28 C
Medan
Thursday, December 25, 2025
Home Blog Page 15006

Polisi India Kesulitan Ungkap Pemilik Bom

MUMBAI – Ledakan tiga bom di Kota Mumbai Rabu petang waktu setempat (13/7) memaksa pemerintah dan aparat keamanan India bekerja keras. Hingga kemarin (15/7) tim penyidik masih sibuk mengumpulkan bukti forensik dari lokasi kejadian. Tim bentukan pemerintah itu juga memeriksa rekaman gambar kamera CCTV.

“Sejauh ini kami memeriksa sekitar sebelas compact disc yang kami ambil dari kamera-kamera CCTV yang memang terpasang di lokasi kejadian. Kebetulan, lokasinya strategis,” papar Raj Kumar Singh, pejabat senior tertinggi Kementerian Dalam Negeri India.

Singh mengatakan, tim penyidik sama sekali tak mengantongi petunjuk apa pun soal pelaku atau motif serangan bom yang merenggut 17 nyawa tersebut. Tetapi, kemarin (15/7) polisi sudah bisa mengidentifikasi beberapa bukti forensik yang dikumpulkan dari tiga lokasi. Satu disimpan di dalam skuter, 15 menit kemudian bom di tumpukan sampah dan di bawah payung. Tiga bom ammonium nitrate tersebut dilengkapi pemicu elektronik. “Polisi berhasil mengidentifikasi pemilik skuter,” kata Singh mengutip laporan tim penyidik.

Menteri Dalam Negeri India Palaniappan Chidambaram mengatakan ledakan tiga bom itu dilakukan oleh kelompok yang anti perdamaian. (ap/afp/hep/c8/ami/jpnn)

Hakim Imas Terima ‘Recehan’

JAKARTA- Manajer Administrasi PT Onamba Indonesia (OI) yang menjadi tersangka suap, Odi Juanda, membantah tudingan bahwa dirinya berinisiatif untuk menyogok hakim ad hoc Pengadilan Hubungan Industrial Bandung, Imas Dianasari. Kepada wartawan, Odi justru mengaku bahwa dirinya yang diminta menemui Imas.
“Itu tidak benar (menjadi inisiator suap). Saya yang dipanggil ke sana (dipanggil Imas),” ujar Odi di KPK, Jumat (15/7).

Sementara penasehat hukum Odi, Syarifuddin Harahap, menegaskan bahwa sangat tidak logis jika kliennya harus menyogok Imas yang hanya hakim ad hoc di PHI Bandung. Sebab, kasus sengketa antara PT OI dengan serikat karyawan yang diberhentikan sudah sampai tingkat kasasi di Mahkamah Agung (MA).

“Bodoh banget kalau memang masalah kasasi, kita berhubungan ke hakim tingkat PHI. Kalau mau (menyuap) itu harusnya ke MA. Paling tidak gunakan dari panitera MA,” ujar Syarifuddin.
Karenanya, Syarufiddin justru menganggap Odi menjadi korban pemerasan yang dilakukan Hakim Imas. “Ini saya buka saja satu lagi, bahwa (Imas) minta pertama Rp50 juta untuk blocking hakim MA. Tapi perusahaan (PT OI) ketika diminta itu tidak punya duit jadi Rp10 juta pun diminta,” beber Syarifuddin.

Selain itu, lanjutnya, Imas juga tak peduli soal nilai uang. “Setiap pertemuan itu si Imas Rp200 ribu saja diterimanya. Dengan alasan uang transport,” sambung Syarifuddin. Tak hanya itu, Imas juga pernah minta uang untuk menginap di sebuah hotel di kawasan Ancol, Jakarta Utara. “Tapi nilai rupiahnya saja nggak tahu,” ucap Sayrifuddin.

Seperti diketahui, Imas dan Odi ditangkap di Bandung pada akhir Juni lalu. Keduanya berhubungan terkait proses sengkete perburuhan antara PD OI dengan karyawan yang mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Saat penangkapan, KPK menemukan uang Rp 200 juta yang diduga sebagai suap.
Oleh KPK, Imas dijerat dengan pasal 12 huruf C dan/atau pasal 6 ayat 2 dan/atau pasal 15 dan/atau pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001, yang melarang hakim menerima pemberian dari pihak lain terkait perkara yang ditangani. Sedangkan Odi dijerat dengan pasal 6 ayat (1) huruf a dan/atau pasal 15 dan atau pasal 13 UU Pemberantasan Tipikor karena diduga memberi atau menjanjikan sesuatu kepada hakim dengan maksud untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili.(ara/jpnn)

Terkenal karena Gaya Bicara

Chairuman Harahap

Bagi Anda yang mengikuti rapat Panitia Kerja Mafia Pemilu Komisi II DPR dapat dipastikan hafal dengan gaya bicara Ketua Panja Mafia Pemilu Chairuman Harahap. Gaya itu kini ditiru oleh rekan sejawatnya termasuk kalangan pers.

Pertanyaannya kerap menusuk. Teknik bertanya Chairuman juga tak jarang membuat tak berkutik pihak yang diundang. Itulah sosok Chairuman Harahap, politikus Partai Golkar yang juga Ketua Panja Mafia Pemilu Komisi II DPR. Hampir  satu bulan lamanya Panja Mafia Pemilu bekerja.

Di rentang waktu itu pula, Chairuman menancapkan gaya bicara dalam memimpin Panja. “Jangan gitulah kawan”, “Sudahlah kawan”, dua kata itulah yang menjadi ciri khas Chairuman Harahap saat mengatur lalu lintas persidangan Panja Mafia Pemilu. Semakin khas, dengan intonasi Chairuman yang dengan suara berat dan serak-serak basah.(net/jpnn)

Pejabat ESDM Ditahan KPK

Korupsi Proyek Listrik

JAKARTA- Setelah hampir setahun menyandang status tersangka korupsi, pejabat Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ridwan Sanjaya akhirnya ditahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Ridwan adalah tersangka korupsi proyek solar home system (SHS) di Direktorat Jenderal (Ditjen) Listrik dan Pemanfaatan Energi Kemenetrian ESDM tahun 2009.

Kepala Bidang Pemberitaan KPK, Priharsa Nugraha, menyatakan penahanan atas Ridwan Sanjaya itu semata-mata demi kepentingan penyidikan. “Demi kepentingan penyidikan, penyidik memutuskan untuk menahan tersangka RS,” ujar Priharsa di KPK, Jumat (15/7) petang. Priharsa menambahkan, Ridwan ditahan untuk 20 hari pertama. “Selanjutnya RS kita titipkan di Rutan Bareskrim Polri,” sambung Priharsa. Sebelum ditahan, Ridwan menjalani pemeriksaan panjang di KPK. Seharian kemarin, Ridwan menjalani pemeriksaan hingga akhirnya ditahan. Namun Ridwan yang ditanya soal penahanan ataupun kasus yang membelitnya itu memilih bungkam.(ara/jpnn)

Napi Wanita Disetrum Petugas LP

BINJAI- Nora Br Damanik, narapidana (napi) yang tersangkut kasus penipuan yang ditahan di Lembaga Pemasyarakatan (LP) Klas II A Binjai, Jalan Gatot Subroto, Kecamatan Binjai Barat, distrum petugas LP, hanya gara-gara dituduh meracuni Sri Wardani, penjaga LP di Blok C.

Nora yang ditemui wartawan Sumut Pos, Jumat (15/7) mengaku, petugas LP membabi buta menyetrumnya. “Kejadian itu sekitar dua minggu lalu. Saya disetrum dengan membabi buta sampai 10 kali,” ujar Nora.
Nora menjelaskan, kejadian itu berawal saat dia membuat kesepakatan dengan 11 orang teman napi wanita di Blok C untuk mengutip uang piket sebesar Rp15 ribu.

“Kutipan itu untuk kami bersama. Namun, salah seorang teman saya menceritakan hal ini kepada Sri Wardani,” ucapnya.
Sri Wardani pun memanggilnya guna dimintai keterangan atas kutipan itu. “Kau jangan sok, aku pijak-pijak nanti kau. Aku laporkan kau ya,” kata Nora menirukan ucapan Sri Wardani.

Setelah kejadian itu, Nora yang menjadi kepala napi wanita di Blok C, terus menjadi buruan Wardani. “Sejak saya dimarahinya. Dua bulan kemudian, saya dituduh meracuninya. Saya dipaksa meminum air yang dikatakannya telah saya racuni. Begitu saya minum, rasanya memang pahit. Menurut teman-teman saya, air itu berasal dari bong (alat isap sabu,Red),” ungkap Nora.

Tak sampai disitu, penyiksaan demi penyiksan terus dialami Nora. Setelah diberi minuman dari bong, kemudian Nora disetrum oleh sejumlah petugas LP Klas II A Binjai, sampai badannya memar.
“Selain saya, 7 orang teman saya yang lain juga disetrum. Tapi, saya yang paling banyak disetrum,” jelas Nora, seraya menambahkan, kalau dia sudah melaporkan hal ini kepada petugas LP lainnya, tapi tidak disikapi.

Sementara itu, Kalapas Kelas II A Binjai Surung Pasaribu, saat dikonfirmasi, belum mendapat laporan dari anggotanya. “Saya belum tahu. Karena saya lagi pendidikan di Jakarta ,” ujar Surung via selulernya.
Surung juga mengatakan, apa yang telah dilakukan Nora, juga sudah salah, karena di dalam LP dilarang melakukan kutipan.

“Dia (Nora,Red) mengutip uang dari napi lain dan hal itu sudah menyalahi aturan. Kalau memang Nora mengaku disetrum, apa dia sudah visum atau ada bekas setrum yang dialaminya,” ujar Surung.
Sementara, informasi yang diterima Sumut Pos dari salah seorang petugas LP Kelas II A Binjai, Sri Wardani sudah dipindahkan ke LP Tanjung Gusta, sejak dua hari lalu.

Menanggapi hal itu, anggota DPRD Binjai Surya Wahyu Danil dari Partai Hanura, mengatakan, dia turut prihatin atas kejadian tersebut. “Kita sangat menyayangkan sikap oknum petugas LP itu. Seharunya, kalau ada persoalan diselesaikan dengan baik-baik, bukan dengan cara disetrum,” ujar Surya.(dan)

Menasehati, Sepupu Dikelewang

SIMALUNGUN- Tidak terima dinasehati, Niksen Malau alias Mesem (28) warga Jalan Mawar, Nagori Pamatang Simalungun, Kecamatan Siantar, Kabupaten Simalungun, nekat menganiaya sepupunya, Antoni Sinaga (37) warga Kampung Baru, Kecamatan Purba, Kamis (14/7) sekira pukul 19.30 WIB.

Informasi yang dihimpun METRO (grup Sumut Pos), kejadian itu bermula saat korban berkunjung ke rumah Amang Borunya, Asli Malau (34) yang merupakan ayah pelaku. Begitu sampai, korban bercerita-cerita dengan Asli malau, termasuk dengan Mesem. Melihat kondisi perekonomian Amang boru dan Namborunya terbilang kurang mapan, korban memberikan nasehat kepada pelaku, karena menganggap pelaku masih keluarganya.

Tidak berapa lama berbincang-bicang, pelaku yang tidak terima dinasehati, langsung menuju kamar tidurnya dan mengambil sebilah kelewang panjang, dan tiba-tiba menghujamkannya ke kepala korban hingga mengalami luka robek selebar 15 centimeter. (mag-1/smg)

Bengkel Terbakar, 3 Luka, 6 Sepeda Motor Hangus

LUBUK PAKAM- Akibat kompor tambal ban meledak, satu unit bangunan usaha bengkel sepeda motor, Razali (38) di Jalan Galang Lingkungan III, Kelurahan Cemara, Lubuk Pakam, terbakar, Jumat (15/7) pukul 18.20 WIB.

Meski tak ada korban jiwa dalam kebakaran itu, tapi 3 penghuni rumah mengalami luka bakar dan 6 unit sepeda motor yang sedang diperbaiki dan sejumlah spare part di bengkel itu ludes terbakar.

Adapun penghuni rumah yang mengalami luka bakar, Razali (38) pemilik rumah, Ani (52) kakak Razali dan keponakannya, Anto (25). Ketiganya dirawat di RSU Sari Mutiara Lubuk Pakam.  Ke 6 unit sepedamotor yang terbakar, Yamaha Mio BK 2261 LH, Vega R BK 5146 MY, Supra X BK 2781 MC, Suzuki Shogun, Honda Supra tanpa plat dan Honda GL 100 BK 2051 ME. Keenamnya merupakan sepeda motor warga yang sedang diperbaiki di bengkel tersebut.

Disebutkan, sebelum kejadian, pemilik bengkel sedang menambal ban sepeda motor Yamaha Mio BK 2261 LH. ketika menambal ban itu, kompor yang digunakan meledak, hingga menganguskan rumah dan seluruh isinya.(btr)

Ditipu, Puluhan PNS Lapor Polisi

TEBING TINGGI-  Merasa ditipu oleh Leader TVI Express, sejenis perusahaan Multi Level Marketing (MLM) yang berkantor di Jalan Waringin II, Komplek Perumahan Bagelen, Kota Tebing Tinggi, puluhan Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Dinas Kesehatan Kota Tebing Tinggi mengadu ke Polres Tebing Tinggi, Jumat (15/7) sekira pukul 16.30 WIB.

Permasalahan ini timbul sejak mereka bergabung di MLM TVI Express Januari lalu. Saat bergabung, mereka diiming-imingi akan mendapat Rp100 juta, bila behasil merekrut 8 member (orang, Red). Setiap member diharuskan membayar Rp2,6 juta, sehingga total uang yang harus dikumpulkan masing-masing member Rp20,8 juta.

Setelah uang itu terkumpul dan diserahkan ke leader TVI Express, uang Rp100 juta yang dijanjikan tak kunjung diserahkan pihak TVI. Sehingga mereka melaporkan kasus ini ke Polres Tebing Tinggi.
Hamidah, warga Jalan Damar Laut, Kelurahan Bagelen, Kota Tebing Tinggi, PNS di Dinkes Tebing mengatakan, pengaduan mereka bukan untuk TVI Express-nya, melainkan untuk leader TVI Express, yang berjanji mencairkan dana member Rp100 juta. Tapi janji itu tak kunjung dipenuhi.

“Kita permasalahkan leadernya, bukan TVI Expressnya. Leadernya membuat janji palsu, ternyata saat kami tagih janjinya, leader itu malah menantang,” kata Hamidah.
Leader TVI Express Kota Tebing Tinggi Arnita Zahara, ketika ditemui dikantornya membantah semua tuduhan member anggotanya yang mengadu ke Mapolres Tebing Tinggi.

Dikatakannya, setiap anggota member akan mendapat bonus pencairan Rp100 juta, apabila mampu merangkul delapan orang dengan menyetor langsung ke TVI Express Rp20,8 juta. Apabila itu sudah didapat, maka dia berhak mendapatkannya. “Sudah ada yang mendapat Rp100 juta (US 10,000) dari TVI Express. Tapi mereka (PNS) ini, belum bisa mendapatkan itu karena mereka tidak bekerja merekurt orang,” ucap Arnita.(mag-3)

Pasangan Tunanetra Menikah

SERGAI- Pasangan tunanetra M Payan Tambunan (32) warga Jalan Sempul Kelurahan Sei Putih Barat, Medan Petisah dan Sri Harningsih (30) warga Dusun IV, Desa Firdaus, Kecamatan Sei Rampah, melangsungkan pernikahan, Jumat (15/7).

Akad nikah pasangan ini dilaksanakan di Kantor Urusan Agama (KUA) Sei Rampah di Jalan Negara Desa Sei Rampah, Kecamatan Sei Rampah. Bertindak sebagai wali nikah mempelai wanita, Bambang Sugiarto (58), abang kandungnya dengan dibimbing Kepala KUA Sei Rampah Makmur MA.

Payan Tambunan, putra ke 4 dari pasangan Alm Burhanuddin dan Tioren Br Hutabarat (75), usai akad nikah menuturkan, hubungannya dengan Sri Harningsih terjalin sejak dua tahun lalu, sewaktu mereka menjadi siswa binaan Panti Tunanetra Baladewa di Pemko Tebing Tinggi.

“Hubungan kami semakin dekat ketika sama- sama belajar keterampilan memijat. Setelah bekerja di klinik pijat Ikatan Tunanetra Muslim Indonesia  (ITMI) Sumatra Utara, uangnya kami kumpulkan untuk melangsungkan pernikahan,” terangnya. (mag-15)

Posisi Wakil akan Diangkat dari PNS

Pilgub Diwacanakan Tidak Langsung

Pemilihan gubernur (Pilgub) yang dilaksanakan secara langsung tampaknya akan diubah lagi. Kasarnya, rakyat tidak lagi bisa memilih orang nomor satu di tingkat provinsi itu secara langsung, melainkan melalui DPRD. Menariknya, untuk bupati dan wali kota, dipilih secara langsung.

Ya, Dirjen Otonomi Daerah (Otda) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Djohermansyah Djohan menjelaskan, Pemilihan Kepala Daerah yang selama ini dipilih secara langsung terancam kembali ke DPRD. Wacana draft RUU Pilkada sudah disiapkan Kemendagri yang selanjutnya akan dibahas di DPR RI. “Dalam Draft RUU itu juga disiapkan terkait Pilkada tunggal dan wakilnya PNS,” katanya pada acara Coffe Morning di Kantor Gubsu Jalan Diponegoro Medan, Jumat (15/7) lalu.

Ia juga mengungkapkan, pemilihan gubernur yang tadinya dipilih langsung, diusulkan kembali dipilih DPRD. Sementara itu, bupati dan wali kota diusulkan untuk dipilih secara langsung. “Draf sudah jadi, diharapkan dikirim ke DPR. Yang paling serius adalah soal perubahan sistem pemilihan. Pilgub diusulkan tidak secara langsung, tapi dipilih DPRD. Sedangkan bupati/wali kota dipilih langsung,” tutur Djohan.

Menurutnya, sistem seperti itu diusulkan pemerintah karena selama ini titik berat otonomi daerah masih di level kabupaten atau kota. “Dengan demikian, pemimpin kabupaten atau kota, yakni wali kota/bupati, harus mendapat legitimilasi lebih dengan dipilih langsung oleh rakyat. Empiris pun, pengaruh otonomi tidak pernah di level provinsi. Titik beratnya di kabupaten/kota,” ujar Djohan lagi.

Untuk pemilihan wakil gubernur dalam draf RUU Pilkada tersebut, Djohan menerangkan, pemerintah mengusulkan agar wakil gubernur dipilih oleh gubernur yang terpilih, atau tak lagi sepaket dengan gubernur. “Hal ini dilakukan untuk menghindari konflik yang terjadi di beberapa daerah terkait ketidakharmonisan kepala daerah dengan wakilnya,” katanya.

Sudah banyak contoh, sambungnya, dengan belajar dari peristiwa tersebut, Kemendagri membuat wacana atau Draft RUU Pilkada 2014. “Kita harapkan draft ini secepatnya disiapkan agar 2014 bisa berlaku,” jelasnya.

Dalam hal ini Kemendagri juga akan mengusulkan penghapusan jabatan wakil kepala daerah bagi daerah yang luas wilayah serta berpenduduk kecil. Sebaliknya jika lebih luas dapat diusulkan lebih dari dua orang.

Djohan menjelaskan posisi wakil kepala daerah akan disesuaikan dengan luas wilayah serta jumlah penduduk suatu daerah. Hal ini bagian dari revisi UU No 32 Tahun 2004 yang akan diajukan ke DPR RI Agustus mendatang. “Tidak semua daerah punya wakil. Untuk daerah kecil wilayah dan penduduknya cukup satu yakni kepala daerah saja. Kalau sangat besar bisa lebih dari dua  wakilnya,” katanya.

Kebijakan tersebut bagian dari wacana penghapusan pemilihan gubernur, bupati dan wali kota yang satu paket dengan wakilnya. Sebab dalam UUD 1945 hanya jabatan presiden dan wakilnya yang dipilih dalam satu paket. Berbeda dengan jabatan di tingkat daerah.

“Untuk posisi wakil akan diangkat dari PNS yang memenuhi kriteria dan persyaratan tertentu. Usulan dan rekomendasinya akan diajukan oleh kepala daerah yang terpilih ke Kemendagri untuk dilakukan penilaian serta penetapannya. Minimal seperti sudah eselon II dan punya pengalaman yang mencukupi,” terangnya.

Sebab, selama kepala daerah dipilih dalam satu paket, sejak Pilkada 2005 hanya sembilan persen yang kemudian bertahan untuk bersama-sama maju di periode kedua. Sedangkan sisanya 91 persen pecah kongsi atau bercerai memilih jalur bersaing dalam pilkada berikutnya.

Sementara itu, pengamat kebijakan publik dari Universitas Sumatera Utara, Dadang Darmawan, menilai jika pengangkatan wakil dari PNS yang diusulkan oleh kepala daerah tersebut untuk kepentingan efektifitas penyelenggaraan pemerintahan di daerah maka cukup positif untuk diterapkan.

Hal itu sama dengan sistem pemerintahan daerah di era sebelumnya yang mengenal istilah pembantu gubernur. Jadi bisa dipilih lebih dari satu orang untuk mengkoordinir daerah-daerah yang luas jangkauannya. “Selama ini untuk kepentingan efektifitas pemerintahan ya baik. Selama bukan dalam kepentingan politik,” ujar dosen Administrasi Negara FISIP USU itu.

Namun ditegaskannya, jika usulan tersebut muncul atas dasar konflik antara kepala daerah dan wakilnya tentu sudah salah kaprah. Sebab konflik itu terjadi karena pasangan calon yang diusung bukan satu paket yang utuh. Tapi bagian dari paket kelompok kepentingan partai dan kelompok tertentu yang berbeda-beda sehingga memiliki kepentingan yang berbeda pula dalam pemerintahan.

Dadang juga mengingatkan jangan sampai sistem yang diusulkan tersebut semakin mendekatkan birokrasi ke politik praktis. Sebab selama kepemimpinan Mendagri Gamawan Fauzi birokrasi sudah terlalu dekat dengan kepentingan politik.

Hal itu terlihat dari beberapa penjabat kepala daerah yang harusnya bertugas menyukseskan pilkada justru ikut bertarung mencalonkan diri dengan mengundurkan diri sesaat menjelang pemilihan. (saz)