak bangsa. Baik persoalan korupsi, kekerasan, ketidakadilan, dikskriminasi, kemiskinan, kebodohan, pengangguran, dan sederet persoalan lainnya. Bangsa kita terus berjalan dalam kegalauan lantaran persoalan yang ada tak kunjung selesai.

Oleh: Masduri

Selesai persoalan yang satu muncul lagi persoalan yang baru. Begitu seterusnya. Seolah kita hendak tenggelam dalam persoalan kebangsaan. Bahkan di tengah gentinya persoalan kebangsaan, masih banyak peristiwan konflik yang berakhir dengan perpepecahan, atau bahkan kekerasan. Peristiwa kekerasan di Sumbawa adalah bukti nyata betapa semangat persatuan kita masih lemah, sehingga mengakibatkan munculnya kerusuhan tanpa dasar yang jelas. Mestinya sepelik apapun persoalan, harus diselesaikan dengan baik.

Baru-baru ini media juga dihebohkan dengan keluarganya Hary Tanoesoedibjo dari keanggotaan Partai Nasdem. Sebagai sosok penting dan memiliki banyak kekayaan finasial, keluarnya Hary Tanoesoedibjo menjadi santapan wacana media. Bahkan dianggap akan menjatuhkan partai Nasdem, meskipun pada banyak kesempatan Surya Paloh menepis hal itu. Terlepas dari beragam wacana yang berkembang. Keluarnya Hary Tanoesoedibjo dari keanggotaan partai Nasdem merupakan bukti konktret betapa persatuan di antara anak bangsa Indonesia masih sangat rentan pecah. Apapun persoalan yang ada di internal Partai Nasdem mestinya bisa didiskusikan dengan baik, tanpa harus keluar dari keanggotaan partai. Apalagi jika ia memiliki misi besar untuk kepentingan bangsa Indonesia. Kalaupun ada hal yang tidak baik mestinya diperbaiki, bukan malah ditinggalkan.

Keluarnya Hary Tanoesoedibjo semakin memperjelas kepada publik, bahwa dalam dunia politik yang abadi itu kepentingan. Dalam istilah yang biasa kita dengar, tidak ada kawan abadi, yang ada kepentingan abadi. Karena kepentingan itulah banyak tokoh bangsa  yang terpecah belah dan tidak bersatu. Peristiwa keluarnya Hary Tanoesoedibjo dari Nasdem hanya sedikit contoh betapa persatuan bangsa kita masih sangat rapuh sekali. Selain itu, banyak sekali contoh rapuhnya persatuan bangsa yang dilakukan oleh elit politik ataupun partai. Bahkan oleh masyarakat biasa sekalipun. Konflik kekerasan pun semakin menjadi-jadi. Misalnya konflik di Papua, kekerasan agama di Sampang, konflik lahan di Lampung, dan konflik tambang emas di Bima. Semua ini merupakan bukti nayata betapa semangat persatuan anak-anak bangsa sudah sangat rapuh.

Sementara persoalan kebangsaan yang lainnya terus berkembang biak tiada henti, korupsi, ketidakadilan, dikskriminasi, kemiskinan, kebodohan, dan pengangguran terus saja menghantui kehidupan kebangsaan kita. Ketika kondisi bangsa Indonesia menggalaukan seperti ini, kita tentu perlu mempertanyakan kembali semangat persatuan bangsa Indonesia dalam menyelesaikan beberapa persoalan kebangsaan di atas tadi. Karena tidak mungkin tanpa perstauan yang utuh antaranak bangsa, beragam persoalan tadi bisa diselesaikan dengan baik. Persatuan adalah kunci kesuksesan bangsa Indonesia untuk maju. Sehingga kita sebagai bangsa Indonesia perlu menyatukan visi kebangsaan demi kemajuan negara Indonesia.

Maka kehadiran banyak partai yang ada di Indonesia menurut saya perlu dipertanyakan kembali maka pendirian partainya. Yang hendak mereka cari kepentingan kelompok atau kepentingan bangsa Indonesia secara umum?

Jika yang hendak dicari adalah kepentingan bangsa Indonesia secara umum, maka sudah semestinya kita mengerucutkan partai, kita perlu merekatkan diri demi visi yang satu Indonesia berdaulat, adil, dan makmur. Karena selama ini kehadiran banyak partai ternyata malah menimbulkan banyak problem, termasuk konflik kepentingan. Sehingga perpecahan di antara anak bangsa tidak bisa dielakukan. Keluarnya Hary Tanoesoedibjo dari Nasdem merupakan salah satu bukti nyata jika kepentingan mengalahkan segalanya. Maka jika kita memang memiliki komitmen yang besar dalam upaya memajukan dan menyejahterakan bangsa Indonesia, kita harus menempatkan persatuan bangsa di atas segala-galanya.

Sebenarnarnya pesan penting tentang makna persatuan dan kesatuan bangsa sudah lama ada di Nusantara, sekitar abad 14 Mpu Tantular mencetuskan Bhinneka Tunggal Ika dalam kitab Sutasoma, sebagai spirit persatuan bagi kerajaan Majapahit, yang kemuidan menjadi semboyan bangsa Indonesia dalam hidup berbangsa-bernegara. Pada tanggal 28 Oktober 1928 pemuda-pemudi bangsa meneguhkan dirinya sebagai satu nusa, satu bangsa, dan satu bahasa dalam menggelorakan semangat perjuangan kemerdekaan, yang kemudian disebut dengan Sumpah Pemuda. Sehingga puncaknya berhasil pada tanggal 17 Agustus 1945 Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya.

Franz Magnis-Suseno dalam tulisannya “Persatuan Indonesia Pancasila, Paham Kebangsaan dan Integritas Nasional (Kanisius, 1995) menulis bahwa Sukarno sering mengutip pernyataan Ernest Renan bahwa dasar kebangsaan adalah “le desir d’etre ensemble” yakni hasrat untuk bersama, serta rumusan Otto Bauer yang menyatakan “eine Nastion ist eine aus Schicksalsgemeinschaft erwachsene Charaktergemeinschaft” yang berarti bangsa adalah komunitas yang bercita-cita yang tumbuh dari komunitas senasib.

Lebih jauh Franz Magnis-Suseno menyebutkan, Presiden Sukarno telah menegaskan sesuatu yang sangat penting penting kepada bangsa Indonesia. Bahwa kesatuan bangsa Indonesia tidak bersifat alami, melainkan historis. Bangsa Indonesai beraneka ragam. Dan yang mempersatukan bangsa Indonesia adalah sejarah yang dialami bersama, sebuah sejarah penederitaan, penindasan, perjuangan kemerdekaan, dan tekad pembangunan kehidupan bersama. Dari nasib bersama itulah tumbuh hasrat untuk tetap bersama. Itulah dasar kesatuan bangsa Indonesia.

Lalu mengapa kita masih sering lupa pada dasar semangat pesratuan kita, bahwa bangsa Indonesia dulu lahir atas dasar sejarah penederitaan, penindasan, perjuangan kemerdekaan, dan tekad pembangunan kehidupan bersama. Sungguh kealapaan akan semangat kehadiran kemerdekaan Indonesia itulah yang membuat banyak anak-anak bangsa melupakan persatuan. (*)

Penulis adalah Ketua Umum Aliansi Mahasiswa Bidik Misi (AMBISI) dan Pustakawan Pesantren Mahasiswa (PesMa) IAIN Sunan Ampel Surabaya.

Beragam persoalan kebangsaan yang kita hadapi saat ini memuculkan kerisauan mendalam bagi semua anak bangsa. Baik persoalan korupsi, kekerasan, ketidakadilan, dikskriminasi, kemiskinan, kebodohan, pengangguran, dan sederet persoalan lainnya. Bangsa kita terus berjalan dalam kegalauan lantaran persoalan yang ada tak kunjung selesai.

Oleh: Masduri

Selesai persoalan yang satu muncul lagi persoalan yang baru. Begitu seterusnya. Seolah kita hendak tenggelam dalam persoalan kebangsaan. Bahkan di tengah gentinya persoalan kebangsaan, masih banyak peristiwan konflik yang berakhir dengan perpepecahan, atau bahkan kekerasan. Peristiwa kekerasan di Sumbawa adalah bukti nyata betapa semangat persatuan kita masih lemah, sehingga mengakibatkan munculnya kerusuhan tanpa dasar yang jelas. Mestinya sepelik apapun persoalan, harus diselesaikan dengan baik.

Baru-baru ini media juga dihebohkan dengan keluarganya Hary Tanoesoedibjo dari keanggotaan Partai Nasdem. Sebagai sosok penting dan memiliki banyak kekayaan finasial, keluarnya Hary Tanoesoedibjo menjadi santapan wacana media. Bahkan dianggap akan menjatuhkan partai Nasdem, meskipun pada banyak kesempatan Surya Paloh menepis hal itu. Terlepas dari beragam wacana yang berkembang. Keluarnya Hary Tanoesoedibjo dari keanggotaan partai Nasdem merupakan bukti konktret betapa persatuan di antara anak bangsa Indonesia masih sangat rentan pecah. Apapun persoalan yang ada di internal Partai Nasdem mestinya bisa didiskusikan dengan baik, tanpa harus keluar dari keanggotaan partai. Apalagi jika ia memiliki misi besar untuk kepentingan bangsa Indonesia. Kalaupun ada hal yang tidak baik mestinya diperbaiki, bukan malah ditinggalkan.

Keluarnya Hary Tanoesoedibjo semakin memperjelas kepada publik, bahwa dalam dunia politik yang abadi itu kepentingan. Dalam istilah yang biasa kita dengar, tidak ada kawan abadi, yang ada kepentingan abadi. Karena kepentingan itulah banyak tokoh bangsa  yang terpecah belah dan tidak bersatu. Peristiwa keluarnya Hary Tanoesoedibjo dari Nasdem hanya sedikit contoh betapa persatuan bangsa kita masih sangat rapuh sekali. Selain itu, banyak sekali contoh rapuhnya persatuan bangsa yang dilakukan oleh elit politik ataupun partai. Bahkan oleh masyarakat biasa sekalipun. Konflik kekerasan pun semakin menjadi-jadi. Misalnya konflik di Papua, kekerasan agama di Sampang, konflik lahan di Lampung, dan konflik tambang emas di Bima. Semua ini merupakan bukti nayata betapa semangat persatuan anak-anak bangsa sudah sangat rapuh.

Sementara persoalan kebangsaan yang lainnya terus berkembang biak tiada henti, korupsi, ketidakadilan, dikskriminasi, kemiskinan, kebodohan, dan pengangguran terus saja menghantui kehidupan kebangsaan kita. Ketika kondisi bangsa Indonesia menggalaukan seperti ini, kita tentu perlu mempertanyakan kembali semangat persatuan bangsa Indonesia dalam menyelesaikan beberapa persoalan kebangsaan di atas tadi. Karena tidak mungkin tanpa perstauan yang utuh antaranak bangsa, beragam persoalan tadi bisa diselesaikan dengan baik. Persatuan adalah kunci kesuksesan bangsa Indonesia untuk maju. Sehingga kita sebagai bangsa Indonesia perlu menyatukan visi kebangsaan demi kemajuan negara Indonesia.

Maka kehadiran banyak partai yang ada di Indonesia menurut saya perlu dipertanyakan kembali maka pendirian partainya. Yang hendak mereka cari kepentingan kelompok atau kepentingan bangsa Indonesia secara umum?

Jika yang hendak dicari adalah kepentingan bangsa Indonesia secara umum, maka sudah semestinya kita mengerucutkan partai, kita perlu merekatkan diri demi visi yang satu Indonesia berdaulat, adil, dan makmur. Karena selama ini kehadiran banyak partai ternyata malah menimbulkan banyak problem, termasuk konflik kepentingan. Sehingga perpecahan di antara anak bangsa tidak bisa dielakukan. Keluarnya Hary Tanoesoedibjo dari Nasdem merupakan salah satu bukti nyata jika kepentingan mengalahkan segalanya. Maka jika kita memang memiliki komitmen yang besar dalam upaya memajukan dan menyejahterakan bangsa Indonesia, kita harus menempatkan persatuan bangsa di atas segala-galanya.

Sebenarnarnya pesan penting tentang makna persatuan dan kesatuan bangsa sudah lama ada di Nusantara, sekitar abad 14 Mpu Tantular mencetuskan Bhinneka Tunggal Ika dalam kitab Sutasoma, sebagai spirit persatuan bagi kerajaan Majapahit, yang kemuidan menjadi semboyan bangsa Indonesia dalam hidup berbangsa-bernegara. Pada tanggal 28 Oktober 1928 pemuda-pemudi bangsa meneguhkan dirinya sebagai satu nusa, satu bangsa, dan satu bahasa dalam menggelorakan semangat perjuangan kemerdekaan, yang kemudian disebut dengan Sumpah Pemuda. Sehingga puncaknya berhasil pada tanggal 17 Agustus 1945 Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya.

Franz Magnis-Suseno dalam tulisannya “Persatuan Indonesia Pancasila, Paham Kebangsaan dan Integritas Nasional (Kanisius, 1995) menulis bahwa Sukarno sering mengutip pernyataan Ernest Renan bahwa dasar kebangsaan adalah “le desir d’etre ensemble” yakni hasrat untuk bersama, serta rumusan Otto Bauer yang menyatakan “eine Nastion ist eine aus Schicksalsgemeinschaft erwachsene Charaktergemeinschaft” yang berarti bangsa adalah komunitas yang bercita-cita yang tumbuh dari komunitas senasib.

Lebih jauh Franz Magnis-Suseno menyebutkan, Presiden Sukarno telah menegaskan sesuatu yang sangat penting penting kepada bangsa Indonesia. Bahwa kesatuan bangsa Indonesia tidak bersifat alami, melainkan historis. Bangsa Indonesai beraneka ragam. Dan yang mempersatukan bangsa Indonesia adalah sejarah yang dialami bersama, sebuah sejarah penederitaan, penindasan, perjuangan kemerdekaan, dan tekad pembangunan kehidupan bersama. Dari nasib bersama itulah tumbuh hasrat untuk tetap bersama. Itulah dasar kesatuan bangsa Indonesia.

Lalu mengapa kita masih sering lupa pada dasar semangat pesratuan kita, bahwa bangsa Indonesia dulu lahir atas dasar sejarah penederitaan, penindasan, perjuangan kemerdekaan, dan tekad pembangunan kehidupan bersama. Sungguh kealapaan akan semangat kehadiran kemerdekaan Indonesia itulah yang membuat banyak anak-anak bangsa melupakan persatuan. (*)

Penulis adalah Ketua Umum Aliansi Mahasiswa Bidik Misi (AMBISI) dan Pustakawan Pesantren Mahasiswa (PesMa) IAIN Sunan Ampel Surabaya.

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/