Oleh: Amos Simanungkalit
“Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.”
Hal diatas merupakan sepenggal isi Ketentuan Umum Rancangan Undang-Undang Perguruan Tinggi Pasal (1) ayat (1) yang diangkat pada Sidang Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat bertanggal 13 Juli 2012 di Senayan dimana merupakan penjelasan terkait Pendidikan dimata para peserta pemangku kebijakan terhadap dunia pendidikan nasional. Namun di lain pihak hal ini semakin menjelaskan bahwa hari ini pendidikan nasional sedang dibawa ke ranah lain selain mencerdaskan kehidupan bangsa.
Sebagai bangsa yang besar Indonesia tentu perlu memiliki suatu “grand design” terkait kiblat dan arah pendidikan Inonesia kedepan. Dimana Pancasila merupakan satu-satunya kiblat pendidikan Indonesia hari ini yang dimana termaktub di dalam tiap-tiap silanya. pandangan klasik tentang pendidikan, pada umumnya dikatakan sebagai pranata yang dapat menjalankan tiga fungi sekaligus.
Pertama, mempersiapkan generasi muda untuk memegang peranan-peranan tertentu pada masa mendatang. Kedua, mentransfer pengetahuan, sesuai dengan peranan yang diharapkan. Ketiga, mentransfer nilai-nilai dalam rangka memelihara keutuhan dan kesatuan masyarakat sebagai prasyarat bagi kelangsungan hidup masyarakat dan peradaban.
Butir kedua dan ketiga tersebut memberikan pengerian bahwa pendidikan bukan hanya transfer of knowledge tetapi juga transfer of value. Dengan demikian pendidikan dapat menjadi helper bagi umat manusia. Landasan pendidikan merupakan salah satu kajian yang dikembangkan dalam berkaitannya dengan dunia pendidikan. Adapun cakupan landasan pendidkan adalah : landasan hukum, landasan filsafat, landasan sejarah, landasan sosial budaya, landasan psikologi, dan landasan ekonomi.
Amanat filosofis-ideologis dan konstitusional dalam Pembukaan UUD Proklamasi 45; tentang peningkatan kesejahteraan rakyat dan mencerdaskan kehidupan bangsa, terutama: “…memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa…..” dapat dijabarkan sebagai visi-misi nation and character building.
Makna amanat fundamental ini fokus, berpusat kepada pemberdayaan SDM bangsa Indonesia sebagai subyek penegak, pewaris dan bhayangkari NKRI sebagai sistem kenegaraan Pancasila-UUD Proklamasi 45 yang merdeka, berdaulat dan bermartabat visi-misi ini terutama sebagai amanat nasional, dapat dijabarkan secara mendasar, terutama: (1)Memajukan kesejahteraan umum, berarti : seluruh rakyat warganegara terjamin kesejahteraan sosial ekonominya (sila V) Pancasila; (2) Mencerdaskan kehidupan bangsa, bermakna : cerdas secara mental moral, berbudi luhur sesuai dengan sila I dan agama masing-masing: bermartabat, dan bertaqwa; dan tegaknya kepemimpinan yang memiliki integritas dalam NKRI.
Landasan Filosofis-Ideologis dan Konstitusional Meliputi: (1) Nilai filsafat pendidikan Pancasila, (2) UUD Proklamasi 45, terutama Pasal 31 (3) UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (4) UU No. 9 Tahun 2009 tentang Badan Hukum Pendidikan (5) Penjabaran UUD dan UU melalui: PP dan Kepment (5) Pedoman pelaksanaannya.
Hal ini tentu semakin menguatkan bahwa peran Pemerintah pelaksana dan Penyelenggara pendidikan tentu menjadi perlu evaluasi lebih lanjut dengan tidak semakin mengurangi peran pemerintah hari dengan memberi peran yang besar kepada pihak swasta maupun perseorangan. Dimana hal ini turut member andil bahwa Pendidikan hari bukanlah untuk mencerdaskan seluruh rakyat Indonesia namun buat semakin pendidikan jauh dari rakyat. Dimana kran-kran pendidikan hari ini akan terkunci buat para rakyat yang berekonmi rendah dan semakin menegaskan bahwa “Orang Miskin Dilarang Pintar”.
Draf Rancangan Undang Undang tentang Perguruan Tinggi yang akan disahkan terdiri dari 12 bab dan 100 pasal, dengan pokok pengaturan substansi penting seperti ketentuan umum, dasar, asas, fungsi, dan tujuan pendidikan tinggi. UU itu juga mengatur penyelenggaraan pendidikan tinggi, kerjasama internasional, penjaminan mutu, tata kelola, kemahasiswaan, pengembangan, pendanaan dan pembiayaan pendidikan tinggi, penyelenggaraan pendidikan tinggi asing dan peran serta masyarakat.
Hal yang menjadi cukup menimbulkan keresahan dikalangan Perguruan Tinggi yakni bab terkait pendanaan pendidikan tinggi, penyelenggaraan pendidikan tinggi asing, serta kerjasama internasional. Perihal pendanaan disinyalir bahwa pemerintah seolah membuka celah untuk cuci tangan terhadap pendanaan tiap-tiap perguruan tinggi.
Lalu terkait dibukanya kerjasama Internasional terhadap perguruan tinggi dimana hal ini akan berdampak terhadap berkurangnya kursi buat para peserta didik yang berasal terhadap dalam negeri dikarenakan hari ini Indonesia belum siap dalam menyongsong era globalisasi terkhusus dalam dunia pendidikan yang pastinya akan terlihat nyata ketika “dunia kampus” akan menjadi semakin asing dari para mahasiswa yang berlatar belakang ekonomi dibawah indeks kemiskinan.
Dan yang terakhir terkait semakin dibukanya ruang-ruang buat swasta untuk mengelola pendidikan yang dimana nilai-nilai luhur dunia pendidikan ditangkap akan semakin menyurutkan falsafah pendidikan nasional sendiri yakni, “Pendidikan seharusnya dapat dirasakan semua rakyat Indonesia secara merata, jika tidak kalau perlu standart pendidikan sendiri harus diturunkan untuk menyentuh seluruh lapisan”.
Kualitas pendidikan di Indonesia saat ini sangat memprihatinkan. Ini dibuktikan antara lain dengan data UNESCO (2000) tentang peringkat Indeks Pengembangan Manusia (Human Development Index), yaitu komposisi dari peringkat pencapaian pendidikan, kesehatan, dan penghasilan per kepala yang menunjukkan, bahwa indeks pengembangan manusia Indonesia makin menurun.
Di antara 174 negara di dunia, Indonesia menempati urutan ke-102 (1996), ke-99 (1997), ke-105 (1998), dan ke-109 (1999). Menurut survei Political and Economic Risk Consultant (PERC), kualitas pendidikan di Indonesia berada pada urutan ke-12 dari 12 negara di Asia. Posisi Indonesia berada di bawah Vietnam. Data yang dilaporkan The World Economic Forum Swedia (2000), Indonesia memiliki daya saing yang rendah, yaitu hanya menduduki urutan ke-37 dari 57 negara yang disurvei di dunia. Dan masih menurut survai dari lembaga yang sama Indonesia hanya berpredikat sebagai follower bukan sebagai pemimpin teknologi dari 53 negara di dunia.
Setelah kita amati, nampak jelas bahwa masalah yang serius dalam peningkatan mutu pendidikan di Indonesia adalah rendahnya mutu pendidikan di berbagai jenjang pendidikan, baik pendidikan formal maupun informal. Dan hal itulah yang menyebabkan rendahnya mutu pendidikan yang menghambat penyediaan sumber daya menusia yang mempunyai keahlian dan keterampilan untuk memenuhi pembangunan bangsa di berbagai bidang. Lalu pemerintah hanya menyaksikan ini dengan memberikan pengelolaan perguruan tinggi menjadi milik segelintir rakyat? Seharusnya Perguruan Tinggi menjadi Rumah Bersama para kaum Intelektual muda untuk berekspresi.
Penulis: Sekretaris Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia Cabang Medan
Mahasiswa Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara