26 C
Medan
Thursday, December 25, 2025
Home Blog Page 15124

Empat Ambulans Jadi Besi Tua

MEDAN-Di halaman parkir RS dr Pirngadi Medan terparkir empat unit mobil ambulans yang sudah usang. Keempat mobil itu pun tak pernah lagi diurus alias dibiarkan menjadi besi tua. S Harahap (50), seorang supir ambulans di rumah sakit itu mengaku, keempat mobil ambulans itu memang sudah tidak dipakai lagi.

“Kondisi keempat mobil itu memang sudah tidak layak pakai karena mesin dan usia sudah tua. Mobil itu tidak ada yang berani memindahkan karena itu wewenang Pemko Medan,” katanya.

Hal senada juga diakui Haris Purwadi (40), Kepala Instalansi Kemotoran RS dr Pirngadi Medan. Menurutnya, mobil ambulans yang tidak dipakai itu memang tidak dipindahkan karena tidak ada tempatnya. Ditegaskannya, pihaknya hanya menunggu instruksi dari Pemko Medan.

“Kalau tidak ada instruksi terpaksa dibiarkan saja karena tidak tahu harus mau dipindah kemana,” katanya.
Haris mengaku, pihaknya akan menyurati Pemko Medan. “Kita akan menyurati Pemko Medan agar keempat mobil ambulans itu bisa dievakuasi,” tuturnya. (jon)

Awasi Produk Berbahaya dari Diri Sendiri

MEDAN- Sebagian besar masyarakat di Sumatera Utara, khususnya Kota Medan belum mengetahui Undang-undang Perlindungan Konsumen. Karenanya, Lembaga Kepedulian Konsumen Indonesia (LKKI) Sumut menggelar sosialisasi Undang-undang Perlindungan Konsumen kepada masyarakat di Akbid Sri Husada, Jalan Kapten Sumarsono Karya Ujung, Sabtu (18/6).

Ketua LKKI Sumut Aman Situngkir mengatakan, sosialisasi ini dimaksudkan untuk menghindari masyarakat menjadi korban kelalaian pelaku usaha. “Kita bukan menakut-nakuti pelaku usaha. Ini dilakukan supaya produk maupun jasa yang dijual pelaku usaha dapat lebih dinikmati konsumen tanpa ada keluhan,” katanya di sela-sela sosialisasi.
Aman juga menyesalkan ketidakhadiran Balai Besar Pengawasan Obat-obatan dan Makanan (BBPOM) dalam kegiatan sosialisasi tersebut. Padahal, BBPOM mempunyai peran dalam mengawasi peredaran produk yang sampai kepada konsumen.

“Kita menyesalkan ketidakhadiran dari pihak BBPOM. Ini harus kita pertanyakan. Ada apa? Kenapa sampai tidak hadir?” ujarnya.

Sementara itu, anggota DPD RI Parlindungan Purba yang hadir pada acara itu megatakan, kalau hanya mengandalkan pengawasan dari pemerintah tidak akan cukup. Ditegaskan Parlindungan Purba, lebih utama adalah pengawasan dari diri sendiri. Pemerintah hendaknya membuat kegiatan yang sifatnya insendentil karena pemerintah yang memiliki anggaran serta ke depannya pengawasan produk yang beredar di masyarakat ini harus lebih baik lagi.
“Ini bukan soal melapor ke polisi atau tidak, tetapi bagaimana caranya melindungi keluarga masing-masing. Pemerintah yang melakukan sosialisasi seperti ini diharapkan berbagi pemikiran kepada anggota DPD. Yang utama adalah pengawasan dari diri sendiri,” ungkapnya.

Parlindungan Purba juga menyinggung terhadap masuknya produk Cina ke Indonesia yang menjadi tantangan tersendiri, karena berdasarkan hasil penelitian, banyak produk Cina yang mengandung bahan kimia berbahaya pada anak-anak. (jon)

Soal Suka, Munculkan Dulu yang Duka

Oleh: Ramadhan Batubara

Pernah seorang kawan berkata, kalau ingin menjadi penulis yang baik haruslah mampu menggambarkan perbandingan. Maksudnya, ini untuk menunjukkan kekontrasan sebuah situasi. Jadi, kasarnya, jika ingin menulis cerita komedi, maka kita wajib memasukan unsur kesedihan.

Begitulah, lama juga saya selami kalimat kawan tadi. Lalu, saya semakin mengerti kita mulai memperhatikan film impor. Ya, di sana, di film itu, memang digambarkan sebuah suasana yang kontras untuk bisa menonjolkan sesuatu. Misalnya begini, agar film itu bisa membuat penonton menangis, ditampilkanlah adegan lucu yang membuat terpingkal. Tapi, kekontrasan itu tidak memiliki durasi seimbang, porsi sedih tetap lebih banyak (ini kan film sedih).
Saya menyadari, sang pembuat film (semua unsur yang terkait) paham betul dengan karakter penonton. Mereka mempermainkan emosi penonton dengan sedemikian rupa. Perasaan penonton dibolak-balik. Ayolah, ketika dia membuat film sedih yang berisi kesedihan semuanya, apalagi yang sedih?

Ya, ketika rasa itu terus diekspos sedemikian rupa, maka dia akan menjadi tawar bukan? Dan, tangis juga butuh istirahat kan? Lalu, ketika tangis diselingi dengan senyum dan tawa, maka tangis berikutnya akan semakin dalam kan?
Sudahlah, penggambaran di atas memang ingin menunjukkan suasana yang saya hadapi ketika menghadiri undangan dari Irwansyah Harahap beberapa hari lalu. Bunyinya begini: Diskusi ‘Politik Sastra dan Sastra Politik’: Interelasi Kanonis, Kuasa dan Hegemoni.’ Rumah Musik Suarasama, Jl Stela 1 no 27 Simpang Selayang, Selasa 14 Juni 2011, pkl 19.30-selesai. Fasilitator: Saut Situmorang dan Katrin Bandel. Pengundang Irwansyah Harahap RMS.

Nah, mendapat undangan itu, saya dan Panda MT Siallagan bergegas. Dengan sepeda motor tua, kami akhirnya selamat menyeberangi jalanan dari Amplas hingga ke lokasi. Terlambat. Fiuh. Tapi, beruntung acara belum dimulai. Tak lama setelah berbasa-basi, diskusi pun dimulai. Saut buka suara, disusul oleh sang istri Katrin. Mereka panjang lebar menguak dan mempertanyakan soal sastra yang baik dan benar itu seperti apa. Pasalnya, kata Saut, siapa yang menentukan sastra yang baik dan benar itu?

Berangkat dari hal itu, maka terbukalah kata zaman kolonial (Balai Pustaka) hingga yang terkini ‘kekuasaan’ Komunitas Utan Kayu. Persis dengan sang suami, Katrin, pun menyoroti soal itu. Dia menggambarkan bagaimana sebuah karya bisa sedemikian hebat karena didukung oleh orang hebat (dalam arti bukan penulisnya). Irwansyah pun tak mau ketinggalan, dia terus menimpali kalimat dua pembicara yang didatangkan dari Yogyakarta tersebut.
Menyenangkan. Ada sebuah kerinduan pada diskusi semacam itu yang sudah cukup lama tak saya temui. Sayangnya, Saut dan Katrin tak menawarkan sesuatu yang baru. Ya, isu politik sastra dan sastra politik ini memang telah mereka dengungkan sejak beberapa tahun lalu. Pun, ketika saya bertemu mereka di Yogya, itu juga yang mereka sampaikan. Tidak itu saja, di internet hingga di pojok-pojok Indonesia pun mereka tetap sama; berbicara tentang itu saja. Hingga, seperti film sedih yang terus menggambarkan kesedihan, rasa itu menjadi tawar. Saya pun tak merasa bergolak atau apapun istilahnya. Hingga, diskusi yang terkesan searah tersebut tiba-tiba menghangat. Pasalnya, Panda MT Siallagan, berujar, jangan-jangan apa yang dilakukan oleh Saut dan Katrin adalah sebuah kampanye terhadap hegemoni Komunitas Utan Kayu.

Saut membalas, dia katakan apa yang mereka lakukan memang untuk memberitahukan khalayak tentang sesuatu yang tak benar dalam sastra di Indonesia. Kasarnya, jika tidak ada yang melakukan, siapa lagi?

Nah, ini dia. Malam itu Saut dan Katrin memang memaparkan duka. Pertanyaannya, seperti film-film itu, kapan dipaparkan soal sukanya? Ya, film yang dibuat mereka cenderung duka melulu, tidak ada waktu untuk merasakan suka. Tak ada perbandingan yang membuat orang makin yakin tentang sebuah rasa.

Analoginya begini, anggaplah ini sebuah perusahaan yang sedang goyang. Ketika pekerja-pekerja terus diberikan kewajiban dengan ancaman pemecatan, apakah pekerja itu akan menunjukkan etos kerja? Memang, bisa saja kinerjanya bertambah, tapi jika hal itu terus diberikan waktu ke waktu, apakah dia tidak muntah? Belum lagi, dalam tahap ini kadang ada pihak ketiga yang suka memancing di air keruh.

Soal ancaman pemecatan dia gosok hingga berasap dan soal kenyaman kerja dia kaburkan. Intinya, pihak ini tak mau perusahaan itu mapan dan terus berproduksi. Nah, coba bayangkan ketika sesekali perusahaan memberikan janji bonus atau apalah, pasti hasilnya berbeda bukan? Tapi, apakah pihak ketiga akan berhenti? Oh, dia akan menambah godaannya dengan mengaburkan soal janji itu. Fiuh, jika sudah begitu, perusahaan memang wajib menunaikan janjinya itu kan? Jika tidak tunai sang janji, maka perusahaan itu menjadi sesuatu yang tawar; tidak ada dinamikanya.
Begitulah, soal mengolah rasa penonton atau pembaca atau pendengar, kita memang wajib bijak. Ada alur yang harusnya kita jaga. Dalam dramaturgi, ada tangga dramatis yang sengaja dicipta untuk menyukseskan klimaks dan antiklimaksnya.

Soal Saut dan Katrin, bukan berarti mereka tak mengerti hal itu, mungkin kini mereka sedang menata tangga dramatis tadi. Ya, bisa saja mereka masih tahap prologue. Bukankah, selain berbicara dari satu tempat ke tempat lain, tidak terlihat perjuangan mereka secara nyata? Ah, entahlah, mungkin saja saya tidak tahu kan? Apapun itu, untuk Saut dan Katrin, anggap saja lantun ini sebagai kisah duka, ya agar suka nanti bisa semakin indah. Bagaimana, sepakat? (*)
17Juni 2011

Kegiatan Loyalti di Sekolah bagi Member Telkomsel School Community

Telkomsel memberi kesempatan kepada 10 orang siswa pemenang lomba vokal mirip Gamal untuk meet & greet bersama artis Gamal, Cantika dan Audry di Bakoel Ubud Sun Plaza Medan. Seleksi lomba ini dilakukan di SMA Budi Murni 1 Medan dan SMA Sinar Husni Medan pada Jumat, 17 Juni 2011 dari pukul 08:30 s/d 11:00 WIB dalam bentuk konser band yang diikuti oleh seluruh siswa dan siswi sekolah masing-masing.

Menurut  Manager Corporate Communication Telkomsel Area Sumatera – Hadi Sucipto , “Event ini merupakan salah satu program loyalti kepada sekolah yang telah bergabung di komunitas Telkomsel School Community, dengan program ini diharapkan para siswa dapat menyalurkan bakat sekaligus menunjukkan telenta mereka di bidang seni musik.”

SMA Budi Murni 1 Medan dan SMA Sinar Husni merupakan anggota komunitas  TSC. Untuk menjadi salah satu lokasi ini, pelajar SMU yang menjadi pelanggan simPATI atau Kartu As harus mendaftarkan diri menjadi anggota TSC. Cukup dengan kirim SMS, ketik SEKOLAH<spasi><School ID>, contoh: SEKOLAH 1235456789, lalu kirim ke 4545. Pendaftaran anggota TSC juga dapat dilakukan melalui email tsc@telkomsel.co.id. Sekolah yang ingin mendapatkan school ID dan bergabung ke dalam TSC dapat menghubungi kantor GraPARI Telkomsel terdekat.

“Sebelumnya Telkomsel telah melakukan berbagai program loyalti untuk member TSC, antara lain program beasiswa ke luar negeri, pelatihan akademis dan spiritual bagi guru, menhadirkan website yang bermanfaat untuk dunia pendidikan yaikni www.haisobat.com, SIS (Sistem Informasi Sekolah), dan berbagai dukungan infrastruktur sekolah lainnya” tambah Hadi.

TSC merupakan komunitas sekolah pertama dan terbesar di Indonesia yang kini memiliki lebih dari 8 juta anggota dari sekitar 8.200 sekolah di seluruh Indonesia. Peningkatan kualitas prestasi siswa dengan mengkombinasikan konsep edukasi dan entertainment menjadi fokus kegiatan TSC.

Dengan bergabung di TSC, para anggota dapat mengikuti berbagai kegiatan bermanfaat yang dapat membuka wawasan akademis, baik melalui seminar/ workshop, outbond Super Camp, serta program homestay dan pertukaran pelajar di mancanegara. Akhir tahun 2010 lalu, Telkomsel telah memberangkatkan 20 anggota TSC untuk mengikuti homestay di Australia guna memperdalam kemampuan berbahasa Inggris serta mengenal budaya baru.

Di samping itu, anggota TSC juga mendapatkan berbagai penawaran menarik berupa diskon harga spesial untuk berbagai layanan Telkomsel. Anggota TSC dapat menikmati tarif murah untuk nelpon, SMS, dan internet. Tersedia pula paket spesial chatting melalui layanan Chatbox (Rp 5.500 per 30 hari), paket hemat internet berkecepatan tinggi TELKOMSELFlash (Rp 10.000 untuk 35 MB), diskon penggunaan GPRS menjadi Rp 1/ KB, serta layanan SMS Freedom (Rp 20 per SMS).

Tongkang Mulai Diarak

Upacara Bakar Tongkang di Bagansiapiapi

BAGANSIAPSIAPI-Kemarin, Jumat (17/6) sekitar pukul 15.00 WIB warga Bagansiapi-api berkumpul di Klenteng Ing Hok King. Di saat bersamaan, rombongan yang merupakan utusan klenteng tersebut muncul. Rombongan itu berjumlah 15 sampai 20 orang dan membawa tetabuhan yang terus dibunyikan sepanjang jalan kota. Tarian persembahan untuk dewa pun ditampilkan bersamaan dengan arak-arakan tongkang (kapal) yang hari ini akan dibakar sebagai persembahan untuk Dewa Ki Ong Ya dan Taisun Ong Ya.

Begitulah suasana yang tampak menjelang ritual Bakar Tongkang di Bagansiapisiapi. Pelaksanaan Upacara Bakar Tongkang khas warga keturunan di Bagansiapiapi sudah merupakan suatu tradisi sejak tahun 1820, tepatnya hampir 2 abad yang lalu.

Tahun ini puncak acara ritual Bakar Tongkang jatuh pada Sabtu (18/6) di depan Kelenteng Ing Hok King, Bagansiapiapi. “Persiapan ritual yang telah menjadi agenda nasional dan berskala internasional tersebut telah matang,” sebut Kepala Dinas Pariwisata Seni Budaya Pemuda Olahraga (Kadis parsenibudpora) Kabupaten Rokan Hilir (Rohil), Tarmizi Madjid, Kamis (16/6).

Dijelaskannya lagi, untuk pengamanan ritual ini akan dibantu oleh Satuan Lalu Lintas (Satlantas) Polres Rokan Hilir serta pihak keamanan lainnya. “Tidak hanya dari satuan Dishub, namun kita juga telah mengkoordinasikan dengan satuan petugas lainnya,” ujarnya.

Sejatinya, Bakar Tongkang atau disebut Go Ge Cap Lak dilaksanakan setiap tanggal 15-16 bulan 5 penanggalan Cina adalah sebagai wujud syukur masyarakat Tiong Hoa kepada Dewa Ki Ong Ya dan Taisun Ong Ya, yang dipercayai oleh mereka telah memberikan keselamatan kepada masyarakat Tiong Hoa di Bagansiapiapi. Menjelang acara puncak, cukup banyak acara pendukung yang digelar. Contohnya di kawasan Jalan Sudirman, digelar pasar malam yang menjual aneka pakaian, makanan, dan permainan yang berhadiah. “Kalau tidak ada upacara Bakar Tongkang, pasar malam itu enggak ada. Pasar malam ini digelar seminggu sebelum puncak upacara,” jelas Rudi, warga Jalan gedung Bagansiapiapi kepada Sumut Pos.(*)

Jaksa: Kasus Korupsi Rahudman Harga Mati

ICW Tegaskan, Jangan Berharap Izin Presiden

MEDAN-Pernyataan Rahudman Harahap yang menegaskan dia tidak melakukan korupsi, dianggap mengingkari statusnya sebagai tersangka yang telah ditetapkan Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejatisu). Pernyataan Rahudman justru menguatkan keinginan Kejatisu mempercepat kasus korupsi Tunjangan Pendapatan Aparatur Pemerintah Desa (TPAPD) Tapsel tahun 2005 itu ke meja peradilan.

“Silakan saja ia mengatakan tidak bersalah dan tidak melakukan tindak pidana korupsi, itu haknya. Yang terpenting perkara itu sudah digelar ekspos di Kejagung RI, bahkan Kejatisu sudah menetapkannya sebagai tersangka,” ujar Kasi Penkum Kejatisu Edi Irsan Kurniawan Tarigan, kemarin (17/6).

Dikatakan Edi Irsan, mereka bertekad menuntaskan kasus dugaan korupsi yang menyeret Rahudman Harahap. “Ini sudah harga mati dan sesuai perintah Kajagung RI bahwa kasus-kasus korupsi menjadi prioritas utama untuk segera diselesaikan secara hukum hingga sampai proses peradilan,” tegasnya.

Sebagai lembaga negara yang memegang teguh azas praduga tidak bersalah, Kejatisu akan berupaya membuktikan sangkaan Rahudman benar-benar melakukan praktik korupsi, hingga ke pengadilan. “Rahudman ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan temuan bukti ataupun keterangan saksi,” ujar Edi Irsan.

Kasi Penkum Kejatisu menyatakan, sebagai lembaga yang menganut azas praduga tidak bersalah, Kejatisu mempersilahkan Rahudman Harahap mengeluarkan pendapat dan menyatakan tidak bersalah melakukan korupsi APBD tahun 2005 senilai Rp13,8 miliar.

Bagaimana perkembangan penyelidikan kasusnya? Edi Irsan menegaskan, saat ini penyidik Kejatisu masih menunggu surat izin pemeriksaan Rahudman yang saat ini menjabat wali kota Medan dari presiden ataupun mendagri. “Kita berharap surat itu turun agar secapatnya dilakukan pemeriksaan yang bersangkutan,” tegas Tarigan lagi.

Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPRD) Kota Medan melihat kinerja Kejatisu sangat kurang greget dalam menangani kasus dugaan korupsi dengan tersangka Rahudman Harahap. “Kurang greget melihat kinerja kejatisu. Penanganannya lamban,” ujar Juliandi Siregar, Sekretaris Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Jumat (17/6)n
Dikatakannya, terlibatnya seorang kepala daerah sebagai tersangka korupsi sangat mengganggu kinerja pemerintahan Pemko Medan. “Bila Kejatisu tidak memprosesnya sesuai dengan proses hukum bisa mengganggu kinerja pemerintahan Kota Medan,” cetusnya.

Ketua DPRD Kota Medan Amiruddin hanya ‘pasrah’ melihat situasi. “Kita tidak bisa berbuat apa-apa karena dia Korupsinya di Tapanuli Selatan sana. Coba langsung saja ke dewan Tapanuli Selatan,” katanya mengelak memberi pendapat.

Izin Presiden

Wakil Koordinator Badan Pekerja Indonesia Corruptions Watch (ICW) Emerson Yuntho menyarankan agar elemen-elemen antikorupsi tidak berharap banyak izin pemeriksaan terhadap Wali Kota Medan Rahudman Harahap dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono bisa keluar. Alasannya, SBY sebagai ketua Dewan Pembina Partai Demokrat, tidak akan mau kepala daerah yang dulu diusungnya, menjadi pesakitan.

“Tidak hanya di Medan. Di banyak daerah, masalah izin itu dimanfaatkan betul oleh penguasa agar kasus-kasus yang menyeret kadernya, tidak berlanjut,” ujar Emerson Yuntho kepada Sumut Pos di Jakarta, kemarin.
Lantas bagaimana solusinya? Emerson mengatakan, proses penyelesaian perkara korupsi Tunjangan Pendapatan Aparatur Pemerintah Desa (TPAPD) Tapsel tahun 2005 itu harus didorong agar ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Pasalnya, proses di KPK tidak memerlukan izin dari presiden. “Kalau prosedurnya pakai izin, ya pastilah sesama Demokrat akan melindungi,” ujarnya.

Untuk bisa ditangani oleh KPK, kata Emerson, maka perkara yang melibatkan Rahudman ini harus mendapat supervisi dari KPK. Dalam proses supervisi, jika KPK menilai prosesnya mandek di Kejaksaan Tinggi Sumut, maka akan diambil alih.

Sementara, anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Demokrat, Edy Ramli Sitanggang, tidak mau berkomentar saat ditanya mengenai masalah ini. “Saya kan Demokrat juga, jangan tanya soal itu lah,” ujarnya lewat ponselnya, kemarin.

Sementara, anggota Komisi III DPR yang juga dari Fraksi Partai Demokrat, Didi Irawady Samsudin, dalam berbagai kesempatan selalu mengatakan, jika ada kader yang tersangkut kasus hukum, maka prosesnya juga diserahkan ke ranah hukum.

Sebelumnya, Anggota Komisi III DPR Desmond Junaidi Mahendra menegaskan, dia sudah sering meminta kepada Jaksa Agung agar melimpahkan  penanganan perkara korupsi yang jalan di tempat.
“Kalau sudah begini, Kejaksaan Tinggi Sumut harus berkoordinasi dengan KPK. Terhadap perkara yang tidak jalan, ya harus cepat diserahkan ke KPK,” terang vokalis di komisi yang membidangi hukum itu  kepada koran ini di Jakarta, Senin (13/6).

Apakah desakan ini akan disampaikan ke KPK? Politisi muda dari Partai Gerindra itu dengan tegas menyatakan, iya. “Itu pasti. Terhadap perkara korupsi yang lambat, harus ditarik saja ke KPK,” cetus mantan aktivis itu.
Sedang Juru Bicara KPK Johan Budi pernah mengatakan, sebelum mengambil alih perkara yang ditangani kejaksaan atau kepolisian, maka perlu ada supervisi terlebih dahulu. Dalam proses supervisi ini, koordinasi antar kedua lembaga penegak hukum dilakukan secara intensif.

Mengenai perkara dengan tersangka Rahudman Harahap, Johan menjelaskan, belum ada proses supervisi dari KPK.  Namun, jika Kejatisu merasa sudah tidak mampu dan menyerahkan prosesnya ke KPK, maka lembaga penegak hukum yang ditakuti para koruptor itu siap menggarapnya. (rud/adl/sam)

Taput Masih Bagian dari Sumut

Gatot Diminta Perhatikan Korban Gempa

MEDAN-Lambannya tanggapan Gatot Pujo Nugroho menangani dampak gempa di Tapanuli yang terjadi Selasa (14/6) lalu, memunculkan keprihatinan atas jiwa kepemimpinan Plt Gubsu itu. Anggota dewan dari Fraksi PAN Zulkifli Husein terang-terangan menyesalkan sikap Gatot yang kalah cepat dari Menko Kesra Agung Laksono.
“Bencana alam di Sumut bukan hari ini saja. Seharusnya dengan pengalaman yang dimiliki, Pemprovsu bisa menanganinya dengan lebih cepat,” jelasnya, Jumat (17/6).

Asumsi adanya lepas tangan Plt Gubsu dalam menangani bencana di Taput karena daerah tersebut sempat mengajukan diri sebagai bagian dari pemekaran Provinsi Tapanuli, Zulkifli meminta seharusnya Pemprovsu tetap bijak. “Karena hingga saat ini Taput masih menjadi bagian dari Pemprovsu. Dan penanganan bencana bagi masyarakat sudah barang tentu menjadi prioritas utama,” katanya.

Zulkifli juga mengatakan, kepentingan umum sudah seharusnya jadi prioritas utama. “Saat-saat seperti ini yang diutamakan harusnya adalah masyarakat. Daripada sibuk mencopot pejabat-pejabat eselon tiga dari berbagai SKPD,” katanya.

Menurutnya, pencopotan pejabat berbagai SKPD di jajaran Pemprovsu bisa menjadi satu keresahan yang memuncak. “Jadi SKPD tak bisa bekerja maksimal dengan keresahan yang mereka miliki atas adanya pencopotan sepihak tersebut,” tutur Zulkifli.

Anggota dewan Fraksi PDI P Brilian Moktar berkomentar, Pemprovsu sudah seharusnya menjadi orang pertama yang menjenguk masyarakatnya. “Kita sangat menyesali Plt Gubsu tak hadir pada saat kunjungan Menko Kesra ke Taput. Walau data update saat itu belum didapat dari Bupati Taput, paling tidak PLt Gubsu harusnya membuat konsep-konsep bantuan ke sana,” ujarnya.

Brilian mengatakan, Pemprovsu harus dengan cepat mengetahui kerusakan-kerusakan infrastruktur baik itu kesehatan, pendidikan maupun fasilitas umum. “Namun, pemprovsu juga harusnya jangan hanya memperhatikan kerusakan dari segi fisik, namun juga kejiwaan dan mental masyarakat. Mereka juga harus diberi treatment dalam mengembalikan semangat dari ketakutan atau trauma mengenai bencana tersebut,” jelasnya.

Sementara itu, anggota dewan dari Komisi E Nurhasanah menuturkan, keterlambatan penanganan bencana oleh Pemprovsu ini karena Plt Gubsu terlihat memikul beban sendiri. “Dia harusnya membagi kewenangan, jadi sesibuk apapun penanganan bencana harusnya diutamakan,” kata anggota dewan dari Fraksi Demokrat ini.
PLt Gubsu bersama dinas terkait harus bersama-sama menuntaskan masalah daerah. Seperti dinas kesehatan, pendidikan dan lainnya.

Nurhasanah juga menjelaskan, dengan memikul semua beban sendiri, semua SKPD tak berfungsi sebagaimana seharusnya. “Seharusnya masalah yang datangnya mendadak apa lagi bencana, harus jadi prioritas untuk lebih dulu ditangani. Misalnya ada agenda ketemu SBY, jika ada bencana, pertemuan tersebut bisa dibatalkan dan SBY tentunya tak akan marah,” tegasnya. (saz)

Loyalitas, Alasan Pelengseran

Pencopotan Pejabat Eselon II, Plt Sekda Bela Plt Gubsu

MEDAN-Pencopotan pejabat eselon tiga berbagai SKPD di jajaran Pemprovsu yang secara tiba-tiba mendapat pembelaan dari Plt Sekretaris Daerah (Sekda) Rahmadsyah. Ia menegaskan, pencopotan tersebut sudah melalui proses dari Baperjakat. “Mekanismenya sudah benar, karena sudah melewati Baperjakat,” katanya seusai Salat Jumat di Masjid Agung Medan, Jumat (17/6).

Namun, saat ditanya jika telah melalui Baperjakat, kenapa yang menggantikan pejabat yang dicopot serta pejabat yang dicopot sendiri tak mengetahui mereka akan dilantik atau dinonjobkan, Rahmadsyah mengatakan wewenang tersebut ada di Plt Gubsu sebagai pimpinan.

Lantas, jika kepala SKPD juga tak mengetahui hal tersebut, apakah proses dan mekanismenya memang sudah sesuai dengan Baperjakat? Rahmadsyah lagi-lagi menjawab dengan perkataan serupa. “Kenapa Kepala SKPD harus mengetahui ada atau tidak pejabat di bawah jajarannya yang dicopot dan dilantik? Sebelum pejabat yang menggantikan pejabat yang dicopot tersebut dilantik, kita bisa saja juga mencopot Kepala SKPD-nya. Kepala SKPD hanya bisa mengusulkan, tapi yang menentukan kebijakan adalah PLT Gubsu sebagai pimpinan saat ini,” tegasnya.

Rahmadsyah juga mengatakan, alasan kenapa beberapa pejabat eselon tiga tersebut dicopot karena dianggap tak bisa memenuhi target penyelesaian program kerja. “Setiap pejabat eselon memiliki tengat waktu untuk melaksanakan program kerja yang sudah direncanakan, jika mereka tak bisa memenuhi target, ya harus digantikan,” jelasnya.
Ia juga sempat menceritakan saat menjadi pimpinan di Aceh, dan mencopot beberapa pejabat di bawah jajarannya. “Ada yang saya copot hanya dalam jangka waktu satu bulan,” ungkapnya.

Namun, ia tak bisa menerangkan, berapa lama waktu yang diberikan kepada pejabat yang baru dilantik melanjutkan program kerja sebelumnya. “Itu juga wewenang dari pimpinan, kita belum mengetahuinya,” kata Rahmadsyah.
Mengenai adanya pejabat yang dipindahkan tak sesuai dengan latar belakang pendidikannya, Rahmadsyah berdalih, Pemprovsu harus memberdayakan seluruh SDM yang ada. “Jika memang ada pejabat dengan latar belakang dokter hewan dan kini dipindah untuk mengisi posisi di Perpustakaan Daerah, kita bisa mengaturnya melalui manajemen yang ada. Dengan memberikan pelatihan dan sebagainya,” jelasnya.

Saat wartawan Sumut Pos memastikan berarti tak ada SDM yang mumpuni di Sumut yang bisa mengisi posisi jabatan yang sesuai dengan latar belakang pendidikannya, ia membantah. “Banyak yang memenuhi persyaratan, tentunya sangat banyak yang berpotensi di Sumut ini. Tapi saya secara pribadi tentunya akan memilih pejabat yang loyal. Kalau tak loyal, bagaimana ia bisa menjalankan perintah atasan?” katanya.

Sementara itu, anggota dewan dari Fraksi PAN Zulkifli Husein menjelaskan, jika proses tersebut sudah melalui Baperjakat, tentunya pejabat yang menggantikan atau yang dilantik seharusnya mengetahui kalau dirinya akan dilantik. “Tapi beberapa kasus, ada pejabat yang dilantik merasa terkejut karena tiba-tiba dilantik dan tak ada pemberitahuan dari Kepala SKPD,” tuturnya.

Berarti, lanjutnya, penggantian tersebut belum melalui Baperjakat, karena jika melalui Baperjakat pejabat yang akan dilantik harus melalui proses fit and proper test. “Nah, jika melalui fit and proper test, tentunya pejabat yang akan dilantik akan sangat mengetahui kalau dirinya bakalan menduduki jabatan tertentu dalam waktu dekat. Tapi ini sama sekali tidak ada, bahkan banyak yang terkejut,” jelasnya lagi.

Menurut Zulkifli, proses-proses tersebut jangan terlalu dipaksakan. “Hasilnya kita lihat saja nanti, pasti pelayanan publik bisa carut-marut. Karena, pengganti pejabat yang dicopot tentunya perlu sosialisasi melaksanakan atau menjalankan program kerja. Dan itu membutuhkan waktu yang sedikit banyaknya pasti akan mengganggu pelayanan publik nantinya,” ujarnya.

Seharusnya, menurut Zulkifli, pencopotan tersebut merupakan bagian dari evaluasi, bukan dari kewenangan yang dimiliki pada saat-saat tertentu.

Ia mencontohkan, Sekretaris Dinkes Sumut yang digantikan pejabat yang berasal dari Pemkab Sergai. “Ia baru menjabat dua bulan di sana, dan sebelum di Sergai ia juga merupakan pejabat di Sumbar. Tentunya hal ini membuat ketimpangan dalam melanjutkan program kerja, karena tak mungkin dengan serta-merta ia bisa menguasai permasalahan yang ada di SKPD yang didudukinya sekarang. Alhasil, nantinya pelayanan kesehatan di Sumut akan terganggu,” jelas Zulkifli.

“Ini kan sama saja dengan melakukan eksperimen? Sudah pasti sasaran empuknya adalah pelayanan publik yang semakin merosot nantinya,” ujarnya lagi.

Zulkifli juga mengatakan, ia takut akhirnya permasalahan ini mengerucut ke masalah suka atau tak suka. “Ini akan menimbulkan kesenjangan di antara pejabat di masing-masing SKPD. Dan lagi-lagi ujungnya masyarakat atau publik juga yang dikorbankan,” terangnya. (saz)

Tampilkan Budaya Aceh, Melayu dan Batak

Pluralisme di Balik Peringatan 104 Tahun Mangkatnya Raja Sisingamangaraja XII

Semangat persaudaraan yang dibawa Raja Sisingamangaraja XII membuatnya menjadi pahlawan yang dekat dengan banyak suku. Semangat pluralisme tersebut lantas mewarnai peringatan mangkatnya Raja Sisingamangaraja XII.

INDRA JULI, Medan

Kematian hanya terjadi dalam bentuk fisik. Karena kenangan selama mengarungi kehidupan di dunia ini menjadi kehidupan kedua seseorang. Semangat dan pesan yang bisa membuat kehidupan menjadi lebih baik dari sebelumnya.
Setidaknya hal itu yang ditangkap dari “Peringatan 104 Tahun Gugurnyan

Pahlawan Nasional Sisingamangaraja XII” oleh Forum Sisingamangaraja di Monumen Sisingamangaraja XVII Jalan Sisingamangaraja Medan, Jumat (17/6). Beberapa kegiatan yang digelar hingga malam hari itu pun menarik perhatian berbagai lapisan masyarakat. Tidak hanya Kota Medan dan Sumatera Utara, juga dari provinsi Nanggroe Aceh Darusallam (NAD) yang turut meramaikan perhelatan kedua ini.

“Kita mau mengajak masyarakat untuk mengingat kembali sejarah. Bagaimana Sisingamangaraja XII menjunjung tinggi semangat pluralisme dalam perjuangannya. Hal yang belakangan ini tidak lagi ditemui di tengah-tengah masyarakat yang lebih suka menyelesaikan segalanya dengan cara-cara kekerasan,” ucap Ketua Forum Sisingamangaraja Raja Tonggo Tua kepada Sumut Pos.

Sejak pagi hari, monumen yang terletak di depan Stadion Teladan Medan ini sudah menjadi perhatian. Empat patung Si Gale-Gale dengan balutan kain hitam dan merah dipasang menuju pintu masuk monumen. Di dalamnya terlihat tenda yang menaungi puluhan kursi menghadap panggung mini di bawah patung pahlawan nasional itu. Sementara di sisi kanan monumen berdiri satu panggung berukuran besar yang menutup jalan. Petugas pun terlihat sigap mengalihkan lalu-lintas menghindari kemacatan yang dapat terjadi.

Memasuki pukul 10.00 WIB, lokasi mulai diramaikan dengan panitia yang mengenakan kaos merah cerah bergambar aksara Batak, simbol sang Raja di bagian depan diikuti rombongan undangan yang datang dari berbagai lapisan. Dari anggota masyarakat, seniman, legislatif, hingga eksekutif. Berbaris untuk mengikuti pembukaan peringatan gugurnya Sisingamangaraja XII pada 17 Juni 1907 silam. Diawali dengan penghormatan dilanjutkan hening cipta dan Hymne Parbaringin.

Hymne Parbaringin merupakan doa-doa yang ditujukan untuk memuja Sisingamangaraja sebagai dewa orang Batak yang juga sebagai Raja Iman. Sesuai dengan tujuan kegiatan, oleh sastrawan Batak Thompson HS, Hymne Parbaringin tadi pun diterjemahkan ke bahasa Indonesia. Dengan harapan seluruh audiens dapat memahami makna yang terkandung di dalamnya.

Pengunjung lantas dibuat bertanya-tanya sehubungan dengan penampilan pertama pada kegiatan itu. Bagaimana tidak, peringatan tadi dimulai dengan penampilan Seni Budaya Magic Aceh (SBMA), kelompok kesenian dari tanah rencong dengan Seudati Inong, Tari Saman, Debus, dan Rapai. Bahkan Ketua SBMA, Yoga menegaskan bahwa kedatangan mereka justru mewakili Pemerintah Provinsi (Pemprov) NAD.

“Kita bangga bisa turut berpartisipasi pada kegiatan ini mengingat hubungan sejarah dan misi untuk mengangkat nilai-nilai budaya,” ucap Yoga. Hal itu dipertegas H Zulfikar Noor yang juga pengurus Aceh Sepakat, komunitas masyarakat Aceh di Kota Medan. “Di Aceh, generasi kemarin masih kerap mendengar cerita dari orang-orang tua bagaimana Sisingamangaraja XII berhubungan dengan pejuang-pejuang Aceh dalam melawan kolonial. Makanya ada beberapa kuburan panglima perang Aceh di daerah Parlilitan dan Humbang Hasundutan,” beber H Zulfikar Noor yang turut mengajak dua putrinya pada peringatan Hari Sisingamangaraja tersebut.

Tidak hanya kesenian dari NAD, kegiatan yang dilanjutkan pukul 16.00 WIB juga menampilkan kesenian tradisional dari berbagai daerah di Sumut. Diawali dengan musik ilustrasi dari musisi tradisional Batak Toba pimpinan Marsius Sitohang dengan menghadirkan mantan pemain Opera Batak, Mery Boru Silalahi. Permainan musik dan tiupan seruling pun menarik perhatian masyarakat untuk menghentikan kendaraannya.

Dari panggung ritus tadi, perhatian audiens berpindah ke panggung besar dimana digelar tari Zapin Kasih Budi dari daerah Melayu. Diikuti rari ritual dari Karo, pertunjukan dari Angkola Mandailing, dilanjutkan dengan penampilan seniman Aceh. Memasuki puncak kegiatan, Raja Tonggo Sinambela tampil dengan orasi budaya dalam refleksi perjuangan Raja Sisingamangaraja XII dan Pertunjukan reflektif spirit perjuangan Raja Sisingamangaraja XII.

Turut pula meramaikan kegiatan remaja Kota Medan yang tergabung dalam satu kelompok kesenian dengan mempersembahkan tarian madley multi etnis. Dari Melayu, Batak, dan Mandailing. “Cukup positif ya. Di satu sisi mengingatkan kita generasi muda akan nilai sejarah dari Raja Sisingamangaraja XVII. Akan sangat baik kegiatan ini dilaksanakan setiap tahun sehingga semangat perjuangan sang raja melalui pluralisme tidak hilang dan dapat diteruskan di masa yang akan dating,” ucap siswa SMA Amir Hamzah Medan, Dira yang juga keturunan India/Sunda.
“Kegiatan ini memang kita buat sedemikian rupa dengan daerah-daerah yang berhubungan dalam perjalanan perjuangan Raja Sisingamangaraja XII dalam melawan penjajahan. Kita harapkan generasi muda kembali mengingat bahwa sahala Opung tetap mengayomi orang-orang yang pernah bersentuhan dengannya. Karena Sisingamangaraja tidak hanya milik orang Batak,” tegas pria yang merupakan cicit dari Raja Sisingamangaraja XII ini.

Peringatan 104 Tahun Gugurnya Pahlawan Nasional Sisingamangaraja XII ini merupakan kali kedua dimana sebelumnya digelar 2007 lalu. Pelaksanaan kedua ini dimulai, Kamis (16/6) dengan menggelar seminar di Universitas Negeri Medan (Unimed). Kegiatan yang diramaikan ratusan peserta itu menghadirkan Raja Tonggo Sinambela, Thompson HS, dan sejarawan Ikhwan Pusis Medan yang memaparkan delapan hal kontroversi pada kematian Raja Sisingamangaraja XII.

Terlepas dari misteri kematiannya, kepemimpinan Raja Sisingamangaraja XII yang bergelar Patuan Bosar Opung Pulau Batu ini adalah peringatan akan kenyataan yang terjadi belakangan ini. Dimana seringnya aksi kekerasan dalam menyelesaikan masalah merupakan dampak hilangnya semangat menjunjung tinggi pluralisme dan mengutamakan kesepakatan sebelum sebuah keputusan dibuat. (*)

My Eyes Paling Seksi

Marissa Nasution

Marissa Nasution pede banget seluruh tubuhnya tergolong seksi. Tapi apa yang menurutnya terseksi dan kerap mendapat pujian dari orang lain?

“Aku paling suka sama mataku, karena banyak yang bilang mata aku seksi,” ujarnya malu-malu.
Dalam bersolek, bekas VJ MTV ini mengaku selalu menonjolkan keseksian matanya. Dengan begitu, ia semakin percaya diri. “Aku jadi pede aja kalau mataku udah dirapiin, jadi aktif, mau ngapa-ngapain juga percaya diri,” ujarnya.
Lantas siapa yang mengungkapkan pertama kali jika mata adalah bagian tubuh Marissa yang paling seksi? “Bukan pacar, ada salah satu majalah. Katanya mata aku yang paling seksi, dari setelah aku pikir, iya juga sih,” tawanya.

Marissa pun tetap menjaga matanya agar tetap terlihat segar dan seksi. Seperti apa sih? “Ya, paling tidur yang teratur, biar kantong matanya tidak hitam dan jarang gunakan kontak mata,” ucapnya.

Bicara karir, saat ini artis berdarah Jerman-Batak itu tidak mau terjebak dalam peran yang sama, terlebih berperan sebagai perempuan seksi. “Aku sering ditawari berperan sebagai cewek seksi dan main film komedi. Aku nggak mau peran yang sama terus kayak begitu,” ungkapnya.

Itu sebabnya, sudah dua tahun ini dia tidak syuting film atau sinetron. Bekas pacar Daniel Mananta itu, masih menunggu tawaran yang tidak hanya mengandalkan kecantikan dan kemolekan tubuhnya. Tetapi peran yang benar-benar menuntut kemampuan aktingnya. “Aku ingin peran yang beda,” katanya. (jpnn)