25 C
Medan
Thursday, December 25, 2025
Home Blog Page 15002

Pertamina Sosialisasi Penggunaan LPG

TEBING TINGGI- Untuk memberikan pengertian kepada masyarakat tentang tata cara yang benar dan aman menggunakan kompor gas dan tabung gas 3 kg serta alat lain yang termasuk paket perdana konversi minyak tanah ke LPG, tahun 2011 ini, PT Pertamina kembali mengadakan sosialisasi dan edukasi program Konversi minyak tanah ke LPG di hampir seluruh wilayah Indonesia.

Tujuan kegiatan ini, untuk meningkatkan keyakinan masyarakat penerima paket konversi menggunakan LPG sebagai bahan bakar pilihan dan tidak lagi menggunakan minyak tanah. Dalam kegiatan ini, PT Pertamina memberikan sosialisasi kepada masyarakat pengguna LPG sebagai bentuk kepedulian kepada masyarakat penggunanya.

Program konversi ini telah dimulai sejak tahun 2007 di 25 kabupaten kota di 8 propinsi. Dilanjutkan tahun 2008 mencakup 81 kabupaten kota di 8 propinsi, tahun 2009 166 kabupaten kota di 15 propinsi, tahun 2010 189 kabupaten kota di 16 propinsi dan target di tahun 2011 ini 25 propinsi.

Untuk wilayah Sumatera Utara, setelah digelar dibeberapa kabupaten/kota, program sosialisasi dan edukasi konversi ini digelar di Tebing Tinggi, tepatnya di Kecamatan Bajenis (11/7). Sasaran program ini adalah ibu rumah tangga, kepala rumah tangga, anggota PKK, Karang Taruna, pemimpin/tokoh agama dan masyarakat, NGO, LSM, yayasan/organisasi sosial dan usaha mikro keliling dan menetap. (*/sih)

Ibu 3 Anak Gantung Diri

LUBUK PAKAM- Sulastri (29) warga Dusun Buluh Nipas, Desa Tanjung Sena, Kecamatan Birubiru, ditemukan gantung diri dengan di pohon mangga didepan rumahnya, Minggu (17/7) sekitar 09.00 WIB.

Ibu tiga anak itu, sempat dinyatakan menghilang dari kediamanya, Sabtu (16/7) sekitar 20.00 WIB. Bahkan, dengan dibantu warga sekitar, suami korban sempat melakukan pencarian ke sejumlah tempat.

Pencarian malam itu tidak membuahkan hasil. Keesokan harinya, korban ditemukan sudah tidak bernyawa tergantung dengan seutas tali di pohon mangga sekitar 30 meter dari kediamannya. Mengetahui kondisi korban telah tergantung, warga yang mendengar peristiwa itu sontak berkerumunan dilokasi kejadian. Beberapa saat kemudian, petugas dari Polsek Birubiru datang kelokasi dan melakukan oleh tempat kejadian.
Disebutkan, tidak ditemukan tanda- tanda kekerasan pada tubuh korban. Sehingga pihak keluarga membuat pernyatan kalau korban tewas gantung diri. Selanjutnya dikuburkan ditempat pemakaman umum (TPU) setempat. (btr)

Pegawai PT Pusri Tewas Nabrak Bus

LABUHAN- Seorang pegawai PT Pusri Pelabuhan Belawan, Andreas Pasaribu (46) warga Komplek KPUM, Kelurahan Terjun, Kecamatan Medan Marelan, tewas di Rumah Sakit Martha Friska Medan, akibat luka serius dalam kecelakaan lalu lintas di Jalan Titi Pahlawan, Kelurahan Paya Pasir, Kecamatan Medan Marelan, Sabtu (16/7).

Saat itu, korban baru saja pulang kerja dan ingin pulang ke rumah. Namun, dipertengahan jalan, tepatnya di Jalan Titi Pahlawan, Korban yang mengendarai mobil Zebra Espass BK 1602 LE menyeruduk bus BK 7667 DH yang sedang terparkir di pinggir jalan.

Kemudian, warga sekitar yang mengetahui kejadian langsung melarikannya ke Rumah Sakit Martha Friska Medan untuk mendapatkan perawatan. Setelah menjalani perawatan di rumah sakit, Minggu (17/7) korban menghembuskan nafas terakhir akibat luka pada bagian wajah dan badannya.(mag-11)

Pemekaran pun Dihentikan

APKASI Minta Perekrutan CPNS Ditunda

Soal penundaan perekrutan CPNS memang masih terus menjadi perbincangan. Dimulai hasil temuan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) terkait 124 daerah terancam bangkrut karena APBD terbebani belanja pegawai, kini moratoriun CPNS pun mengemuka.

Nah, Ketua Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (APKASI) Isran Noor berharap agar
Mendagri benar-benar melakukan evaluasi soal perekrutan CPNS. Sebab, dia sepakat jika ada indikasi bangkrut di beberapa daerah. Agar negara tidak terus merugi, dia berharap agar pemekaran bisa di stop terlebih dahulu.
“Pemekaran harus dihentikan. Banyak daerah pemekaran yang belum sukses,” katanya. Termasuk dengan anggaran daerah yang dia nilai kebablasan karena tersedot banyak untuk belanja pegawai. Isran mengakui, jika masih banyak daerah yang 60 persen anggarannya untuk memenuhi sektor gaji.

Pria yang juga menjabat sebagai Bupati Kutai Timur itu khawatir jika pola tersebut tidak diubah, maka kepentingan rakyat akan dipertaruhkan. Bagaiamana caranya? Dia juga meminta agar pusat tidak lagi dengan mudah meminta ada perekrutan PNS. Menurutnya, alasan penyegaran karena pegawai jenuh bekerja kurang tepat.

Akibatnya, sistem tersebut “memaksa” daerah untuk bangkrut dengan sendirinya, Sebab, sistem tersebut justru membuat pengeluaran daerah menjadi semakin membengkak. “Kami berharap agar APKASI bisa didengar. Karena pelaksana di daerah adalah kami,” jelasnya.Permintaan tersebut terkait dengan pernyataan Fitra tentang 124 daerah yang terancam bangkrut karena lebih dari 60 persen anggarannya habis tersedot untuk membiayai gaji pagawai dan tunjangan pejabat. Dalam laporannya, beberapa wilayah sudah terindikasi bangkrut.

Begitu juga dengan fenomena defisitnya anggaran Pemkab Tasikmalaya tahun ini karena tidak sanggup menutupi pembangunan infrastruktur dan membayar utang. Data Kemendagri, total pendapatan Kabupaten Tasikmalaya di APBD 2011 adalah Rp1,039 triliun. Namun, uang tersebut habis untuk belanja tidak langsung termasuk gaji pegawai Rp970,388 miliar.

Dari angka tersebut, hanya Rp210,980 miliar yang dipakai untuk membiayai pembangunan. Meski demikian, Mendagri Gamawan Fauzi bergeming. Dia meminta agar masyarakat tidak terlalu dini mengatakan otoda telah gagal. Alasannya, sistem tersebut baru berjalan 10 tahun. “Pilihan kita untuk otda sudah tepat,” imbuhnya.

Namun, dia memastikan jika para kepala daerah untuk tidak menganggap kekurangan-kekurangan pelaksanaan otoda itu. Apalagi, pusat sudah membuat rencana pembangunan lengkap dengan master plan penguatan ekonominya. Dia yakin semuanya bakal membaik kalau setiap daerah mampu menonjolkan potensi-potensi mereka. “Memang ada kekurangan, tetapi tidak bisa dikatakan gagal,” ujarnya.

Sebelumnya, kabar menarik muncul setelah ada 60 instansi yang tidak memasukan data kebutuhan pegawai baru. Deputi Sumber Daya Manusia (SDM) Aparatur Kemen PAN dan RB,  Ramli Naibaho menyambut baik sikap instansi-instansi tersebut. Menurutnya, pihak-pihak yang tidak mengajukan usulan CPNS baru tersebut karena aparatur mereka masih cukup. Kalaupun ada yang pensiun tahun ini jumlahnya tidak besar. Ke-60 instansi tersebut terdiri atas instansi pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota.

“Tidak berpengaruh terhadap pelayanan masyarakat jika tidak ditutup langsung tahun ini,” tegas Ramli.
Pasalnya, lowongnya kursi PNS akibat adanya pegawai yang pensiun tersebut, bisa diisi secara rapelan beberapa tahun kemudian. Selain persoalan tenaga yang masih cukup, Ramli menjelaskan jika banyaknya instansi yang tidak mengusulkan CPNS baru itu disebabkan masih berlangsungnya penataan birokrasi. Langkah tersebut, merupakan permulaan dari penerapan reformasi birokrasi.

Menurutnya, penghentian sementara penerimaan CPNS baru oleh beberapa instansi tersebut diharapkan bisa dimanfaatkan dengan maksimal. Di antaranya, dengan menata kembali postur birokrasi. Ramli mencontohkan, jika terjadi penumpukan tenaga aparatur yang bekerja di bidang teknis dinas tertentu, bisa dialokasikan ke dinas lainnya yang kekurangan tenaga teknis. Jika postur aparat birokrasi benar-benar sudah tertata, tambah Ramli, peluang instansi pusat atau daerah untuk menerapkan reformasi birokrasi semakin besar. (dim/wan/nw/jpnn)

AXIS Hadirkan Berkah Blak-blakan

JAKARTA-AXIS menyambut Ramadan dengan penawaran bernilai lebih yang akan menghadirkan manfaat layanan komunikasi seluler bagi seluruh masyarakat Indonesia.

Dalam suasana bulan Ramadan yang mengedepankan keterbukaan dan kejujuran, mulai 7 Juli 2011 lalu, AXIS memperkenalkan kampanye ‘Berkah Blak-blakan AXIS’ yang akan ditayangkan melalui televisi, media cetak dan papan reklame di seluruh Indonesia.

‘Berkah Blak-blakan AXIS’ akan mengingatkan seluruh masyarakat Indonesia AXIS telah dan akan terus menjadi GSM Yang Baik dengan menghadirkan penawaran yang transparan, terjangkau dan paling kompetitif, tanpa ada ketentuan dan syarat yang disembunyikan.

‘Berkah Blak-blakan AXIS’ tak hanya terus menawarkan tarif paling terjangkau untuk menelepon ke operator lain hanya dengan Rp390 per menit, namun para pelanggan tetap dapat menikmati manfaat GRATIS Tak Terbatas AXIS, Gratis Bicara Tak Terbatas ke semua nomor AXIS yang lain dan Gratis SMS Tak Terbatas ke semua operator dari pukul 00.00 Wib-06.00 Wib.

Direktur Sales AXIS Syakieb Ahmad Sungkar mengatakan, pihaknya mengerti kebanyakan orang Indonesia mencurigai adanya syarat dan ketentuan tersembunyi dari berbagai penawaran yang ada di pasar, oleh karenanya kami senang dapat kembali menghadirkan penawaran yang mudah dan tidak tertandingi kepada para pelanggan.
“Tarif Rp390 per menit ke semua operator lain yang kami tawarkan saat ini menghapus anggapan mahalnya biaya komunikasi lintas operator, sehingga membantu pelanggan kami untuk bisa lebih banyak berbicara dan berbagi cerita dengan keluarga dan kerabatnya,” kata dia.

Sedangkan penawaran Gratis Bicara Tak Terbatas dan Bonus SMS, lanjutnya, sangat jelas. Cukup gunakan Rp300, Anda akan mendapat Gratis Bicara Tak Terbatas ke semua nomor AXIS atau Gratis SMS Tak Terbatas ke semua operator.
Memperkuat komitmennya sebagai GSM yang Baik, AXIS akan menambahkan beragam keistimewaan selama Ramadan. “Kami memahami Ramadan adalah bulan yang paling dinanti umat Muslim, di mana mereka akan lebih mempererat tali silaturahmi keluarga dan masyarakat sekitarnya baik dengan cara tradisional maupun menggunakan layanan telekomunikasi seluler,” tambahnya.

Bahkan, lanjutnya, AXIS akan selalu menghadirkan berbagai inisiatif menarik ke pasar untuk memungkinkan hal itu. AXIS akan menjawab semua kebutuhan komunikasi pelanggan dengan cara yang setransparan mungkin, terutama selama Ramadan dalam upayanya untuk menjadikan AXIS sebagai operator seluler pilihan masyarakat. (saz)

XL Sediakan Dompet Pulsa

Layani Pembelian Layanan Data dan Paket Hemat

Jakarta- PT XL Axiata Tbk (XL)  terus melakukan inovasi untuk meningkatkan dan memberikan layanan yang lebih baik kepada pelanggan, termasuk dalam hal mempermudah pelanggan mendapatkan berbagai layanan XL.
Kali ini inovasi yang diterapkan berupa Dompet Pulsa (Dompul) yang juga bisa dipergunakan untuk melayani pembelian beragam Paket Hemat XL dan layanan data (Internet, BlackBerry, dan RBT).

Direktur Commerce XL, Nicanor V Santiago, mengatakan, melalui inovasi ini, baik pelanggan maupun retailer akan sama-sama mendapatkan manfaat. Pelanggan akan semakin mudah untuk membeli dan mengaktifkan Paket Hemat dan layanan data yang dibutuhkan, sedangkan retailer akan mendapatkan poin berhadiah atas setiap transaksi layanan data yang dilakukan.

Sebelumnya dengan Dompul kios-kios penyalur resmi XL hanya bisa melayani pembelian pulsa. Mereka tidak bisa melayani jika pelanggan menginginkan hendak membeli Paket-paket Hemat XL atau layanan data yang dikehendaki.
Untuk mendapatkan layanan yang dimaksud, pelanggan harus memilih dan mengaktifkannya sendiri melalui saluran *123#. Dengan adanya inovasi ini, selain melalui *123#, pelanggan memiliki pilihan alternatif yang lebih mudah untuk mendapatkan/mengaktifkan layanan data. Sementara itu bagi para penjual/penyalur layanan XL, penerapan inovasi ini juga akan memberikan  kesempatan mendapatkan komisi dari penjualan paket Hemat XL tadi, dan juga bisa sebagai alternatif penjualan kepada pelanggan selain dari pulsa. HIngga Juni 2011, lebih dari 250 ribu outlet resmi XL siap melayani pelanggan.

Untuk ketersediaan layanan/produk, XL menjamin ketersediaanya setiap saat di pasaran, termasuk untuk layanan Paket Hemat dan layanan data yang bisa dibeli langsung di kios-kios penyalur resmi XL.

Melalui jaringan distribusi yang terkelola dengan baik, layanan XL bisa diperoleh dengan mudah hingga ke pelosok-pelosok daerah. Pelanggan juga bisa mendapatkan informasi berbagai layanan XL di outlet-outlet tersebut. (rel)

Meningkatkan Kualitas Perempuan, Keluarga dan Anak Indonesia

Musda ke-2 Salimah Deli Serdang

Sebagai  ormas muslimah yang dinamis dalam meningkatkan kualitas hidup perempuan, keluarga dan anak Indonesia,  Persaudaraan Muslimah (Salimah) terus berkiprah melakukan berbagai upaya positif.

Mengokohkan dan meluaskan struktur di berbagai  daerah,  meningkatkan kualitas pengurus dan anggotanya,  menjalin kerjasama dengan berbagai pihak yang memiliki kepedulian sama serta menghadirkan berbagai program kegiatan yang bermanfaat di tengah masyarakat. Terkait dengan visi dan misinya tersebut Pimpinan Daerah (PD) Saliman Salimah Deli Serdang menggelar Musyawarah Daerah (Musda) ke 2 yang berlangusng selama dua hari 17 – 18 Juli 2011.

Musda dimulai dengan persidangan yang dilaksanakan di gedung TK Putri Sholeha Tembung dipimpin oleh Drg Tina Arriani. Agenda musda antara lain memilih kepengurusan PD Salimah Deli Serdang tahun 2011 – 2014.  Dari empat kandidat ketua yang menyampaikan visi misi yakni Sufla Irina Amd, Zuraidah S.Ag, Fauziah Rosni S. Ag dan Hj Diani Mursyida S. Pd.I,  melalui musyawarah terpilih Sufla Irina A.Md sebagai  Ketua PD Salimah Deli Serdang.

Ketua terpilih Sufla usai pelantikan di Lapangan Reformasi Tembung (18/7)  mengatakan,  kehadiran Salimah  berupaya membawa harapan untuk bisa  menjadi salah satu organisasi yang berkontribusi mencari jalan keluar bagi berbagai problematika yang dihadapi khususnya oleh para perempuan. Tentunya dengan program-program yang mendorong pemberdayaan perempuan, pengokohkan institusi keluarga serta perlindungan bagi anak. ‘’Melalui departemen – departemen yang ada kita akan mendorong kualitas perempuan sesuai dengan potensinya masing – masing,”ujarnya.

Sufla  mencontohkan  melalui pembinaan SISTER   (Sekolah Ibu Salimah Terpadu) yang selama ini sudah dijalankan. ‘’Kita akan terus menggalakkan program ini.  Program ini diharapkan bisa meningkatkan pemahaman keislaman para perempuan untuk meningkatkan kualitas keluarga,”ujarnya. Ditambah lagi program Koperasi Syariah Serba Usaha Salimah khusus perempuan.  (*/sih)

Menjual Nama Mendulang Rupiah

Ramadhan Batubara

Pada sebuah warung kopi, seorang kawan saya tergelak menceritakan kisah adiknya. Dia ceritakan, adiknya yang tahun ini masuk ke sekolah dasar ternyata sudah hebat menipu demi keuntungan pribadi.  Dan, korbannya siapa lagi kalau bukan kawan saya tadi.

KISAH ini terungkap, tentunya versi pengakuan kawan saya itu, setelah orangtua mereka memasukan sang adik ke sekolah yang diinginkannya tersebut. Sang kawan sedikit terkejut, pasalnya sekolah yang dimaksud adalah sekolah mahal. “Kan kau yang menyuruh dia masuk ke situ,” jawab sang orangtua ketika si kawan menanyakan hal itu. Langsung saja kawan saya membantah.

“Apanya kau ini, dia bilang kekgitu kok,” balas sang orangtua pula.
Tak mau berdebat, kawan saya langsung menjumpai adiknya. Dengan cengengesan, si adik menjawab, “Aku maunya sekolah di situ, Bang.”
“Ya, tapi aku kan gak ada nyuruh kau sekolah di situ, kenapa kau jual namaku sama Mamak,” balas kawan saya.

“Aku maunya sekolah di situ, Bang.”
Ya sudah, daripada sang adek menangis, kawan saya tadi pun langsung menggaruk-garuk kepala. Bagaimana tidak, perjanjiannya, untuk biaya sekolah sang adik, adalah tanggungannya. Dan, si adek kini sudah tersenyum karena resmi menjadi murid sekolah yang diinginkannya itu.

Terus terang, kisah di atas bukan rekaan. Sengaja saya kutip cerita kawan itu di lantun ini karena beberapa hari belakangan memang lagi trend kasus menjual nama demi keunutngan pribadi. Sebut saja nama SBY yang kabarnya telah bolak-balik dicatut alias dijual oknum tertentu. Yang terdekat adalah soal Universitas Sumatera Utara. Nah, saking maraknya kasus pencatutan nama SBY, Mendagri pun segera membuat daftar para pencatut itu.

Baiklah, harus saya katakan salut dengan para pencatut itu. Bukan maksud untuk mendukung mereka, namun yang saya bayangkan adalah mental mereka. Saya yakin, hal semacam itu tidak diajarkan di bangku sekolah, nah, dari mana mereka mendapat ilmu itu. Bayangkan, yang namanya mereka catut tidak tangung-tanggung: presiden!

Tapi, sudahlah, apapun itu semuanya telah terjadi. Pertanyaannya adalah kenapa orang bisa diperdaya oleh mereka. Ya, bukankah modal mereka hanya omongan saja. Mungkinkah seorang SBY merelakan namanya dijual semacam itu? Ayolah, itu kan namanya pencemaran nama baik; bisa dituntut dan dipenjarakan. Atau, jangan-jangan SBY telah merestui hal itu? Tapi, apa buktinya?
Sejatinya jika SBY memberi restu, bukankah harus ada tanda pastinya. Maksudnya begini, untuk melakukan tugas, tentunya dibutuhkan surat tugas kan? Bah, muncul pula pertanyaan lain,

bagaimana jika tugas khusus yang tidak boleh meninggalkan jejak. Hm, tampaknya pertanyaan inilah yang menjadi jawaban. Sang pencatut pasti berlindung dari kata ‘tugas khusus’ tadi. Dia cukup menjual kedekatannya dengan SBY saja, padahal bisa saja itu di luar kendali SBY. Nah, pemikiran terakhir inilah yang tampaknya sering terjadi di negeri tercinta ini.

Saya jadi teringat seorang kenalan menawarkan ‘job’ kepada saya saat penerimaan CPNS beberapa waktu lalu. Ya, dia mengajak saya untuk berbisnis ringan tapi beruntung besar.

“Kau kan wartawan banyak kenal pejabat. Apalagi pas kau kawin, orang bisa melihat papan bunga dari pejabat-pejabat itu. Nah, bilang saja kalau kau bisa memasukan orang untuk menjadi PNS. Terima uangnya setengah, setelah lulus setengahnya lagi. Nah, kalau tak lulus, uangnya kau kembalikan. Biarkan saja mereka ujian, kau pura-pura mengurus gitu. Kalau mereka menuntut, kan tinggal bilang kalau jatahnya diambil anak atau saudara pejabat dari pusat. Dan, untuk hal semacam ini tak perlu kuitansi? Gampangkan?”

Fiuh. Perhatikan, soal menjual nama bisa menjadi begitu gampang. Seperti tawaran kenalan tadi, yang siap memberikan korban, adalah bukan kerja berat bagi saya. Siapa yang tidak percaya dengan saya ketika mengetahui kalau ada papan bunga dari gubernur, wakil gubernur, wali kota, beberapa bupati dan pejabat lainnya di pernikahan saya. Padahal, jika korban bisa lebih cermat, dengan adanya papan bunga itu bukan berarti hubungan saya dengan para pejabat itu akrab kan? Ya, bukankah para pejabat itu memiliki staf yang mengurusi hal semacam itu. Dengan kata lain, ketika ada undangan masuk ke kantor mereka, maka papan bunga pun hadir di rumah pengundang.

Tapi begitulah, kadang kita memang cenderung tidak bijak ketika terdesak. Semacam korban pencatutan nama SBY tadi, jika saja korban mau lebih cermat, tentunya dia tidak akan gampang meluluskan permintaan sang pencatut itu. Masalahnya, kadang sang korban sudah ketakutan begitu mendengar nama yang dicatut. Ditambah lagi, ada bukti kedekatan antara si pencatut dengan yang namanya dicatut. Jika sudah begitu, ya mau apa dibilang, sukseslah program tersebut.

Sejatinya untuk menangkal hal itu, sang korban wajib meminta bukti otentik dari sang pencatut. Misalnya bukti yang berbentuk surat atau apalah, hingga jika dikemudian hari menjadi masalah, sang korban bisa membela diri. Dan ingat, bukti yang dimaksud adalah langsung dari yang namanya dicatut. Kasarnya, sang korban harus menjadikan si pencatut sebagai kurir semata.

Hm, idealnya, perlu konfirmasi langsung pada oknum yang namanya dicatut. Seperti kawan saya tadi yang mengkonfirmasi langsung pada adiknya. Ya, kalaupun ternyata benar, ya sudah berikan saja jika sesuai kesepakatan dan tidak merugikan secara pribadi. Bukankah begitu? (*)

Rumah Burung

Dengan kepak, aku mencoba berteman dengan burung-burung dan mengusir rasa sepi yang bertahun-tahun, membikin sarang di sini. Di kepalaku.

Selepas dari musola untuk solat zuhur, aku membuka laptop untuk melanjutkan pekerjaanku yang tertunda. Di situ ada beberapa fail yang mesti kuedit untuk diterbitkan besok. Aku bekerja sebagai redaktur di majalah lokal. Pekerjaan yang selalu menumpuk adalah rutinitas yang biasa. Terkadang jika waktu bisa tiba-tiba lengang, aku mampir melihat orang sedang mengerjakan batu bata yang terletak persis di seberang rumahku.

Rumah ini–yang sengaja kubangun setelah mengontrak di sana-sini–baru selesai dibangun beberapa bulan lalu. Berdiri di atas tanah warisan yang sekian tahun sempat menunggu untuk digunakan. Awalnya aku berpikir untuk menyumbangkannya saja guna dibangun sebuah mesjid. Di tempatku tinggal hanya ada sebuah musola kecil. Orang-orang agak sulit jika harus jum’atan karena mesjid terletak agak jauh di dusun sebelah.

Namun karena beberapa alasan, aku kemudian membatalkan niat itu dan membangun rumah agak besar di sini. Di rumah ini hanya aku tinggal seorang diri. Sesekali memang ada orang yang datang sekedar bersilaturahim. Tapi kehidupanku sekarang lebih banyak dihuni sepi dari yang sebelum-sebelumnya. Sewaktu-waktu aku sering merasa kaget mengetahui bahwa kehidupan yang dulu seperti dipaksa dibelesakkan sampai sesak tiba-tiba berubah menjadi lengang yang begitu lapang. Meski pekerjaanku masih sama menumpuknya, tetap tak mengubah apapun. Kesepian itu memang harus datang.

Beberapa saat lamanya kutunggu laptop sampai selesai loading dengan membaca majalah, terbitan tempatku bekerja dan terbitan majalah lain. Beberapa minggu ini majalahku seperti bersaing dengan majalah itu. Saling berebut berita. Rapat redaktur menjadi lebih sengit demi mendapatkan kualitas berita yang mampu menandingi kualitas majalah saingan. Tak pelak aku dan kawan-kawan mesti bekerja ekstra keras supaya tidak kecolongan berita.

Rutinitas yang melelahkan itu sering membuatku babak belur. Setiap hari kami harus mengadakan rapat ini-itu, pertemuan di sana-sini, yang memaksaku pulang larut malam setiap harinya. Aku biasanya akan langsung jatuh di atas kasur dan terlelap beberapa saat, sebab tengah malam aku mesti bangun dan menyiapkan berita. Lalu aku tidur sekitar sejam dan bangun untuk sholat subuh. Setelah itu tak ada waktu bagiku untuk tidur lagi.

Sambil menggumamkan berita yang kubaca di majalah, aku terhempas ke waktu di mana kelengangan seperti tak butuh tempat bagiku. Tempatku (waktu itu) adalah kesibukan yang begitu membahagiakan sambil ditemani isteri dan dua anak kembar yang terus rewel menanyakan ini-itu. Wajah mereka menggantikan wajah tokoh-tokoh terkenal dalam foto di majalah tersebut, membuatku serasa ingin benar-benar kembali ke masa itu. Memperbaiki kesalahan sehingga perceraian itu tak mesti terjadi.
“Pikirkanlah sekali lagi.” Bujuk isteriku.
“Aku sudah mengajukan gugatan ke pengadilan. Tidak ada yang harus dipikirkan lagi. Keputusanku sudah bulat.” Kataku tegas.

Tangisnya pecah. Ia terduduk di sofa sambil menutup wajahnya. Airmata merembes di sela-sela jarinya. Untung saat itu anak-anak sudah tidur sehingga mereka tidak perlu menyaksikan keadaan seperti itu. Aku bersikeras untuk tidak menatap tajam wajahnya lagi.

Mira menyeka airmatanya dengan saputangan. Lalu ia beranjak ke kamar dan membanting pintu. Saat itu aku mungkin tak sadar airmataku telah merembes di bulu-bulu mataku. Tak kurasakan basah, hanya sakit di perih di sekitar mata yang bisa kutahan.

Perpisahan memang harus terjadi. Dan sejak itu, sejak hakim mengabulkan gugatan, aku sering pindah mengontrak rumah di sana-sini. Rumahku, rumah kami, maksudku kuserahkan untuk Mira, sebagai pembuktian bahwa aku masih seorang lelaki.

Karena kesal laptop yang belum juga selesai loading, kutekan tombol restart sedikit keras. Laptop mati lagi. Beberapa saat menyala lagi untuk booting. Aku berjalan ke teras rumah sambil menunggu laptop siap. Kulihat pekerja batu bata–yang kesemuanya perempuan–masih bekerja membuat batu bata dengan tanah liat.

Sebenarnya tanah yang mereka gunakan sebagai bahan pembuat batu bata adalah tanah warisan milikku juga. Sengaja kusewakan karena berpikir tanah tersebut pasti akan kosong sia-sia jika tidak digunakan. Sementara uang sewanya kuserahkan kepada abangku yang petani yang kebetulan tinggal di samping rumah. Mereka lebih butuh, pikirku.

Pekerja-pekerja itu sudah datang pukul setengah tujuh pagi. Mereka biasanya selesai pukul tiga siang hari. Aku sering melihat beberapa di antaranya membuat batu bata sambil menggendong bayinya. Aku berpikir betapa perkasanya perempuan-perempuan itu. Apakah mereka juga sejahat Mira? Aku menggeleng. Kembali ke meja kerja untuk memastikan laptop sudah siap digunakan.
“Assalamualaikum….” Ucap seseorang dari arah ruang tamu.
Kutinggalkan pekerjaanku dan bergegas menemui orang tersebut.

Pak Gani, kepala dusun itu ternyata ingin memberikan KTP baruku. Kupersilakan dia masuk namun ia menolak. Katanya ia harus bergegas pulang karena akan pergi ke suatu tempat bersama anak dan isteri. Sebelum pamit, ia menyerahkan sebuah amplop kepadaku.
“Terima kasih, Pak.” Ucapku.
Kuletakkan amplop itu di meja karena kupikir pengirim amplop itu tidak lebih penting ketimbang pekerjaan yang mesti kuselesaikan saat ini. Saat tengah mengetik, tiba-tiba sesuatu yang basah jatuh di atas kepalaku. Kurasakan hangat serta lendir yang merembes di kepalaku.
“Ciiss.”

Aku berlari ke kamar mandi untuk mencuci rambutku. Lalu kubuat galah dengan sebilah bambu agak panjang dengan pengait kawat di ujungnya. Bagaimana bisa ada burung bersarang di rumah ini?
Kicau serak mereka menggangguku. Ada beberapa sangkar burung bertengger di sudut rangka kayu genteng rumahku. Mungkin mereka masuk dari celah-celah atap karena memang rumahku belum dipasang plafon. Dengan kesal kukibas-kibaskan ujung galah ketika seekor burung berseliweran di atas. Seperti sedang mengejek.

Aku cukup kewalahan mengatasi burung-burung yang suka mencicit di kala malam itu. Kotoran mereka sering nemplok di lantai dan sofa. Rumahku seperti sarang raksasa bagi mereka. Tak kusadarai ternyata mereka sudah beranak-pinak. Bayi-bayinya mencicit ribut, ditingkahi induknya yang seperti tak ada habisnya bercinta.

Tapi setelah beberapa lama aku mulai terbiasa dengan kehadiran burung-burung itu. Mereka sering kuperhatikan bertengger di perabotan rumahku. Hendak kuberi makan, namun segera terbang ketika aku mendekat. Aku bahkan berani memanjat genting rumah untuk memastikan anak-anak burung itu baik-baik saja. Bahkan kubuatkan sarang baru untuk mereka dengan rumput-rumput kering.

Telah kusadari burung-burung itu menjadi teman setiaku. Saat menonton televisi, memasak, makan, bahkan mandi mereka sering berseliweran di atasku. Mereka seperti jatuh cinta dengan kebaikanku memberikan tempat tinggal yang begitu mewah untuk mereka. Kepak halus sayap mereka dan suara ribut ketika sayap mereka menyambar genting adalah keributan baru kehidupanku.

Suatu malam ketika aku sedang membersihkan lantai dari kotoran burung, aku mendengar pintu diketuk. Sangat lembut hingga ketukan itu terkadang terdengar ada, terkadang tidak. Setelah meletakkan kain lap di dapur, aku segera membuka pintu. Betapa terkejutnya aku ketika melihat Mira dengan senyum memelas tengah berdiri di hadapanku. Ia tak membawa serta anak-anak. Hidung dan matanya merah. Ia memakai pakaian kerjanya.
“Dirman–.” Sapanya datar.
“Silakan masuk.” Aku menyilakannya masuk. Merapikan dan memastikan tidak ada kotoran burung di sofa.

Kami tidak langsung bercakap-cakap. Ada rentang yang begitu panjang dan lengang terjadi hingga aku memutuskan permisi ke dapur membuatkan minum.
“Kamu baik-baik saja?” tanyanya sambil menyeruput tehnya.
Aku mengangguk, tersenyum. Kutanyakan padanya kenapa tiba-tiba datang ke rumah dan tidak menghubungi terlebih dahulu.

“Lho, bukannya aku sudah mengirimkan surat kepadamu?” katanya.
Aku diam, berpikir. Ya, mungkin surat yang waktu itu diberikan Pak Gani kepadaku. Ternyata masih tergeletak di meja. Mira melihatnya, kemudian menatapku penuh haru dan senyum.
“Aku bisa mengerti, Dirman.” Dia mengangguk. “Aku pikir, setelah lama kita berpisah ada keinginan kita untuk….. bertemu.”

ku diam saja. Membiarkan kekosongan membuat spasi yang ganjil di antara kami berdua. Dia menunduk. Airmatanya jatuh membasahi roknya.
“Setelah lama berpisah, aku pikir, aku mulai terbiasa dengan ini.” Kataku dingin.
“Anak-anak sering menanyakanmu. Izinkanlah mereka bertemu denganmu. Mungkin….mungkin kita bisa mengembalikan hubungan kita lagi, Dirman.” Katanya sendu.

“Tidak ada yang perlu dikembalikan, Mira. Keputusan ini tetap sama seperti beberapa tahun lalu. Kita membuat kesalahan. Kau membuat kesalahan, Mira.” Kataku tanpa memandang wajahnya.
Tangisnya pecah. Persis ketika kulayangkan gugatan cerai kepadanya waktu itu. Ia menutup wajahnya dengan telapak tangan, cukup lama. Lagi-lagi seperti ada batas yang tebal di antara kami berdua. Tak ada niatanku untuk membujuknya diam.

Setelah beberapa lama, Mira berhenti menangis. Ia berdiri sambil sesekali menyeka airmatanya. Masih dengan wajah yang memelas, ia berpamitan denganku. Mengatakan bahwa ia masih menaruh harapan kepadaku. Tapi aku hanya diam. Tak bereaksi apa-apa.

***
Semalaman aku terus memikirkan Mira. Begitu berani dia datang ke rumahku. Bahkan mungkin tak langsung pulang. Namun masih ada kemarahan berkecamuk dalam dada. Pengakuan bahwa ia berselingkuh benar-benar membuatku sulit memaafkannya.

Burung-burung berseliweran di atasku. Bulu-bulu mereka gugur di wajahku. Aku menghalau bulu-bulu itu dan menuju dapur untuk minum. Tiba-tiba saja aku merasa sangat kehausan. Beberapa gelas air tetap tak mampu menghilangkan rasa haus yang semakin menjadi. Rasa haus itu kemudian menjalar hingga menjadi panas di seluruh tubuhku. Burung-burung berputar di kepalaku. Kicau mereka membuatku sulit mendengar suara-suara lain, selain gemeretak tubuh yang tiba-tiba merasa gatal.

Aku mencoba menuju kamar mandi. Namun sebelum sempat kudorong pintu kamar mandi, semua menjadi gelap.

***
Siang itu Mira datang lagi ke rumah dengan membawa anak-anak. Ia mengetuk-ngetuk pintu namun tak ada yang membuka. Anak-anak kembarnya sungguh rewel menanyakan tentang ayah mereka.
Karena tidak segera dibuka, Mira mengintip jendela. Namun ia pasti tak dapat melihat apa-apa karena aku lupa menguak horden jendela. Ia melongok ke garasi yang tertutup rapat. Ia yakin bahwa aku belum pergi karena tidak ada jejak ban mobil di tanah.

Sekali lagi ia mengetuk pintu rumahku agak keras. Mengetuk-ngetuk jendela beberapa kali. Bahkan bertanya pada orang-orang yang lewat apakah aku ada di rumah. Namun orang-orang itu hanya menjawab tidak tahu. Akan tetapi Mira tak langsung pergi. Ia menggamit gagang pintu dan memutarnya berulang kali hingga terdengar bunyi klik yang agak tertahan.

Mira membuka pintu perlahan. Terlihat anak-anaknya mencoba menerobos masuk tapi lekas ditahan olehnya. Tapi ketika pintu telah dibuka lebar, sekumpulan burung tiba-tiba terbang ke arahnya. Melesat dengan cepat mematuki tubuhnya. Anaknya berteriak ketakutan melihat ibu mereka dikeroyok burung-burung yang merasa rumahnya diganggu.

Mira mencoba menghalau burung-burung itu namun ia terjatuh hingga sulit berdiri lagi. Anak-anaknya kemudian berlari dan meminta pertolongan kepada orang-orang yang berada di dekat situ. Saat kembali dilihatnya ibu mereka telah terkulai lemas dengan luka patuk di sekitar wajah dan tangan. Aku bisa mendengar rintih sakitnya dan tangis anak-anaknya mengantarkan ibu mereka ke rumah sakit dengan dibantu beberapa orang warga.

Ah, Mira. Telah kusadari siapa sesungguhnya yang bersalah. Akulah yang jahat tak bisa menjaga pernikahan kita yang seharusnya abadi. Seharusnya aku yang malu.

Mira, seandainya aku tak bergabung dengan teman-teman burungku saat ini, aku tentu akan meminta maaf padamu.

Tumpatan, 8 Januari 2010.

Didik Untuk Tak Cengeng

Perempuan sudah terlahir dengan membawa perasaan sensitif dan cengeng. Makanya perempuan itu selalu identik dengan menangis.

Tapi tidak bagi Wirdatulakmal, Area Sales Manager Bank Internasional Indonesia (BII) Medan Region 1. Sejak kecil, ibundanya telah melatih dirinya dan saudara untuk tidak cenggeng sebagai perempuan. “Ibu saya seorang guru. Ia mendidik kami keras. Ini agar anak-anaknya memiliki jiwa tegar dan tidak cengeng dalam menjalani hidup,” ujar wanita kelahiran 1965 silam ini.

Karena itu, tak heran Wirdatulakmal terbiasa berjiwa tegar dalam menghadapi persoalan apapun. Termasuk saat meraih impiannya untuk bisa menjadi wanita karir. Baginya tak mudah meraih impiannya itu. Wirdatulakmal harus jatuh bangun agar bisa sukses dalam karirnya.

“Aku orangnya pantang menyerah bila ingin mencapai tujuan dan cita-cita yang ku inginkan walaupun aku harus jatuh bangun,” kata istri dari Ketua Federasi Olahraga Masyarakat Indonesia (FORMI) Sumut Sujamrat Amro.

Ibu dari dua anak ini mengaku merintis kariernya dari nol. Ia memulai pekerjaan menjadi seorang Teller di BII. Berkat kerja kerasnya,   karir naik menjadi  Supervisor, hingga akhirnya menjadi Sales Manager di BII saat ini. “Saya mengabdi di Bank BII sudah 20 tahun. Saya mencintai pekerjaan saya. Menjadi ibu rumah tangga bukan jadi penghalang saya untuk mencapai karir,” bilangnya.

Wanita yang fasih berbahasa Hokkien meski bukan berdarah Cina ini mengaku, karir yang dicapainya saat ini tak terlepas dari hobinya yang suka belajar. Karir yang diraihnya tak mudah untuk dijalankan, mengingat jabatan, tugas dan kodratnya sebagai seorang wanita, istri dan ibu, membuat waktunya tersita.

“Kehidupan sebagai seorang wanita karier dan sebagai seorang ibu dan istri merupakan pekerjaan yang berbeda sama sekali. Sebisa mungkin saya membedakan tugas di masing-masing tempat. Bila di kantor saya akan menanggalkan status istri, bila di rumah saya menanggalkan status manager,” ucapnya.

 

Dia menyadari, menjadi wanita karir sangat menyita waktunya. Walaupun memiliki waktu yang terbatas untuk keluarganya, bukan berarti perannya sebagai ibu ikut terbatas. “Inti dalam berkeluarga adalah komunikasi, sesibuk apapun, bila sudah tercipta sebuah komunikasi yang baik pasti akan lancar dan hasilnya juga baik,” ucapnya.

Dia mencontohkan, di saat dirinya sedang melakukan tugas yang tidak dapat ditunda dan digantikan, tapi pada saat bersamaan anaknya membutuhkan kehadiran orang tua di sekolah, maka solusinya adalah komunikasi dengan suami. “Saya lalu meminta suami untuk datang ke sekolah anak saya itu. Intinya komunikasi,” bilangnya.

Berperan sebagai ibu, wanita yang menyelesaikan pendidikan D3 Ekonomi di USU ini selalu membudayakan kebiasaan membaca bagi anak-anaknya. Begitu juga dalam mendidik anak, ia bersama suami semaksimal mungkin menerapkan ilmu agama kepada anak mereka. “Agama merupakan pegangan hidup yang sulit goyah. Jadi sedini mungkin saya dan suami menanamkan agama kepada buah hati kami,” paparnya.

Meski memiliki jabatan yang cukup lumayan di tempatnya bekerja, tak membuatnya lupa akan kondratnya sebagai wanita dan ibu bagi keluarganya yang harus berbelanja ke pasar dan memasak. Karena itulah setiap minggunya ia belanja ke pasar untuk membeli sayur dan ikan. “Jadi jangan heran kalau melihat saya di pasar dengan kaki berlumpur,” katanya.

Jika sebagai ibu rumah tangga dirinya harus berkutat di dapur untuk memasak dan rela kaki berlumpur jika berbelanja ke pasar, tapi di tempat bekerjanya ia mengutamakan penampilan. Sebab, katanya, berpenampilan baik merupakan suatu keharusan. “Berpenampilan rapi dan bersih merupakan keharusan bagi perempuan, apalagi bagi pekerja bank. Tapi kalau saya tak perlu ke salon untuk perawatan tubuh. Cukup air wudhu sholat saja,” bilangnya.

Ia berpesan, lakukan semua apapun secara maksimal, maka mudah-mudahan akan mendapatkan hasil yang maksimal pula. Begitu juga menjadi istri, jadilah istri yang maksimal, menjadi ibu yang maksimal dan wanita karier yang maksimal. “Jangan setengah-tengah kalau ingin mencapainya,” pungkasnya. (juli rambe)