25 C
Medan
Monday, December 22, 2025
Home Blog Page 15372

Polisi Diteriaki Rampok

Home Industri Pembuatan Ekstasi di Sekip Digerebek

MEDAN- Setelah melakukan pengintaian selama dua pekan, Sat Narkoba Polda Sumut menggerebek home industri pembuatan ekstasi di Jalan Sekip No 9 B, Kelurahan Sekip, Medan Baru, Selasa (5/4) pukul 11.00 WIB. Dari hasil penggerebekan itu, polisi mengamankan tersangka Tan Alivin (44) dengan barang bukti 22 butir ekstasi, sisa bungkusan sabu-sabu dan 3 pucuk senjata api yakni 2 pucuk Sof Gun standart perbakin ukuran 23 mm dengan amunisi jenis mimis dan 1 pucuk senapan angin merk Benyamin ukuran 4 mm.

Terbongkarnya home industri tersebut berdasarkan pengembangan terhadap tersangka Gunawan, warga Marelan yang diringkus Sat Narkoba Polda Sumut di Hotel Melati, tepatnya dikamar 307 di Jalan Amaliun dengan mengamankan barang bukti 139 butir ekstasi.

“Berdasarkan informasi tersebut, polisi yang melakukan penyelidikan bersama kepling setempat melakukan penggerebekan di rumah tersebut dan mengamankan tersangka bersama barang buktinya,” ujar Dir Narkoba Poldasu, Kombes Pol Jhon Thurman Panjaitan di ruangannya.

Dikatakan Jhon, selama dua pekan polisi melakukan pengintaian terhadap rumah tersangka. Dari pengintaian itu, polisi merasa curiga dengan suasana rumah tersangka yang terkadang ramai dan terkadang seperti tak berpenghuni.
Berdasarkan informasi, lokasi digunakan sebagai tempat pembuatan ekstasi secara manual. Lantas, polisi lakukan penyamaran dengan berpura-pura ingin membeli ekstasi tersebut. Dengan mengendarai becak bermotor, polisi mendatangi rumah tersangka untuk membeli ekstasi tersebut.

Setelah mendapatkan kebenaran, kalau rumah tersebut dijadikan pabrik pembuatan ekstasi, polisi bersama kepala lingkungan setempat melakukan penggerebakan.

“Saat itu, tersangka keluar dari rumah dengan menggunakan celana ponggol dan tidak memakai baju, keluar dari rumah tersebut. Saat berhadapan dengan petugas yang menyaru, tanpa sengaja dari dalam celana pendek tersangka jatuh bungkusan ekstasi yang dikemas dalam botol,” ucap Jhon lagi.

Setelah dilakukan pemeriksaan terhadap isi botol yang disaksikan Sofyan, Kepling X, Kelurahan Sekip, Medan Baru, tersangka menyangkal kalau botol berisikan ekstasi tersebut miliknya. “Awalnya, tersangka tidak mengakui kalau botol tersebut miliknya. Dia mengatakan kalau botol tersebut dilemparkan kepada dirinya saat berhadapan dengan polisi. Itu memang haknya untuk tidak mengakuinya. Namun, fakta di persidangan yang akan membuktikannya,” cetusnya.

Saat polisi ingin melakukan pemeriksaan ke dalam rumah, keluarga tersangka secara spontan meneriaki polisi sebagai perampok. Dengan dibantu Kepling, akhirnya warga tidak terpancing dengan provokasi keluarga tersangka yang tinggal di sekitar lokasi penggerebekan.

“Tidak hanya itu, sewaktu masuk ke rumah. Istrinya juga menghalangi polisi masuk dengan menutup pintu. Sehingga, kaki anggota kita yang menahan pintu tersebut terkoyak terjepit pintu,” ungkap Jhon sembari menujukkan kaki anggotanya yang luka di bagian jempol.

Setelah setengah jam menunggu, akhirnya pintu berhasil terbuka. Namun, polisi sudah tak mendapatkan lagi alat yang digunakan sebagai pembuatan ekstasi tersebut.

“Tersangka dengan istrinya saat dilakukan pemeriksaan sempat berbicara dengan bahasa Tionghoa untuk membantu menghilangkan barang bukti. Sampai saat ini tersangka masih kita lakukan penyelidikan dan akan kita dalami untuk perkembangan,” beber Jhon mengakhiri.(adl)

Memori Luzhniki

CHELSEA vs MAN. UNITED

LONDON-Rivalitas Chelsea dan Manchester United di Inggris bukan sesuatu yang baru. Lain halnya dengan di Eropa. Kedua tim baru bertemu sekali. Bentrok itu terjadi di final Liga Champions 2008 . United mengalahkan Chelsea via adu penalti 6-5 dalam laga di Stadion Luzhniki, Moskow, itu.

Selang tiga tahun, kedua tim bertemu di ajang yang sama. Tidak di final lagi, melainkan perempat final. Meski begitu, tensinya tidak akan kalah panas. Memori Luzhniki pun menjadi topik hangat jelang leg pertama di Stamford Bridge.
Kiper Chelsea Petr Cech memanaskan laga dengan menyebut hasil di Luzhniki bukan sebagai kemenangan United. “Sejarah mungkin mencatat mereka yang memenangkan pertandingan. Tapi, mereka tidak benar-benar mengalahkan kami karena mereka hanya lebih beruntung,” ungkapnya kepada The Sun.

“Apa yang terjadi di masa lalu biarlah berlalu. Kami ingin menatap ke depan dan berharap keberuntungan kini menjadi milik kami,” tambah kiper nomor satu Chelsea sejak 2004 itu.

Cech pun optimistis Chelsea akan meraih hasil positif di Stamford Bridge. Sebagai catatan, pertemuan terakhir kedua tim juga terjadi di Stamford Bridge dalam ajang Premier League (1/3). Hasilnya, The Blues – sebutan Chelsea – menang 2-1 sekalipun tertinggal lebih dulu di babak pertama.

“Kami memiliki rekor kandang bagus menghadapi United. Kami juga sangat mengenal lawan kami. Jika kami bisa memaksimalkan keuntungan itu, kami dalam posisi bagus di Old Trafford (leg kedua, 12/4),” jelas kiper yang identik dengan pelindung kepala itu.

Masih dari kubu sama, pelatih Chelsea Carlo Ancelotti menyebut lawan United sebagai laga terpenting klubnya di sisa musim ini. Dengan peluang juara Premier League lebih berpihak kepada United, praktis hanya trofi Liga Champions yang bisa menyelamatkan musim The Blues.

“Di liga, kami harus bersusah payah mengejar gap (dengan United). Di Liga Champions, kami berada di posisi yang sama. Kami hanya tinggal memainkan 180 menit untuk menjadi yang terbaik,” ucap Ancelotti kepada Chelsea TV.
Statistik mendukung Ancelotti dengan rekor pertemuan lebih baik atas pelatih United Sir Alex Ferguson. Sejak menangani Chelsea dua tahun lalu, Don Carletto – sebutan Ancelotti – mengalahkan Ferguson tiga kali dan hanya kalah sekali. Sedangkan ketika Ancelotti menangani AC Milan, catatannya berimbang, dengan masing-masing meraih tiga kemenangan.

“Saya senang memiliki rekor lebih baik dibandingkan Sir Alex. Namun, saya kira bukan itu yang akan menentukan hasil pertandingan, melainkan kondisi fisik para pemain. Sebab, bicara kualitas dan karakter individu, kedua tim selevel,” urainya.

Nemanja Vidic, kapten sekaligus defender United, sependapat apabila kebugaran pemain sangat fundamental dalam bentrok di Stamford Bridge. Kekalahan 1-2 dari Chelsea bulan lalu menjadi rujukan. “Terlepas Chelsea meraih gol kemenangan berkat penalti, pertahanan kami melakukan kesalahan dan itu karena fisik yang mulai terkuras. Anda tidak bisa menghadapi tim seperti Chelsea dengan melewatkan sedetik pun konsentrasi,” tuturnya di MUTV.
Vidic mendapat kesan buruk dalam laga terakhirnya di Stamford Bridge (1/3). Dia menerima kartu merah di pengujung laga. “Saya tidak akan membiarkan itu memengaruhi penampilan saya. Semua pemain akan belajar dari pengalaman buruk mereka,” tuturnya lagi. (dns/jpnn)

Cikal Komunitas Saxophonis Kota Medan

Ikatan Mahasiswa Etnomusikologi Gelar Mini Konser Saxophone

Konser dengan penampilan kelompok band bukanlah hal yang aneh bagi masyarakat Kota Medan. Namun, konser yang menampilkan musik instrumental menjadi sangat menarik. Seperti apa?

Indra Juli, Medan

Kemarin (5/4), ‘Mini Konser Saxophone’ digelar di alun-alun Departemen Etnomusikologi Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara (USU). Tak tanggung-tanggung, kursi yang disediakan panitia tidak mampu menampung penonton yang meluber hingga ke Jalan Perpustakaan USU itu.

Diawali Markus Sirait SSn lewat ‘St Elmo’s Fire’ yang dibawakan dengan sofran saxophone, dilanjutkan dengan Tumpal Saragih dengan ‘Stupid Human’, ‘Janji Suci’, dan ‘How Do I Live’. ‘Lagu untuk Mama’, ‘The Power of Love’ dibawakan dengan baik oleh Daniel Sianturi.

Satu lagu ‘KKEB’ pun tak kalah baik saat dibawakan dengan baby saxophone.

Dilanjutkan dengan Nielson Sihombing yang membawakan ‘Bunda’, ‘First Love’, dan ‘Everybody Knew’. Nuansa berbeda berhasil ditampilkan Brian Harefa lewat penampilan single one pada ‘Spain’ dan ‘Kaulah Segalanya’, juga ‘Shine Me’ yang dibawakan dengan sopran saxophone. Soedarsono Malau pun seolah tak ingin kalah dengan membawakan lagu tradisional Batak ‘Marhappy-happy’ yang dilanjutkan dengan ‘Pelangi’, dan ‘Sonda Me’.
Masih dengan alto saxophone, Welly Simbolon SSn cukup sukses membawakan ‘I Swear’, ‘Ku Menunggu’, dan ‘Jenuh’. Batoan Sihotang yang membawakan ‘Dream of Heaven’ diiringi piano dilanjutkan dengan ‘Pilihlah Aku’ dan ‘Chareless Whisper’. Ketiga lagu tadi dibawakan dengan saxophone alto.

Di sesi kedua Markus Sirait SSn tampil dengan baby saxophone untuk membawakan ‘Together Again’ dan ‘Viva Jump’. Kegiatan pun ditutup dengan penampilan Rudi Silitonga lewat ‘You are Still The One’, ‘Leleng’, dan ‘Home’ yang disambut riuh aplaus dari penonton. Terlebih home band yang diisi Senovian (gitar), Saridin (perkusi), David (piano), Andre (drum), Wingka (bass), Rony (gitar elektrik), Agus (syntesizer), Daniel Zai (bass editional), Andre (keyboard), dan Sandro (drum) juga menjalankan perannya dengan baik.

Cerahnya sore hari itu pun kian lengkap dinikmati dengan iringan nada-nada lembut dari instrumen woodwin tersebut. Apalagi kegiatan dikemas dengan konsep out door yang membuat penonton lebih santai menikmati penampilan sembilan saxophonis muda Kota Medan tadi.
Meskipun ditujukan untuk mahasiswa dan alumni etnomusikologi, kegiatan juga menarik perhatian mahasiswa dan masyarakat yang kebetulan singgah. Beberapa bahkan sampai menghentikan kendaraannya dan menurunkan jendela untuk mendengar dan melihat kegiatan dari jauh.

Kegiatan turut diramaikan penampilan mahasiswa Departemen Etnomusikologi yang mengambil praktek mata kuliah musik dunia dengan membawakan aransemen musik klasik. Begitu juga dari Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Nomensen, Fakultas Seni Universitas Negeri Medan (Unimed), dan Sekolah Medan Musik (SMM).

“Saya lihat ini sebuah semangat untuk maju dari kawan-kawan kita di Etnomusikologi. Apalagi memang kegiatan seperti ini sangat jarang digelar di Kota Medan. Sementara pecinta dan pemain saxophone sendiri cukup banyak dan belum menemukan rumahnya,” ucap mahasiswa Fakultas Seni Musik Unimed, David Siagian.

Markus Sirait SSn sebagai koordinator menjelaskan ‘Mini Konser Saxophone’ merupakan gawean Ikatan Alumni Etnomusikologi bekerjasama dengan Ikatan Mahasiswa Etnomusikologi (IME) sebagai wadah bagi pecinta instrumen saxophone. Selain menjadi ajang unjuk kebolehan, ‘Mini Konser Saxophone’ juga diharapkan menjadi cikal dari Komunitas Saxophonis Kota Medan.

“Kalau di Jakarta komunitas ini seperti Rumah Tiup Tina Saxophon sudah ada dan mereka tetap eksis. Jadi dari kegiatan ini kita coba berkordinasi dengan saxophonis yang ada untuk membentuk komunitas Saxophonis Kota Medan. Ke depan kegiatan ini akan kita gelar secara kontinue,” ucap Markus.

Terhadap kegiatan, Markus mengakui masih merasakan beberapa kekurangan. Hal itu mengingat waktu persiapan yang mepet dan kesibukan pengisi kegiatan itu sendiri. “Usai kegiatan ini kita akan evaluasi. Memang karena hanya dua minggu, banyak kekurangan pada materi kegiatan. Ke depan kita coba membawakan lagu-lagu klasik juga dalam kemasan kegiatan agar tidak membosankan,” tambahnya.

Sementara Batoan Sihotang mengaku senang dengan terlaksananya kegiatan. “Senang sekali karena dari kegiatan ini kita bisa banyak belajar terutama dalam mental. Begitu juga sebagai pemacu untuk rajin berlatih,” ucapnya seraya berharap kegiatan berkelanjutan. (*)

Lagi, Warga Tagih Janji Wali Kota

Sengketa Tanah Sari Rejo

MEDAN- Janji Rahudman Harahap saat kampanye Pilkada Kota Medan 2010 lalu masih terngiang di telinga warga Sari Rejo. Bahkan, warga masih ingat berapa kali Rahudman datang ke Sari Rejo meminta dukungan agar dipilih menjadi Wali Kota Medan.

“Kalau terpilih atau tidak terpilih, saya akan keluarkan sertifikat tanah ini. Bila perlu akan saya bawa kepala BPN kemari”. Begitulah janji Wali Kota Medan Rahudman Harahap saat melakukan sosialisasi menuju Pilkada Medan beberapa waktu lalu di rumah Ketua Forum Masyarakat Sari Rejo (Formas) Riwayat Pakpahan, Jalan Teratai No 35 Sari Rejo, Kecamatan Medan Polonia.

“Pak Rahudman waktu masih calon wali kota, empat kali datang ke Sari Rejo, tepatnya di Rumah Ketua Formas Pak Riwayat. Waktu itu, Pak Rahudman mengatakan, tanah Sari Rejo akan langsung dikeluarkan sertifikatnya. Tapi sampai sekarang, buktinya pun tidak ada,” kata Hasan Basri, warga Sari Rejo yang tinggal di Jalan Teratai No 30 kepada Sumut Pos, Selasa (5/4).

Lebih lanjut Hasan Basri menyatakan, seharusnya Pemko Medan berkaca pada pembangunan Central Bussines District (CBD). Kenapa CBD begitu mudah dikeluarkan sertifikat, dan akhirnya terlaksana pembangunan. Sedangkan masyarakat Sari Rejo yang telah puluhan tahun berjuang, ditambah lagi janji-janji manis wali kota, tapi tetap saja sampai sekarang tidak diperhatikan.

“CBD bisa keluar sertifikatnya, kami yang telah lama berjuang tidak kunjung diperhatikan. Sebagai wali kota harus konsisten dengan janjinya. Jangan karena kami masyarakat biasa tidak diperhatikan, yang diperhatikan hanya yang punya uang saja seperti yang punya CBD ini. Wali Kota harus ingat, seluruh masyarakat Sari Rejo mendukungnya saat pencalonan. Jangan setelah jadi, kami dilupakan,” tandasnya lagi.

Hal senada juga diungkapkan Nuredi warga Sari Rejo lainnya. Menurut pria yang mengaku, orang tuanya lah yang membuka lahan Sari Rejo itu ini menuturkan, Wali Kota Medan Rahudman Harahap adalah orang yang terhormat. Seharusnya orang yang terhormat itu, sesuai ucapan dan perbuatannya.
“Pak Wali Kota yang terhormat, akan lebih dihargai jika perkataan dan ucapannya sama. Jadi, buktikan lah janji yang telah diberikan pada saat maju Pilkada Medan waktu itu,” tuntasnya.(ari)

Soal Kasus Hanas, Kajari Tersinggung

MEDAN- Karena dianggap tidak serius dalam melakukan pengusutan dugaan korupsi di Humas Pemko Medan, Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Medan Raja Nofrijal, tersinggung pada masyarakat. Tersinggungnya Kajari Medan, ini disebabkan karena tudingan menganggap dirinya lamban dalam menangani perkara korupsi yang melibatkan Hanas Hasibuan tersebut.

“Penanganan kasus tersebut masih penyelidikan. Kita masih bekerja dalam pengumpulan barang bukti. Jadi saya tersinggung, apabila adanya tudingan yang dilontarkan masyarakat, pada pihak saya yang tidak bekerja serius, itu tidak benar,” tegas Raja Nofrijal kepada wartawan saat meninjau Pengadilan Negeri Medan terkait sidang perampokan Bank CIMB Niaga, Selasa (5/4).

Raja mengaku, kalau saat ini pihaknya masih terus mengusut untuk membongkar, dugaan kasus korupsi di Humas Pemko Medan tersebut. “Sabarlah, kita masih bekerja, kalau ada perkembangan baru, akan kita informasikan, karena saat sekarang ini pihak Pidsus sedang bekerja,” tegas Raja. Dia juga menyebutkan, jika ada temuan baru, Kasi Pidsus akan melaporkan kepadanya.

Kepala Kejaksaan Negeri Medan ini, berjanji akan terus mengusu dugaan korupsi Humas Pemko Medan anggaran tahun 2010 senilai Rp2,049 miliar.

Sementara itu, ketika Sumut Pos menghubungi Kasi Pidsus Kejari Medan, Darmabella Timbazs, Selasa (5/4) yang bersangkutan tidak memberikan keterangan. Dharmabella, dinilai terkesan tertutup dan menghindar ketika ditanya soal pengusutan dugaan korupsi di Humas Pemko Medan. (rud)

Pohon Akasia Dipangkas

08982834xxx

Bapak Wali Kota Medan kenapa ada pembiaran pemotongan 4 (empat) pohon Akasia yang sudah berusia 17 tahun lebih sementara di satu sisi Pemko sedang giat-giatnya melakukan penghijauan. Hal ini terjadi Jumat (1/4) di Jalan Sisingamangara/Alfalah (dekat dealer honda), Kelurahan Harjosari I Kecamatan Medan Amplas. Kami sangat kecewa pak, padahal pemotongan pohon di pinggir jalan harus ada izin tertulìs dari Wali Kota Medan. Dari warga Medan Amplas terima kasih

Kami Cek
Terimakasih laporannya, kami cek terlebih dahulu siapa yang melakukan pemotongan. Memang benar, untuk pemotongan pohon ataupun pemangkasan harus melalui izin dari Dinas Pertamanan Kota Medan.
Kami belum bisa memberikan tindakan, karena kami harus mengecak lebih jauh tentang pemangkasan yang dilakukan.

Erwin Lubis
Kepala Dinas Pertamanan Kota Medan

Jangan Tebang  Sembarangan

Di tengah kondisi perubahan cuaca seperti ini, hendaknya jangan ada lagi penebangan pohon. Apabila dipangkas, ada baiknya dikoordinasikan terlebih dahulu ke Dinas Pertamanan Kota Medan.

Namun, di sisi lainnya Dinas Pertamanan juga harus segera mengambil kebijakan bila dibutuhkan segera mungkin pemangkasan. Misalnya, pohonnya sudah terlampau rindang, ataupun patah rantingnya. Tapi, secara khusus untuk menebang pohon sangat dilarang. Sekarang ini, kita harus menambah pohon, bukan sebaliknya.

H Ahmad Arif SE MM
Ketua Fraksi PAN DPRD Medan

Divonis 2 Tahun, Terdakwa Penipu CPNS tak Ditahan

MEDAN- Persidangan perkara penipuan penerimaan Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) Pemkab Deli Serdang terus diwarnai kericuhan. Kemarin (5/4), korban mengamuk kepada terdakwa, lataran terdakwa divonis hakim selama dua tahun penjara dan tidak ditahan di Lembaga Pemasyarakatan Wanita (LPW) Tanjung Gusta Medan.

Sesuai jadwal, sidang yang digelar di ruang Cakra VII, PN Medan itu beragendakan putusan dari majelis hakim. Menurut majelis hakim yang diketuai Wahidin, terdakwa Ermaida Tambunan telah terbukti bersalah melangar Pasal 378 jo Pasal 55 KUHPidana. “Karena terbukti bersalah, terdakwa Ermaida dijatuhi hukuman selama dua tahun penjara,” kata majelis hakim.

Dewi Lestari, putri Rohi Sarmi Padang (terpidana dalam kasus serupa) langsung ribut di dalam ruang. Dewi mengamuk lantaran dalam kasus itu, ibunya adalah korban. Namun ibunya yang justru mendapat hukuman penjara di LPW Tanjung Gusta Medan. Sedangkan Ermaida walaupun sudah diputus bersalah oleh majelis hakim, namun tidak pernah merasakan bui LPW Tanjung Gusta Medan.

“Hai, enak kau ya, sudah diputus bersalah dan divonis dua tahun, tapi kau tidak ditahan, apalagi dimasukan kedalam tahanan LPW tanjung Gusta Medan, padahal ibu ku divonis 1 tahun 6 bulan dan dikatakan bersalah langsung masuk penjara,” teriaknya ke arah Ermaida yang duduk di kursi pesakitan usai mendengarkan putusan dari majelis hakim.
Kata Dewi, tidak ditahannya terdakwa Ermaida, karena terdakwa bisa membeli hakim agar tidak ditahan. “Iya lah, orang kau banyak duit, untuk membeli hakim, agar kau tidak ditahan, makanya walaupun diputus bersalah kau tidak ditahan,” katanya lagi.

Dewi menjelaskan, Ermaida telah menikmati uang Rp1.8 miliar dari seluruh korbannya. Namun dalam kasus ini, seolah-olah ibunya yang menjadi pelaku utama. “Sungguh malang ibuku. Dia itu mau mencari CPNS karena dibujuk si Ermaida itu. Ibuku mau, lantaran dia ngaku adik kandung Bupati Deli Serdang, Amri Tambunan,” ketusnya.
Tapi setelah dicek, lanjut Ermaida, ternyata antara Ermaida dengan Amri Tambunan cuma lantaran satu marga saja. “Tapi kan dia yang makan duit korban-korbannya itu, termasuk duit kami,” kesalnya.

Penasehat hukum terdakwa Ermaida, Harianto Simanjuntak SH, usai sidang mengatakan, tidak ditahannya kliennya walaupun diputus bersalah adalah kewenangan majelis hakim. “Kalau klien kami tidak ditahan, walaupun divonis bersalah, itu merupakan kewenangan majelis hakim,” ungkapnya.

Kata Harianto, pihaknya akan pikir-pikir untuk melakukan upaya hukum, setelah putusan yang diberikan majelis hakim. “Kita akan pikir-pikir dulu, untuk melakukan upaya hukum, banding atau terima putusan,” jelas Harianto.(sal/smg)

Sumur Tercemar, Kaporit Dibagikan

Dampak Banjir

Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Medan membagikan kaporit gratis kepada masyarakat  korban banjir. Hal ini sebagai bagian untuk mensterilkan air sumur milik warga yang tercemar akibat banjir.

Sistem penyaluran untuk kaporit ini dilakukan melalui kecamatan masing-masing yang dilanda banjir. Penyaluran ini juga bertujuan supaya warga tidak terserang penyakit diare, akibat mengkonsumsi air yang tidak sehat.
“Kami distribusikan kaporit ke sumur-sumur warga, karena hasil yang ditemukan banjir yang merendam Kota Medan, sumur-sumur warga berubah warna menjadi keruh,” Ujar Kepala Dinkes Kota Medan, Edwin Effendi melalui Kepala Bidang Penanggulangan Masalah Kesehatan, Rumondang Pulungan saat ditemui di ruang kerjanya, Selasa (5/4).

Rumondang menyebutkan, di Kota Medan masih ditemukan sejumlah warga yang masih menggunakan sumur. Tapi, jumlahnya tidak banyak. Seiring inilah, banjir yang melanda Kota Medan, sumur-sumur tersebut diperkirakan tercemar. Seperti perubahan warna dan rasa. Oleh karena itu dalam waktu dekat ini, kaporit tersebut akan didisribusikan.

Lebih lanjut, dia menyampaikan ketersedian kaporit di Dinkes masih mencapai 100 Kg. Jumlah ini diperkirakan masih mencukupi untuk didistribusikan ke warga yang memiliki sumur.

“Kaporit yang didistribusikan tergantung dengan kebutuhan atau kedalaman sumur. Satu sumur, bisa dua sendok. Namun tetap, tergantung lokasi,” katanya saat ditanya soal banyaknya kaporit yang dibutuhkan  untuk satu sumur.
Dia mengingatkan, kepada warga yang menggunakan air sumut sebaiknya jangan menggunakan air yang warnanya keruh. Sebab, airnya bisa saja berbau. Untuk itu, sebaiknya jangan dulu digunakan untuk air minum, karena dikhawatirkan ada pencemaran. “Tapi untuk mandi cuci dan kakus bisa digunakan,” sebutnya.
Terpisah, Kepala Puskesmas Padang Bulan, Rehulina Ginting mengakui pihaknya akan mendistribusikan kaporit tersebut ke rumah warga yang menjadi korban banjir yang memiliki sumur.   (mag-7)

Mereduksi Otak Menjadi Mesin Fotokopi

Penulis sudah lama mengkaji  berbagai visi ujian sekolah, termasuk tentunya UN. Kalau boleh berpendapat, penulis menganggap visi ujian sekolah selama ini cenderung lebih mengukur porsi pengetahuan yang sudah dihapal siswa, tanpa mempersoalkan kemampuan analisa, dan sintesa, dan evaluasinya.

Seolah-olah mengingat pengetahuan itu paling berharga. Jadi prestasi ditentukan oleh kemampuan menghapal.
Padahal secara filosofi, apa yang dinamakan ujian sekolah, termasuk UN, merupakan visi pendidikan yang terakhir.
Jadi seyogyanyalah tidak menggiring siswa, secara langsung atau tidak langsung, memitoskannya sebagai visi pendidikan yang pertama.

Namun dari pencitraan justru ujian sekolah menjadi ukuran prestasi para siswa. Tidak peduli, sejauh mana pemahaman anak-anaknya terhadap materi pelajaran.

Yang penting bagi para orangtua, mereka memperoleh nilai bagus, minimal lulus, saat mengikuti UN. Terlebih bila dikaitkan dengan syarat nilai maksimal yang ditentukan untuk bisa melanjutkan ke jenjang berikutnya pada sekolah tertentu.

Semua itu tak lepas dari pendidikan selama ini yang nyaris merupakan proses penyesuaian siswa selaku objeknya terhadap sejumlah nilai kolektif  yang sudah dimobilisasi oleh pihak birokrasi yang terkait, yang dalam hal ini dipegang oleh Depdiknas, sehingga merupakan proses reproduksi alumnus, sesuai kurikulum yang diidealkan.
Setiap siswa dituntut berakomodasi. Bila selama jangka waktu tertentu dipandang telah memenuhi persyaratan akademis, diwujudkanlah secara tertulis dalam bentuk ijazah. Sebaliknya, akan dicap beragam kalimat yang berkonotasi ketidakdisiplinan atau ketidakmampuan.

Berarti proses pendidikan selama seperti itu  masih jauh dari praktik pembelajaran yang manusiawi, alamiah, dan sesuai jatidiri siswa. Otak yang secara default, berkemampuan luar biasa, modal bagi terciptanya beragam karya ciptan, namun sistem pendidikan telah mereduksi fungsinya sebagai mesin fotokopi.
Pendidikan yang asal-usulnya dijadikan sebagai fasilitas meningkatkan kesejahteraan dan membebaskan kesengsaraan (sumber peradaban), seolah-olah telah didominasi berbagai ritual dan ajang pengumpulan point. Pertanyaan semacam, “Dapat ilmu apa hari ini, nak?”, jarang terdengar dari mulut orangtua saat menyambut anaknya yang pulang dari sekolah.

Lembaga pendidikan formal seharusnya bercermin pada program pemberantasan buta huruf. Memang sangat sederhana, malah sering dianggap sebelah mata, tetapi mengandung keteladanan mental, itikad, dan antusias. Di sini tertanam kesadaran pada diri terdidik, adanya kesulitan berkomunikasi karena tidak bisa membaca ternyata telah menimbulkan ketidaktahuan, kebingungan, malah kebodohan. Pembicaraan antar siswa lebih banyak dengan pertanyaan, seperti “Kamu sudah dapat membaca koran?” dan “Kamu sudah menghapal berapa huruf?”, sementara  “Kamu tadi siang dapat nilai berapa” atau “Kamu sudah dapat sertifikat dari sekolah?”, nyaris tidak mendapat tempat. Obsesinya cuman satu, segera bisa membaca. Tak peduli, mau diberi nilai berapa.

Visi ujian sekolah seperti itu hanya akan mencetak manusia berwawasan klise dalam berucap, bertindak, dan berbuat. Prof. Dr. Paulo Freire asal Brasil menganggapnya sebagai lembaga pencetak alumnus miskin bahasa, yang gilirannya beresiko timbulnya budaya bisu, corong, atau klise.

Ingat pula, banyak siswa yang memperoleh nilai bagus saat UN, namun justru merasa terasing dengan substansi pelajaran-pelajarannya. Sungguh ironis. Mereka tidak tahu, apa gunanya semua pengetahuan yang dipelajarinya itu untuk kehidupan sehari-hari. Tanpa disadarinya, mereka telah dikondisikan untuk sekedar hapal dalam menghadapi ujian.

Miriplah dengan seseorang yang disuruh menghapal nama hewan. Ketika UN muncul pertanyaan, “sebutkan tiga nama hewan yang berawalan huruf A”. Ia bisa menjawabnya dengan Ayam, Anjing, dan Angsa. Tetapi ketika sudah lulus serta suatu saat mengunjungi Kebun Binatang, ia tidak tahu, mana yang Ayam, Anjing, dan Angsa, sehingga terpaksalah bertanya, “Ini apa?”

Ingat, semewah apapun sarana fisik pendidikan, baru dikatakan moderen bila proses dan hasil belajarnya dirasakan sebagai terhubung kehidupan sehari-hari. Selanjutnya akan memberikan kemampuan memecahkan berbagai problem beserta jalan keluarnya masing-masing.

Itu bisa terjadi bila setiap item pelajaran disertai penjelasannya secara tuntas, yang berarti memberi kesempatan siswa melihatnya dari berbagai sisi, kemudian menanyakannya bila dianggap perlu. Tetapi apa cukup waktu untuk itu bila materi pelajarannya  terlalu banyak, “belum selesai yang satu, sudah muncul yang lain”.
Okelah dilakukan, wong banyak juga guru yang karena panggilan untuk mentuntaskan pengertian, berinisiatiflah melakukannya. Tetapi ingat, hal ini bisa mengancam target kurikulum bila dilakukan setiap hari, karena sebagian materi menjadi tidak sempat diajarkan.

Barulah terasa pada UN. Para siswa dikejutkan dengan soal-soal yang belum pernah diajarkan. Akhirnya rata-rata mereka bernilai rendah. Inilah yang dikhawatirkan. Daripada disalahkan orangtua dan kepala sekolah, mereka mau tidak mau harus bersikap pragmatis, mengikuti target yang sudah ditetapkan.

Hal tersebut bisa dianalogikan dengan seorang guru yang menyatakan botol kecap sebagai tempat kecap kepada setiap siswa, tanpa perlu penjelasan lanjutannya, dalam artian, apakah bisa dipakai untuk barang cair lainnya? Bukankah ini sama saja dengan mengajarkan kebiasaan membuang botol kecap setiap kali isinya habis. Tidak ada inisiatif untuk memberdayakannya. Mental seperti inilah yang telah memberikan kontribusi penumpukan sampah, yang untuk skala masyarakat tertentu telah menciptakan problem lingkungan secara serius.

Itu baru satu macam. Belum lagi berbagai problem lainnya yang terlalu panjang untuk disebutkan di sini, yang bila dirunut ke belakang bisa saja berpangkal dari sistem pendidikan yang menggiring siswa berpikir lateral.
Memang ujian sekolah, termasuk UN, sangat penting untuk mengukur prestasi sekolah para siswa. Tetapi janganlah mereka digiring untuk menganggapnya sebagai visi pendidikan yang pertama.

Nasrullah Idris
acu@bdg.centrin.net.id

Tertibkan Pedagang di Bawah Tol

085277743xxx

Kepada yth Bapak Wali Kota Medan mohon ditertibkan, para pedagang yang menggelar dagangannya di bawah tol Denai, karena sering mengakibatkan kemacetan dan mengganggu para pengguna jalan.
Para pembeli sering sembarangan memarkirkan kendaraan mereka, bahkan sampai menutupi setengah badan jalan mohon segera di tertibkan.

Terima kasih.
Kami Tertibkan
Terimakasih informasinya, kami dari Satuan Polisi Pamong Praja segera menegur para pedagang dan berkoordinasi dengan lurah setempat. Penertiban tetap dilakukan demi keindahan Kota Medan. Selanjutnya, kami beritahukan bahwasannya berdagang di atas trotoar tidak dibenarkan karena melanggar Perda dan SK Wali Kota Medan.

Kriswan
Kepala Sat Pol PP Kota Medan