28 C
Medan
Saturday, December 20, 2025
Home Blog Page 14489

Marzuki: KPK Jangan Anti Kritik

JAKARTA- Keberadaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai lembaga penegak hukum masih dibutuhkan masyarakat. Namun, dalam posisinya sebagai lembaga yang mendapat dukungan publik, KPK seharusnya tidak menjadi instansi yang anti kritik.

“Kita ingin KPK menjadi harapan masyarakat semua, tapi jangan sampai KPK anti kritik,” kata Marzuki Alie dalam diskusi bertajuk Realistiskah Pembubaran KPK di Restoran Bumbu Desa, Jakarta, kemarin (9/10).

Menurut Marzuki, dalam wacana pembubaran KPK, dirinya menegaskan tidak setuju dengan usulan tersebut. Menurut dia, pada momen saat ini, KPK masih dibutuhkan untuk melakukan tugas dan fungsinya sesuai amanat Undang Undang.
“Jadi sebenarnya itu tidak perlu dipertanyakan lagi. Karena (usul pembubaran KPK) itu tidak realistis,” jelasnya.

Hanya saja, kata Marzuki, posisi KPK saat ini seakan kebal dengan kritik yang terlontar. Sebagai contoh, kritiknya terhadap KPK memiliki latar belakang dan penjelasan yang gamblang. Namun, seakan-akan kritik itu dianggap sebagai bentuk resistensi dewan terhadap KPK.

“Yang kita bicarakan A sampai Z. Jangan hanya disimpulkan Z,” ujarnya.

Sebagai lembaga penegak hukum, Marzuki menilai KPK memiliki kedudukan yang sama dengan Kepolisian dan Jaksa. Dalam hal ini, KPK harus memahami bahwa setiap lembaga membutuhkan pengawas.
“Sebab kalau tidak diawasi, lama-lama lembaga itu menjadi arogan,” ujarnya.

Menurut Marzuki, KPK sudah mengalami perjalanan selama kurang lebih delapan tahun sejak berdiri. Semakin lama, pola penindakan KPK bisa jadi dipahami oleh para oknum koruptor. Karena itu, tidak bisa pemberantasan korupsi bisa dilakukan dengan hanya mengandalkan KPK.

“Keliru besar kalau hanya mengandalkan KPK. (Karena) koruptor makin lama makin pintar,” ujarnya.
Dalam hal ini, Marzuki meminta adanya lembaga pendukung yang mampu menjadi pencegah tindak pidana korupsi. Keberadaan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) harus dipulihkan kembali kewenangannya.
Saat ini, BPKP tidak lebih hanya sebagai lembaga pengawas yang hanya bisa memberikan rekomendasi atas keuangan instansi pemerintah.

“Fungsinya supaya instansi itu mendapat predikat WTP (Wajar Tanpa Pengecualian, red). Tapi ada maling atau tidak di dalamnya tidak ada yang bisa menjamin,” ujar mantan Sekjen Demokrat itu.

Marzuki menyatakan, BPKP harus dikembalikan fungsinya sebagai auditor internal dari instansi pemerintah. Dengan begitu, celah-celah permainan anggaran yang akan dilakukan oknum instansi pemerintah, bisa langsung dicegah oleh BPKP.

“Fungsi itu bisa bersinergi dengan fungsi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sebagai auditor eksternal,” jelas Marzuki.
Di tempat yang sama, Wakil Ketua KPK Bibit Samad Riyanto menyatakan, KPK selama ini tidak pernah anti kritik. Menurut dia, kritik apapun bisa disampaikan asal disampaikan juga solusinya. “Karena anda yang tahu solusinya, jangan sekedar kritik,” ujar Bibit.

Mengomentari wacana pembubaran KPK, Bibit lantas menyampaikan sejumlah data mengapa KPK masih dibutuhkan secara kelembagaan. Pembubaran KPK bisa dilakukan jika aparat penegak hukum lain sudah bersih dari korupsi. “Namun, aparat penegak hukum saat ini tidak bersih dari korupsi,” kata Bibit.

Tidak cukup di situ, kasus korupsi adalah kejahatan extraordinary atau luar biasa. Sementara, hanya KPK yang saat ini menjadi lembaga yang diberi mandat melaksanakan UU tindak pidana korupsi. “Hukum acara pidana biasa saat ini tidak mampu menangani korupsi,” kata Bibit mengingatkan. Termasuk pula, lanjut dia, peluang dilakukannya korupsi di lingkungan aparat penegak hukum masih tinggi.

Bibit juga sependapat jika ada lembaga di luar KPK yang mampu mendukung upaya pencegahan tindak pidana korupsi. Tidak hanya BPKP, lembaga pengawas tingkah daerah sebaiknya dioptimalkan kembali. “Irjen (Inspektorat Jenderal, red), dan Bawas (Badan Pengawas, red) juga harus dihidupkan,” tandasnya. (bay/jpnn)

Mereka Pernah Diseret ke KPK:

  1. 43 Anggota Dewan
  2. 8 Kementrian
  3. 7 Gubernur
  4. 22 Bupati/Walikota
  5. 8 Komisioner seperti KPU, Komisi Yudisial, dan KPPU
  6. 3 Duta Besar (termasuk mantan Kapolri) dan 4 pejabat Konsulat Jenderal
  7. 1 guberur Bank Indonesia dan 4 Deputi Gubernur
  8. 4 Hakim, 2 Jaksa, termasuk penyidik KPK
  9. Sejumlah pejabat eselon I dan II (Dirjen, Sekjen, Deputi Jenderal, Direktur Jenderal, dll)
  10. Sejumlah CEO perusahaan publik yang terlibat kasus korupsi.

Jumlah Aset Negara yang Sudah Diselamatkan KPK (s.d 2010)

  • 2005: Rp 6,95 miliar
  • 2006: Rp 12,99 miliar
  • 2007: Rp 48,45 miliar
  • 2008: Rp 411,8 miliar
  • 2009: Rp 144,28 miliar
  • 2010: Rp 134,36 miliar

Sumber: Paparan Wakil Ketua KPK Bibit Samad Riyanto

Genap Dua Tahun, Kinerja DPR Semakin Anjlok

JAKARTA- Perjalanan DPR periode 2009-2014 sudah genap berusia dua tahun per 1 Oktober lalu. Bukannya semakin membaik dari tahun sebelumnya, kinerja DPR di tahun kedua ini, baik kinerja legislasi, anggaran, maupun pengawasan, justru semakin merosot.

“Masih bisa dipahami kalau pada tahun pertama, kinerja DPR agak terpuruk. Soalnya, tahun pertama biasanya masih perlu penyesuaian dan belajar. Tapi, setelah melewati tahun kedua, kinerjanya malah semakin jeblok,” kritik Direktur Eksekutif Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Sebastian Salang di kantornya, Jalan Matraman Raya, Jakarta, kemarin (9/10).

Menurut Sebastian, fungsi-fungsi DPR memang berjalan. Tapi, tidak menghasilkan kinerja dan produk yang benar-benar memenuhi kepentingan publik. Ironisnya, lanjut dia, perilaku anggota DPR justru semakin menjauh dari kesan mengabdi kepada kepentingan dan aspirasi rakyat.

“Kuatnya dugaan telah terjadi praktek mafia dan percaloan dalam proses anggaran, legislasi, dan pengawasan di Senayan semakin memperburuk wajah DPR,” katanya.

Sebastian mencontohkan, dari aspek anggaran, DPR seolah sengaja tidak kritis dan mendorong efisiensi. Alokasi anggaran yang disetujui DPR, hampir selalu lebih besar dari usul anggaran yang diajukan pemerintah. Gejala ini terlihat dengan kasat mata pada APBN tahun 2011.

Pemerintah awalnya mengajukan anggaran belanja negara sebesar Rp 1.202 triliun. Alih-alih berfikir efisiensi, DPR justru menyetujui anggaran dalam jumlah yang lebih besar, yakni Rp 1.229,5 triliun. “DPR menambah Rp 27,5 triliun dari yang diusulkan pemerintah,” kata Sebastian.

Hal yang sama terjadi pada alokasi belanja kementerian/lembaga. Pemerintah hanya mengusulkan Rp 410,4 triliun. Oleh DPR, disepakati sebesar Rp432,7 triliun. Artinya, ada tambahan “bonus” sebesar Rp 22,3 triliun. Meskipun sudah mendapat tambahan, ternyata masih ada nomenklatur lain yang disebut tambahan belanja kementerian/lembaga yang nominalnya mencapai Rp 21,8 triliun. Sebastian mengatakan DPR sebenarnya tidak perlu menambah alokasi anggaran yang diajukan pemerintah. Karena pemerintah pasti sudah memperhitungkan masak-masak anggaran yang diajukannya.

Wakil Ketua DPR Taufik Kurniawan mengatakan performance dan kinerja DPR sebagai episentrum politik nasional tidak terlepas dari dinamika menuju penyerahan estafet kepemimpinan nasional pada 2014. Dalam situasi seperti itu, otomatis masing-masing partai berusaha memanfaatkan sisa untuk pembangunan citra.(pri/bay/jpnn)

Diduga Diperkosa Lalu Dibunuh

Gadis 13 Tahun Ditemukan Tewas di Kebun Sawit

LABURA- Darno (40) penduduk Kecamatan Aek Natas, Kabupaten Labura (Labuhan Batu Utara), sontak menjerti saat melihat sesosok mayat wanita ditaksir berusia 13 tahun, dengan posisi terlentang di kebun sawit milik Ali Munthe, Sabtu (8/10).

Peristiwa penemuan mayat wanita itu, peratama kali diketahui Darno saat ia sedang mengembalakan ternaknya. Saat tengah asik mengembalakan lembu miliknya di tengah kebun Ali, tepatnya pukul 15.00 WIB, dia mencium aroma bau busuk yang tak jauh dari tempat dia berdiri tepat di Kampung Yaman.

Merasa penasaran dengan bau menyengat hidung itu, Darno pun berupaya mencari asal bau tersebut. Tak jauh dari lokasi semula, Darno sontak menjerit setelah mendapati seonggok mayat wanita mengenakan baju cokelat dan rok pramuka. Melihat hal tersebut, Darno langsung berlari ketakutan dan menuju rumah Kepala Dusun yang tak jauh dari lokasi penemuan mayat.

Warga yang mengetahui adanya temuan mayat setelah Darno bercerita kepada Kepala Dusun, langsung berduyun-duyun menuju TKP (tempat kejadian perkara). Selanjutnya, setelah melihat dengan mata kepala, Kepala Dusun tersebut menghubungi petugas Kepolisian Mapolsek Aek Natas.

Tak berapa lama, petugas tiba di TKP setelah mendapat laporan dari Kepala Dusun dan melakukan olah TKP,. Setelah olah TKP, petugas langsung memboyong jenazah korban ke ruang jenazah RSUD Djasamen Saragih untuk diotopsi.
Sekitar pukul 08.00 WIB, jenazah wanita muda tersebut tiba di Ruang jenazah RSUD Djasamen Saragih untuk dilakukan otopsi.

“Di sekitar tubuh korban ditemukan sepatu transparan dan pakaian korban masih lengkap di sekujur tubuh korban,” ujar Kanit Reskrim Polsek Aek Natas Aiptu Pandiangan Purba saat di temui  di kamar mayat RSUD Dr Djasamen Saragih, Minggu (9/10).

Ahli Forensik RSUD Djasamen Saragih Dr Reinhard JD Hutahaean SpF, ketika dikonfirmasi mengatakan, dari hasil otopsi sementara, korban meninggal sekira 24 jam lalu, dugaan sementara kematian korban akibat benturan benda tumpul pada kepala, leher, dan dada.

“Kita juga menemukan tanda-tanda persetubuhan karena ada cairan sperma di kemaluan korban dan kekerasan pada vagina, yang kita dapati luka robek akibat benda tumpul,” ujar Dr Reinhard.(cr1/smg)

Ingat Bendera dan Gotong Royong, Bangsa Kuat

Hari besar kenegaraan tak begitu banyak di Indonesia, tapi banyak warga tak mengingatnya. Seperti hari kesaktian pancasila yang jatuh tepat pada 1 Oktober setiap tahunnya, sudah amanat aturan memasang bendera setengah tiang. Tapi itu hanya sebatas amanat, kini kebiasaan itu luntur sudah.

Indonesia dikenal sebagai negara yang merdeka pada 17 Agustus 1945, di negara yang memiliki 230 juta jiwa penduduk itu dihuni beragam etnik. Sekitar 300 kelompok suku mendiami lima pulau besar di Indonesia.
Keragaman kelompok suku itu terbagi dalam kelompok kecil lainnya. Bahkan, pada tahun 2000 silam Indonesia menambah satu etnis lagi yakni etnis Tionghoa. Pada hakekatnya, per tambahan bukan menjurus kepada persaingan, kecemburuan maupun pemisahan. Tapi, semuanya diharapkan membaur dengan mendirikan rumah-rumah yang saling berdekatan antar etnis. Di bidang usaha, proporsi antar etnik saling berhubungan. Kerekatan antar etnis menunjukkan kerukunan dan ketentraman.

Cerminan itu tak muncul sejak era reformasi. Seperti pada peringatan hari kesaktian Pancasila 1 Oktober 2011 silam. Warga di Sumut tak banyak yang menghargainya. Bahkan, pada era orde baru ketika hari kesaktian Pancasila datang warga berduyun-duyun memasang bendera setengah tiang di depan rumahnya masing-masing. Hal itu tak tampak lagi, di Kota Medan khususnya. Lebih mirisnya, warga lupa dengan hari kesaktian pancasila itu. Terlihat, hanya sedikit dari warga yang mengibarkan bendera setengah tiang untuk memperingati hari kesaktian pancasila. Tak jarang, di antara warga pun tak saling mengingatkan lantaran kesibukannya masing-masing.

Wartawan koran ini bertanya kepada seorang warga, Faisal (21) warga Jalan Tempuling, Medan Tembung. Dia mengakui, bahwa dirinya lupa dengan hari kesaktian pancasila. Sebab, surat imbauan ke rumah warga tak sampai.
“Kalau dulu masa orde baru, ada surat imbauan dari kelurahan atau kepala lingkungan ke rumah. Tapi sejak reformasi ini sudah mulai jarang,” sebutnya.

Bukan itu saja, diberbagai wilayah di ruas jalan di Kota Medan tak tampak berkibar bendera setengah tiang. Baik itu di kecamatan yang mayoritas dihuni warga Melayu, Minang, Batak dan Jawa, melainkan di kelurahan yang banyak dihuni suka Tionghoa juga tak mengibarkan bendera setengah tiang.

Mendengar hal itu, Wali Kota Medan, Rahudman Harahap menyebutkan suerat sudah diedarkan melalui kelurahan. Jika tak sampai ke rumah-rumah warga, tentunya ada halangan lain di tingkat pemerintahan terdekat yakni kelurahan.
“Ini akan menjadi evaluasi kami ke depan. Intinya, seluruh warga kami ingatkan untuk sama-sama menghargai dan peduli mengibarkan berbedera setiap hari besar negara,” ingatkannya.

Rahudman membeberkan, apabila kondisinya banyak diantara masyarakat yang masih tak memasang bendera, tentunya bukan menegurnya sekarang. Melainkan harus membuat berbagai kegiatan untuk mengingatkan kembali bagi generasi muda mendatang. Untuk melakukan hal tersebut diperlukan kebersamaan agar terbentuknya generasi muda yang mencintai negaranya.

“Kalau semuanya dilakukan dengan kebersamaan, negara ini khususnya Kota Medan akan semakin indah. Apalagi budaya gotong royong sudah ada sejak leluhur, maka tinggal memupuknya lagi agar kebersamaan itu tetap terjaga,” paparnya.

Dia mengakui, persoalan meng hargai hari kesaktian pancasila ini merupakan bentuk kesadaran semata. Bila diketahui, sekarang ini kesadaran lemah. Justru setiap pihak harus bersama-sama memupuknya agar terbangun suatu kesamaan visi membangun bangsa yang lebih sejahtera.

Ungkapan itu diamini sejumlah politisi di DPRD Medan. Ilhamsyah satu diantaranya. Pelajaran kewarganegaraan di sekolah sudah mulai melemah, padahal ketika dulu pelajaran kewarganegaraan terus diajarkan hingga ke perguruan tinggi. Bukan itu saja, setiap memasuki jenjang pendidikan harus memiliki surat kelulusan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4). Dengan adanya itulah, setiap siswa mengingat betul hari-hari besar kenegaraan.
“Sekarang ini saatnya kurikulum kenegaraan itu lebih ditanamkan, tak hanya teori melainkan pengamalannya juga harus dididik,” ingatkannya.

Dipaparkannya bukan terhadap peringatan hari-hari besar kenegaraan saja, tapi sudah harus diajarkan dalam menjaga dan mempertahankan negara. Selanjutnya, pengamalam pada setiap sila-sila Pancasila, karena setiap sila memiliki makna.

“Pancasila itu sebagai dasar negara, jadi setiap silanya harus dikaji dan diamalkan. Pancasila bukan sekedar dipajang di setiap kelas sekolah, guru harus berperan mendidik setiap siswa, lebih peduli kepada bendera dan gotong royong,” sebutnya.

Pada hekekatnya, persoalan rendahnya menghargai hari besar kenegaraan menjadi pertanda satu penurunan sikap kebangsaan. Hal itu juga yang menunjukkan kebersamaan warga negara terus terkikis. Buktinya, pelaksanaan gotong royong cendrung sepi sejak era reformasi. Padahal, gotong royong sebagai budaya bangsa di Indonesia yang diwariskan orang-orang terdahulu.

Munculnya penurunan itu, ketika banyak diantara pejabat, politisi dan pengusaha berjalan sendiri tanpa melihat kondisi bangsa. Bukan itu saja, setingkat kepala daerah cendrung lupa atas rakyatnya hingga akhirnya si pejabat atau politisi menelan pil pahit harus terjerat persoalan penegakkan hukum.

Kondisi bangsa seperti inilah pada akhirnya warga negara melupakan hari besar kenegaran, tingkah sejumlah politisi dan pejabat yang mana politisi cenderung saling gontok-gontokan, padahal memiliki tanggung jawab memberikan pengajaran politik dan kenegaraan, hal yang sama juga dilakukan pejabat setingkat kepala daerah dan wakilnya. Persoalan konflik inilah yang cendrung menghalangi dan membuat warga bersikap tak mau tahu. Alhasil, persoalan bangsa tak tuntas sedangkan konflik kedua tokoh politik dan pejabat harus dituntaskan.

Masalah tersebut bisa dituntaskan dengan berbagai hal, seperti melalui program peningkatan kurikulum kewarganegaraan di setiap jenjang pendidikan dan mengatur setiap partai politik memiliki tanggung jawab kepada warga negara. Dengan kedua hal itu, tercerminnya sikap peduli terhadap bendera simbol negara serta kemauan bersama-sama membangun bangsa.

Rumusan lainnya, perlu dilakukan kegiatan menghargai pancasila setiap kelurahan pada hari kesaktian pancasila setiap tahunnya. Selanjutnya, pada hari besar atau hari libur dimanfaatkan berkumpul antar sesama warga melalui bulan siskamling, bulan gotong royong atau berbagai kegiatan lainnya untuk membangun kelurahan/desa masing-masing. Semakin seringnya warga berkumpul, maka akan semakin erat hubungan antar warga dan menjalar kepada saling menghargai etnik untuk kebersamaan membangun negara. Bila konsep kebersamaan terus dipupuk dengan bekal pendidikan kewarganegaraan yang dimiliki, maka negara semakin kuat dan bangsa sejahtera. (*)

Oleh Chairil Hudha
Wartawan Sumut Pos

Uang Rampokan untuk Bayar Utang

Pelaku Perampokan Toke Sawit Diamankan

BINJAI- Masih ingat dengan kasus perampokan dialami Hendra (27) warga Jalan MT Haryono, Kecamatan Binjai Utara, yang terjadi Senin (25/7) sekitar pukul 17.30 WIB lalu. Kini, satu dari dua pelaku perampokan terhadap tokeh sawit tersebut, berhasil diamankan petugas Polres Binjai, Sabtu (8/10), sekitar pukul 07.00 WIB.

Pelaku yang berhasil diamankan itu yakni, Maruba Sitorus (29) warga Lingkungan IX, Sei Mati, Medan Labuhan. Selain pelaku, petugas juga mengamankan barang bukti berupa sepeda motor Yamaha Mio warna merah BK 5368 HX yang diduga baru dibeli pelaku dengan menggunakan uang hasil rampokannya.

Selain itu, barang bukti lainnya yang berhasil diamankan yakni, buku tabungan Bank Sumut berisikan uang sekitar Rp5 juta, satu buah lemari dengan harga sekitar Rp1,5 juta, dan satu AC merek Sony dengan garga sekitar Rp2,5 juta.
Keterangan yang berhasil dihimpun wartawan Sumut Pos di Polres Binjai menyebutkan, sejak terjadinya perampokan tersebut, petugas Polres Binjai yang dipimpin Kanit Ekonomi Ipda H Tobing beserta anggotanya, terus melakukan penyidikan terhadap peristiwa itu.

Akhirnya, penyidikan yang dilakukan selama kurun waktu sekitar 3 bulan tersebut membuahkan hasil. Dimana, satu dari dua pelaku perampokan berhasil diamankan di rumahnya saat sedang tidur dan sempat bersembunyi di dalam lemari.

Untuk selanjutnya, petugas membawa tersangka ke Polres Binjai beserta barang bukti. Di Polres Binjai, Maruba Sitorus mengaku, kalau ia tidak mengetahui dimana sisa uang hasil rampokannya tersebut.

“Uang hasil rampokan itu, kami bagi dua. Saya dapat Rp30 juta, sementara sisanya diberikan kepada pelaku lain berinisial AN,” ungkap Maruba Sitorus.

Maruba Sitorus, kepada wartawan Sumut Pos mengatakan, uang hasil rampokannya itu, digunakan untuk membayar hutang, memberi orangtua, membeli sepeda motor, lemari, dan menebus tanah. (dan)

Politeknik Harus Evaluasi Lulusan

MEDAN- Belakangan ini, kebutuhan dunia industri terhadap sumber daya manusia (SDM) yang bersifat tenaga ahli (alumni D-3 politeknik ) semakin tinggi. Untuk itu, diharapkan perguruan tinggi memperbaiki mutu lulusan.

Anggota Kopertis Wilayah I Sumut-NAD, Sederhana Sembiring menganjurkan, lembaga politeknik untuk melakukan evaluasi  dengan ketat, mengingat sebagian besar dunia industri sering menggunakan tenaga ahli dari lulusan politeknik (poltek). “Selama ini kompetensi politeknik sudah diakui oleh dunia industri. Namun demikian, seiring perkembangan zaman kompetensi yang diminta oleh dunia industri juga turut berkembang,” ujar Sederhana Jumat (7/10).

Sehingga bilang Sederhana, diminta kepada seluruh politeknik khususnya di Sumut dan NAD terus meningkatkan kompetensinya.  Mengingat salah satu permintaan dunia industri, adalah setiap lulusan harus melek teknologi atau dalam bahasa lain tidak gagap terhadp teknologi.

Sederhana juga mengatakan, salah satu bukti politeknik itu memiliki kompetensi yang bagus ditandai dengan akreditasi.
Untuk itulah, sambungnya politeknik harus terus menjaga akreditasi yang sudah baik dan terus meningkatkan akreditasi yang dinilai masih cukup.

“Ciri-ciri poltek yakni selalu memiliki laboratorium dan bengkel untuk melatih skill mahasiswanya,” paparnya.
Menyikapui hal itu staf ahli Politeknik MBP, Miduk Purba ketika dikonfirmasi mengatakan laboratorium merupakan salah satu penentu kompetensi itu bagus. Selain itu, katanya kualitas dan pemilihan dosen juga penting untuk mendukung skill mahasiswa yang nantinya terjun ke dunia kerja.

“Jadi bukan hanya mahasiswa yang mengerti dan menguasai teknologi modern, dosen juga harus menguasi teknologi, sehingga jalannya akan beriringan. Percuma fasilitas canggih tapi dosennya tidak memahami teknologi,” sebutnya.(uma)

Berawal Dari Menonton Acara Televisi

Gadis Cacat Tekuni Usaha Tas Manik-Manik

Meski mengalami cacat kaki sejak kelas II Sekolah dasar (SD), tak membuat Sumaria (42) berkecil hati bahkan sampai prustasi. Berbekal semangat tinggi, gadis yang mengalami penyakit kaki mengecil ini, mampu menghasilkan karya nyata dengan memproduksi tas manik-manik. Seperti apa kisahnya?

SOPIAN, Tebing Tinggi

Dengan kondisi kaki mengecil dan tidak bisa berjalan selayaknya orang biasa, namun dia tidak menyusahkan orang lain dan terus menekuni pembuatan tas dari manik-manik dan sudah berjalan empat tahun ini.
Saat ditemui Sumut Pos, Minggu (9/10) di kediamannya di Jalan Gunung Arjuna, Lingkungan II, Kelurahan Mekar Sentosa, Kecamatan Rambutan, Kota Tebing Tinggi, Sumaria mengaku, menekuni profesi pembuatan tas manik karena dirinya ingin mandiri.

“Empat tahun sudah saya tekuni pembuatan tas manik-manik, dari pada duduk-duduk menyusahkan orang lain, dengan usaha ini kita jadi hidup mandiri tidak mengharapkan pemberian orang lain,” kata Sumaria yang tinggal di ruangan 3×3 meter.

Anak ke empat pasangan almarhum Muhammad Yusuf dan Rosmini ini, menderita kelumpuhan sejak kecil, saat itu dia menderita sakit panas, setelah dibawah berobat keberbagai rumah sakit, malah sakitnya tidak kunjung sembuh hingga sampai sekarang.

“Walaupun kaki saya cacat dan tubuh ku kecil seperti ini, tetapi semangat untuk hidup dan mandiri tak menjadi pantangan bagi saya. Saya terus bekerja keras untuk memenuhui kebutuhan hidup saya yang ditinggal orang tua (ibu) merantau ke Medan,” sebutnya.

Sementara untuk menghidupi dirinya sehari-hari karena tinggal bersama kakaknya Mila, Sumaria terus membuat tas manik-manik yang dijual kepada pemesan terlebih dahulu. Tas manik-manik dengan berbagai macam corak, warna dan bentuk ini, dikerjakannya tanpa kenal lelah baik siang dan malam, untuk tas manik cantik paling murah dipatok dengan harga Rp15.000 hingga harga Rp100.000 untuk ukuran besar. Untuk model dan jenis, tas manik bisa dipesan sesuai kebutuhan, seperti, tempat handphone, tas sandang melancong dan sofenir lainnya. Untuk bahan manik-maniknya, dia memesan di Kota Medan dengan dibantu ibunya sebulan sekali.

“Ibu saya yang membelikan bahannya, untuk bahan-bahan membuat tas manik terdiri dari manik-manik, benang nilon, jarum jahit dan kain lapis,” kataSumaria.

Sementara untuk pemasaran, Sumaria mengalami kendala, pasalnya untuk pemasaran dirinya hanya punya teman yang menjualkan dengan cara dikreditkan kepada tetangga dan orang lain.

Dia pun sangat berharap, Pemerintah Kota Tebing Tinggi bisa memfasilitasi pemasaran tas manik-manik buatannya untuk dipasarkan di dalam kota maupun luar kota. Sementara untuk bantuan dari pihak Pemko, dirinya mengaku sudah pernah menerima bantuan walupun nilainya dirasa masih cukup kecil.

“Bantuan pernah diterima, tapi untuk penambahan modal masih kurang. Yang lebih penting, pemasarannya mas, pemerintah diharapkan bisa membantu,” harap Sumaria dengan duduk terpaku merajut manik-manik dengan sabar di dalam kamar tidur sekaligus tempatnya bekerja.

Sebelum Sumaria menekuni pembuatan tas manik-manik ini, dahulu dia  tidak punya kegiatan dan hanya duduk-duduk di rumah. Bermula melihat tontonan di televisi, dirinya berinspirasi untuk menciptakan lapangan pekerjaan bagi dirinya sendiri.

Dan ilmu yang didapatkan itu, mendapatkan dukungan penuh dari ibunya hingga dia terus menekuni usaha tas manik-manik sampai sekarang.

“Sebenarnya untuk ilmu ini diperoleh secara alami (otodidak), ditambah sokongan dari orang tua (ibunya) dan buku,” jelasnya.

Masih Sumaria, untuk menyelesaikan satu tas ukuran kecil, butuh waktu satu hari merajut manik-maniknya. Untuk tas yang sedang, butuh waktu selama empat hari, sedangkan yang besar bisa memakan waktu hingga setengah bulan lamanya. Dalam pembuatan tas rajut manik-manik ini, dibutuhkan kesabaran.

“Kalau orang yang tidak sabar, tidak akan bisa merajut tas manik ini. Kita harus merajut satu persatu manik-manik hingga menjadi sebuah tas,” bebernya.

Untuk keperluan makan, dia memberikan uang belanja kepada kakaknya setiap minggu dari hasil penjualan tas manik-manik. Untuk mandi, Sumaria bisa berjalan ke kemar mandi dengan cara merangkak dan duduk di kursi roda dia juga melakukannya sendiri.

“Semuanya kalau masih bisa, saya lakukan sendiri, tapi kalau tak mampu baru minta bantuan kakak,” cetusnya sembari memasukkan manik-manik ke dalam benang nilon.

Penjualan tas manik untuk satu bulannya belum memuaskan. Penjualan tas manik dalam sebulan hanya lima belas buah ukuran kecil dan sedang. Parahnya, penjualan tas manik-manik ini dilakukan secara kredit sehingga putaran uangnya lamban.(*)

Budaya Bersih Belum Beres

Bagi sebagian orang mungkin soal sanitasi adalah sesuatu yang sepele. Padahal, selain sangat berpengaruh pada lingkungan, sanitasi yang bermasalah juga bisa menghilangkan nyawa.

Ya, penyakit terkait air, sanitasi, dan  masalah kebersihan  (hygiene) berdasar  kan data World Health Organization (WHO) 2008 menyumbangkan 3,5 persen dari total kematian di Indonesia. Sedangkan salah satu penyakit akibat ketiga hal tersebut, yaitu diare, menyumbang kematian nomor satu pada balita di Indonesia—sebesar 25 persen sesuai data Riset Kesehatan Dasar 2007.

Masalah utama yang mempengaruhi adalah masalah sanitasi. Meliputi banyak faktor sanitasi seperti selokan tersumbat, mencuci dan mandi di sungai tercemar, buang air besar sembarangan, jamban yang asal-asalan, pembuangan limbah industri di kawasan pemukiman, dan pembuangan liar lumpur tinja.

Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, Tjandra Yoga Aditama, mengatakan fasilitas seperti seperti mandi cuci kakus (MCK) masih menjadi kendala bagi sebagian masyarakat Indonesia. Begitu juga dengan jamban dengan pembuangan yang tidak benar.

Selain penyakit terkait air, sanitasi dan kebersihan, angka kematian juga sangat dipengaruhi oleh perilaku orang Indonesia. ‘’Penyakit-penyakit ini sebenarnya bisa dihindarkan melalui perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS),’’ kata Tjandra.

Penyakit seperti diare, cacingan dan typus bisa menular dari tangan yang tidak bersih. Sayangnya, perilaku cuci tangan masih jarang dilakukan orang. Secara umum perilaku cuci tangan pakai sabun orang Indonesia masih sangat rendah. Data perilaku cuci tangan Kementerian Kesehatan 2010 mencatat hanya 23 persen orang yang mencuci tangan dengan sabun. Meningkat dua kali lipat dibanding 2007 yang sebesar 11 persen.

Meski begitu, kajian morbiditas diare tahun 2010 oleh Kementerian Kesehatan menunjukkan penurunan penderita diare dari 423 per seribu penduduk menjadi 411 per seribu penduduk. Menurut Tjandra, cuci tangan pakai sabun adalah cara sederhana menjaga kesehatan dan bisa menurunkan kasus diare hingga 47 persen, infeksi saluran pernafasan atas (ISPA) dan flu burung hingga 50 persen. (bbs/jpnn)

Galian Parit Jalan Tombak Dihentikan

081375613xxx

Yth Bapak Wali Kota Medan, kami tahu Bapak perduli dengan drainase tapi kenapa galian parit di Jalan Tombak dihentikan? Sementara yang sudah digali paritnya masih bagus. Sekarang kami yang tinggal di Jalan Tombak arah Pancing sering kebanjiran walaupun hujan hanya sebentar karena air parit meluap. Tolong kami diperhatikan Pak.

Dikoordinasikan

Terima kasih informasinya, kami akan berkoordinasi dengan instansi terkait yakni Dinas Bina Marga. Selanjutnya, melalui instansi tersebut akan mengecek langsung ke wilayah yang telah disebutkan. Kemudian, kami meminta agar kelurahan dan aparatur kecamatan juga melaporkannya kondisi terakhir mengenai wilayah tersebut.

Khairul Buhari
Plt Kabag Humas Pemko Medan

Lebih Gampang Diingat

Ayu Ting Ting Ganggu Dominasi Boyband dan Girlband

Belum habis kata menyoal Ayu Ting Ting. Lewat ‘Alamat Palsu’ dan sosok polosnya, Ayu mampu membuka mata bahwa dangdut belum ‘habis’. Maklum saja, musik tanah air belakangan terlalu disesaki kalangan boyband ‘berwajah’ Korea.

Ayu bahkan disebut-sebut berhasil menggeser kepopuleran para boyband dan boygirl yang baru-baru ini berhasil menarik perhatian masyarakat pecinta musik Indonesia. Lalu apa kata selebritas soal fenomena Ayu Ting Ting di tengah-tengah maraknya grup boyband dan girlband?

Mantan VJ MTV, Nirina Zubir, dan penyanyi Rossa tertarik untuk menanggapi hal ini. Bagi Nirina kehadiran Ayu Ting Ting di tengah-tengah maraknya grup boyband, semakin menambah variasi dunia musik Indonesia. “Nggak apa-apalah. Semakin banyak penyanyi, semakin banyak variasi dalam musik Indonesia,” kata Nirina saat ditemui di Jakarta.
Bahkan, artis muda Rina Diana menilai kesuksesan yang diperoleh Ayu Ting Ting saat ini bukanlah suatu keberuntungan semata. Namun, berkat kegigihan Ayu yang luar biasa di usia yang masih belia. “Aku salut sama dia, kesuksesannya ini hasil dari kerja kerasnya. Bukan karena instan atau aji mumpung, tapi emang kerja keras dari nol,” kata Rina.

Si cantik berdarah Manado-Yunani ini mengaku bangga dengan Ayu Ting Ting yang mau berkiprah di musik dangdut. Padahal, kata dia, kebanyakan masyarakat menganggap dangdut itu musik kelas bawah dan susah ngehits.
“Dia hebat, mau berkarier di musik dangdut. Lagunya emang bagus. Padahal musik dangdut jarang dilirik. Meski kata orang kampungan, tapi menurut aku lagu dangdut itu keren,” paparnya.

Diva cantik Rossa juga merasa bangga industri musik tanah air diramaikan oleh para pendatang baru yang berhasil menyedot perhatian. Ia senang, perkembangan musik Indonesia kini dipegang oleh kaum musisi muda.
“Aku pikir persaingan antar mereka fair dan sehat. Baik Ayu Ting Ting dan para boys atau girlband itu bersaing sehat di genre musik  mereka masing-masing. Ayu dengan dangdutnya, sedangkan mereka (boyband) di jalur pop. Mereka berkompetisi di blantika musik Indonesia secara profesional untuk merebut hati masyarakat dan pangsa pasar industri,” katanya.

Mantan istri Yoyo Padi ini pun merasa sudah kepincut dengan penampilan Ayu Ting Ting. Menurutnya, meski baru berusia 19 tahun, Ayu berhasil menyihir perhatian publik. Tidak hanya piawai dalam menyanyi, Ayu juga mulai merambah ke dunia lain.

“Yang aku tahu juga di salah satu acara, dia sudah pintar jadi host juga. Nah, kalau boy atau girlband itu, banyak yah, aku saja sampai sulit menghapal  nama dan lagunya. Malah antar mereka itu yang berkompetisi, bukan sama Ayu,” uajar Rossa menanggapi.

Presenter Olla Ramlan juga memberikan komentar tak jauh berbeda. Sebabnya, dangdut dengan segala keterbatasan dan cap jeleknya, terbukti mampu bertahan di tengah kepungan aliran musik modern.

“Lagunya enak didengar dan liriknya gampang diingat, jadi wajar saja menjadi hits. Walaupun itu musik dangdut, nggak ada masalah. Selama lagu itu enak didengar, pasti bisa jadi hits,” kata Olla.

Kenapa lagu milik Ayu Ting Ting meledak di pasaran? Menurut janda Alex Tian ini, itu karena dangdut sangat mengakar di blantika musik tanah air. Dangdut, kata dia, lebih simpel dan cenderung peka terhadap kondisi sosial masyarakat.
“Dangdut itu kan musik negeri sendiri. Wajar kalau lagunya meledak karena orang sudah akrab mendengarnya. Ya meskipun selera orang itu masing-masing beda ya,” paparnya.

Ke depan, Olla bahkan yakin dangdut bisa merajai chart musik Indonesia. Syaratnya, musisi dan pencipta lagu dang­dut terus kreatif mencari tahu apa yang mau didengar oleh penikmat musik. Makanya itu, tak perlu khawatir dangdut bakal tergerus aliran boyband atau girlband yang belakangan ikutan booming. “Kadang-kadang kita tidak perlu lihat yang lagi trend apa. Kita harus jadi leader dalam satu hal, bukan hanya jadi follower. Me­nurut saya gebrakan itu penting,” tegasnya.

Lalu, bagaimana dengan penyanyi dangdut Dewi Perssik? Hm, rupanya Si ‘goyang gergaji’ itu mengaku kaget saat mengetahui Ayu Ting Ting mengidolakannya. “Kalau saya disukai sama se­seorang, sesama profesi saya bangga. Seperti saya suka umi Elvi Sukaesih dan Bang Haji Rhoma Irama,” kata janda Saipul Jamil itu.

Depe juga tak merasa tersaingi dengan kehadiran Ayu Ting Ting. “Rezeki tidak ada yang menyaingi, biar orang yang menilai. Rezeki nggak bisa dipilih. (Misalnya) suara dan goyangan yang lebih bagus dari saya itu banyak,” pungkasnya. (rm/jpnn)