30 C
Medan
Monday, December 22, 2025
Home Blog Page 15506

Tetap tak Akui Barang Bukti

Tan Alipin Dikenakan Dua Berkas Terpisah

MEDAN- Pemilik home industri ekstasi di Jalan Sekip, Medan Petisah, Tan Alipin (44), hingga kemarin masih menjalani pemeriksaan. Tersangka dikenakan dua berkas, karena selain memproduksi ekstasi juga memiliki senjata api secara illegal. “Tersangka kita kenakan dua berkas.

Selain undang-undang narkotika, juga kita jerat dengan Undang-undang Darurat atas kepemilikan senjata api soft gun illegal,” ujar Direktur Reskrim Narkoba Polda Sumut Kombes Pol John Turman Panjaitan kepada wartawan di Rumah Makan Ojo Lali di Jalan SM Raja, tepatnya di depan Mapoldasu, Rabu (6/4).

Di jelaskan Jhon, dalam pemeriksaan, tersangka tetap tidak mengakui kalau barang bukti pil ekstasi tersebut miliknya. Padahal, bungkusan pil ekstasi tersebut jatuh dari dalam gulungan celana pendeknya saat rumahnya digerebek.

“Selama diperiksa, tersangka tidak mengakui barang bukti tersebut miliknya. Tersangka tetap mengatakan kalau bungkusan itu dilemparkan kepadanya. Tapi kita sudah punya saksi yang menguatkan, yaitu Sofyan, Kepling X yang ikut dalam penggerebekan tersebut,” ucap Jhon yang sebentar lagi menjabat Dir Res Narkoba Jawa Tengah.
Sedangkan untuk alat produksi yang digunakan untuk mencetak butir ekstasi tersebut, hingga kemarin belum ditemukan. “Meski begitu, kita tetap sidik untuk menjerat tersangka,” terangnya.

Kemudian, lanjut Jhon, mengenai senjata api yang disita dari Alipin, hingga kemarin tersangka belum dapat menunjukkan surat izin kepemilikannya. “Tersangka bilang, keluarganya akan membawakan surat izin kepemilikan senpi soft gun itu, tapi sampai sekarang tidak ada,” ungkapnya lagi.

Ketika disinggung batas waktu penunjukkan surat izin kepemilikan senpi tersebut, guna mengantisipasi jika adanya upaya memanipulasi dari keluarga tersangka, Jhon kembali menegaskan, hal tersebut sangat kecil kemungkinan terjadi. Karena data kepemilikan senjata api tercatat di Dit Intelkam Polda Sumut yang membidangi soal itu dan akan ditindaklanjuti. “Kalau tidak mampu menunjukkan surat izin senpinya, tersangka akan diproses dua berkas terpisah. Tentang pembuatan ekstasi dan kepimilikan senjata api ilegal,” tuturnya.

Keterlibatan istri Tan Alipin, Jhon juga mengatakan, pihaknya sedang mendalami keterlibatannya. Dalam hal ini, beroperasinya pembuatan pil ekstasi tersebut di dalam rumah yang pastinya diketahui sang istri. Namun, pekerjaan haram itu tidak dilaporkan kepada petugas. Juga terkait menghalangi petugas saat akan masuk ke rumahnya dengan menutup pintu selama 30 menit, setelah suaminya dibekuk.

“Iya, itu bisa saja kita duga. Kita masih mendalaminya. Kalau hasil penyidikan menunjukkan seperti itu, maka istrinya juga akan kita proses,” tegasnya.(adl)

31 Kali Masuk Hotel Prodeo

Pahala PS Napitupulu, Aktivis Buruh Sumut

Kekayaan materi maupun jabatan mapan tidak menjadi ukuran bagi Pahala PS Napitupulu (52), dalam menjalani hidup ini. Dengan menikmati pekerjaan yang ada, dirinya terus berjuang demi satu ideologi.

Indra Juli, Medan

“Hidup harus bertahan dan pekerjaan ini yang diberikan Yang Kuasa sama ku. Yang penting kita harus tetap semangat, harus terus PD (Percaya Diri). Macam betul saja mereka itu,” ucap Pahala yang ditemui Sumut Pos di tempat usahanya seputaran Jalan Djamin Ginting/Padang Bulan Medan, Rabu (6/4).

Menyewa salah satu rumah toko (ruko) tiga lantai, dirinya membuka biro jasa untuk membantu masyarakat. Tidak hanya dalam pengurusan izin juga membantu pembukuan satu perusahaan. Sebagai alumni Sarjana Muda Manajemen Keuangan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara (USU) dan Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ekonomi USU, pekerjaan tadi pun memberinya kenikmatan tersendiri.

Dengan menikmati pekerjaannya, Pahala dapat menyisihkan sedikit demi sedikit pendapatan untuk membangun rumah tempat bernaung di Jalan Sejati Gang Kasih No 23A Karang Sari Polonia Medan. Bahkan bersama sang istri Yuliawati Maduwu dirinya menghantarkan kedua buah hatinya Bani Praseto Napitupulu (23) dan Melati Elisabet Napitupulu (21) mengecap pendidikan tinggi di universitas yang menjadi barometer pendidikan di Sumatera Utara (Sumut).

Namun di balik kesuksesan tadi, ada kisah pilu yang pernah dialami pria kelahiran Balige ini. Sebuah konsekuensi dari keinginan memperjuangkan ideologi yang diyakini sebagai kehidupan ideal bagi kaum buruh. “Seperti mengurusi pembukuan perusahaan yang tebal itu, saya juga menikmati saat berjuang membela kaum buruh yang terus dianiaya. Setengah dari penghasilan kubagi untuk dana pergerakan,” tegasnya.

Seperti yang dituturkan Pahala, pergerakan dalam memperjuangan nasib buruh sudah dimulai sejak duduk di bangku kuliah. Tak jarang dirinya turun seorang diri demi mempertahankan ideologi perjuangannya. Hingga akhirnya memutuskan bergabung dengan Serikat Buruh Seluruh Indonesia (SBSI) 1992 pada 1996 silam.

Sebenarnya setelah menamatkan pendidikan dengan gelar sarjana muda (1984), putra ketiga dari enam bersaudara ini sudah bekerja sebagai honorer daerah di Kantor Wilayah Kehutanan Sumut. Satu bulan menjelang pengangkatan sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) dirinya justru keluar dan memilih bekerja di PTP V. Lima tahun mengabdi, dirinya menempati posisi Acounting Pembukuan Inti. “Ketika itu masuk PNS gampang. Cukup jadi honor enam bulan bisa langsung diangkat,” kenangnya.

Keputusan untuk keluar membuatnya harus memulai dari nol lagi dan selama satu tahun bekerja serabutan. Tahun 1995, merupakan masa yang paling berkesan baginya saat merintis usaha biro jasa yang kini dikelolanya. Menunggu permintaan, Pahala menunggangi sepedamotor Honda Astuti 79 peninggalan sang Ayah untuk menjajakan kacang tojin, es ganepo, dan makanan ringan ke warung-warung makanan Kota Medan.

Namun dengan moto mempertahankan semangat di dalam diri, Pahala berhasil melewati masa sulit tersebut. Apalagi keputusan keluar dari kenyamanan tadi memberinya ruang dan waktu untuk terus menyuarakan harapan kaum buruh. Bahkan untuk itu dirinya membayar dengan 31 kali masuk hotel prodeo. Selain teror yang terus dirasakannya hingga saat ini. Seperti saat rumahnya diberondong peluru November 2010 silam.

“Banyaklah. Yang ban mobil dikoyak setengah, jadi kalau kita jalan di tikungan bannya pecah dan kita bisa terguling. Knalpot kereta pun pernah dipatah-patahkan. Ya saya cuma tersenyum saja. Terusterang saja, saya memang suka berkelahi untuk membela orang yang dianiaya,” beber Pahala.

Dirinya tak memungkiri bila dukungan anggota keluarga baik istri dan kedua buah hati merupakan kekuatannya. Apa yang bagi Pahala lebih berharga dibanding undangan dari pimpinan partai terbesar di masa orde baru dan tawaran komisi puluhan juta tiap bulannya. Dan hingga kini dirinya tetap berteriak hingga jeritan kaum buruh tidak lagi terdengar. (*)

Polisi Mulai Bungkam

Kasus Penembakan Toke Ikan dan Istri

MEDAN- Polisi masih bungkam terkait penanganan kasus penembakan toke ikan Toh Ce Wie alias A Wie (34) dan istrinya Lim Chi Chi alias Dora Halim (30). Polda Sumut yang memback-up penanganan kasus tersebut juga tidak berani memberi keterangan yang berlebih atas perkembangan kasus tersebut.

Seperti Dir Reskrim Poldasu, Kombes Pol Agus Ardiyanto yang dikonfirmasi atas perkembangan kasus tersebut, tidak berani memberikan keterangan. Agus langsung berjalan cepat menuju mobilnya di depan Gedung Direktorat Reskrim Polda Sumut.

Apalagi ketika disinggung dengan kebenaran tertangkapnya pelaku penembak Awi, Agus langsung angkat tangan dan menaikki mobil Hartop dengan nomor polisi B 89 GUS miliknya. “Tanya dengan Kapolresta saja,” katanya singkat sambil menutup pintu mobilnya.

Sementara Kapolresta Medan, Kombes Tagam Sinaga yang dikonfirmasi waratawan Koran ini lewat telepon selulernya sebanyak tiga kali tidak mengangkatnya. Bahkan ketika di SMS mempertanyakan kebenaran penangkapan pelaku pembunuh Awi dan Dora, Tagam juga tidak membalasnya. Padahal, Tagam pernah berjanji akan membalas seluruh konfirmasi wartawan bila teleponnya tidak diangkat.

Namun belakangan, Tagam Sinaga berhasil dihubungi, namun belum bersedia mengungkapkan siapa aktor dan motif pembunuhan itu. Bahkan, Tagam terkesan menghindar. “Nanti sore ya saya kasih tahu,” ujarnya.
Namun hingga Rabu (6/4) malam pukul 19.00 WIB, Kombes Pol Tagam Sinaga tak kunjung memberikan keterangan terkait kasus tersebut. “Besok saja ya, besok saja saya kasih tahu,” kata Tagam lagi.

Menanggapi hal tersebut, masyarakat memandang kalau penyelidikan terhadap kasus penembakan tersebut hannya jalan di tempat atau polisi masih dalam penyelidikan yang tidak bisa dikonsumsi publik.

“Menangapi hal tersebut, seharusnya polisi jangan hannya bisa mengungkap kasus yang kecil saja, seperti pencurian dan narkoba. Seharusnya mereka memberitahukan kepada masyarakat sudah sampai dimana kinerjanya polisi. Mereka kerja atau hannya duduk saja di kantor,” ucap Heru (34), warga Jalan Halat.

Sedangkan Aris (26), warga Langkat beranggapan kalau penyelidikan polisi masih didalami yang tidak perlu diketahui publik. “Biarkan saja polisi bekerja sesuai dengan professional mereka. Takutnya, bila diberitahu dengan perkembangan hasil penyelidikannya. Pelakunya malah kabur semakin jauh untuk menghindar dari tangkapan,” ungkapnya.

Informasi yang dihimpun dari beberapa sumber di kepolisian mengatakan, polisi kesulitan dalam mengungkap pelaku dan otak pelaku penembakan tersebut. Pasalnya, aksi para komplotan pelaku penembakan tersebut sangat rapi dan sangat professional serta terlatih.

Jaringan dalam aksi penembakan itu tersusun rapi. Antara sesama pelaku diduga tidak saling mengenal. Mereka bekerja hanya berdasarkan sandi dan petunjuk. Seperti tim eksekutor yang berjumlah tiga orang itu, tidak saling mengenal. “Sangat susah untuk mengungkapnya, soalnya mereka itu tidak ada yang saling kenal satu sama lain, ini sudah sangat rapi tidak mungkin bisa dilakukan warga sipil, diduga dari kalangan aparat,” tutur sumber tersebut.
Sumber lain juga mengatakan, empat orang eksekutor yang menghabisi nyawa A Wie masing-masing dibayar Rp 50 juta. Pembunuhan itu juga sudah direncanakan di kamar hotel mewah di Medan 2 hari sebelum kejadian. (adl/mag-8)

Kadishub Medan Tolak Komisi D

MEDAN- Niat anggota Komisi D DPRD Medan untuk kunjungan kerja (Kunker) dengan Kepala Dinas Perhubungan Medan Syarif Armansyah Lubis alias Bob di Kantor Dishub Medan di Jalan Yos Sudarso Medan, Rabu (6/4), ternyata ditolak mentah-mentah oleh sang kadis. Buktinya, saat segenap anggota Komisi D DPRD Medan dipimpin Ketua Komisi D Ir Parlaungan Simangunsong, Wakil Ketua CP Nainggolan, Sekretaris Muslim Maksum dan Ahmad Parlindungan Batubara, ternyata sang kadis ‘lari’. Spontan, kondisi seperti ini membuat para anggota Komisi D DPRD Medan kecewa kepada Armansyah.

Parahnya lagi, kesannya kunker komisi D dianggap liar oleh pejabat di Dishub Medan. Sebab, belum ada surat pemberitahuan sebelumnya. Padahal, menurut staf Komisi D Fela, terkait agenda kunker tersebut, Komisi D DPRD Sumut telah mengirimkan surat pemberitahuan kunker yang ditandatangani Ketua DPRD Medan Drs Amiruddin.
Bukan itu saja, kata Fela, pemberitahuan lisan pun sudah disampaikan Fela kepada beberapa pejabat Dishub sebelumnya. Namun, tetap saja staf Dishub, Nisma menyebut tidak ada pemberitahuan, akhirnya anggota dewan ini balik kanan.

Menurut CP, agenda kunker komisi D ke Dinas Perhubungan kota Medan, Rabu (6/4) merupakan agenda kedua. Agenda pertama adalah di awal Maret lalu. Anehnya lagi, pada kunker pertama itu juga Armansyah tidak mau bertemu dengan komisi D.

Dijelaskan CP Nainggolan didampingi Muslim Maksum, Parlaungan dan Ahmad Parlindungan, kunjungan komisi D untuk membicarakan terkait realisasi penyerapan anggaran triwulan pertama di SKPD Dishub, juga persoalan lalulintas di Kota Medan yang selalu macet. CP menambahkan, kunjungan Komisi D termasuk membicarakan penerapan terkait Ranperda Rencana Tata Ruang Wailayah (RTRW) Kota Medan 2010-2030.

Terkait hal itu, Kepala Dinas Perhubungan Medan Syarif Armansyah yang dikonfirmasi Sumut Pos membantah hal tersebut. Syarif mengaku, tidak menghindar dari kunjungan kerja Komisi D DPRD Medan. Hanya saja, memang belum ada konfirmasi atau surat pemberitahuan kunker tersebut ke Dishub Medan dan dirinya.

“Nggak mungkinlah kalau anggota dewan hadir ke kantor kita, terus kita lari. Ini terjadi karena tidak ada konfirmasi atau surat pemberitahuan sebelumnya dari Komisi D. Karena tidak mengetahui agenda itu, saya di Kantor Kota tepatnya di ruang Inspektorat dalam rangka bertemu dengan Badan Pemeriksa Keuangan mulai pukul 09.00 WIB sampai pukul 12.00 WIB. Jadi, saya tidak lari,” tegasnya.(ari)

Makan Kue Ultah, 38 Murid SD di Gaperta Terkapar

MEDAN-Keceriaan pesta ulangtahun anak mestinya menjadi acara meriah, apalagi bila dirayakan bersama rekan-rekannya. Namun di usianya yang ke-11, kemarin (5/4), Sisilia Lorenza malah masuk rumah sakit. Pasalnya, kue ulang tahun yang sengaja dibawanya dari rumah ke kelasnya, diduga mengandung zat berbahaya bagi tubuh. Sebanyak 38 murid SD kelas V  di Yayasan Perguruan IKAL Jalan Gaperta Medan muntah-muntah, seperti gejala keracunan.

Akibatnya, ke 38 murid SD itu, termasuk Sisilia, dilarikan ke Rumah Sakit Sari Mutiara di Jalan Kapten Muslim Medan, untuk mendapatkan perawatan secara intensif. Dari jumlah tersebut yang dirawat inap berjumlah 13 siswa
Kue tersebut dibeli Muning, ibu Sisilia, seharga Rp75 ribu, Senin Sore (4/4) dari toko roti Choco Bakery yang berada jalan Kapten Muslim Medan. Muning sempat menyimpang kue tersebut di lemari es selama 1 malam sebelum dibawa putrinya ke sekolah.

Pagi hari, Sisilia dengan senang hati membawa kue ke sekolah, kemudian dibagikan saat jam istirahat pukul 10.30 WIB, untuk dimakan bersama. Hanya sekitar 10 menit, seluruh anak yang mengkonsumsi kue ulang tahun itu mengalami mual dan muntah terus-menurus.

“Setelah makan kue itu, kami semua langsung mual dan muntah-muntah,” cetus Sisilia.
Diakuinya, sebelum membawa kue tersebut ke sekolah, dia sudah mencicipinya di rumah. ”Aku coel sedikit krimnya setelah aku makan, perutku langsung sakit. Cuma gak kayak gini bang,” cetusnya lagi dengan polos.
Hal senada juga dikatakan Fahrunnisa Zulkarnain Nasution teman sekelas Sisilia. “Bang perutku sakit makan kue itu, mual-mual baru muntah-muntah kami semua kena satu kelas,” ujarnya polos didampingi ibunya.
Melihat kejadian itu, pihak sekolah melarikan murid-murid kelas V tersebut ke RS Sari Mutiara untuk mendapatkan pertolongan medis.

Dari Pantauan Sumut Pos, pihak rumah sakit kewalahan menangani banyaknya pasien yang keracunan. Setelah menjalani pemeriksaan medis, 13 murid harus menjalani rawat inap, sisanya diperkenankan pulang.
Akibat keracunan Kue tar Ulang tahun membuat sejumlah orang tua cemas dan khawatir melihat anaknya dirawat di RS Sari Mutira.

Dirut RS Sari Mutiara, dr Tuahman Purba membenarkan pihaknya masih merawat 13 murid yang mengalami keracunan. “Mungkin ada kandungan dalam makanan yang mengakibat anak-anak menjadi sakit,” ucapnya
Tuahman membenarkan, sampel bolu bolu berlapis moka dan muntahan siswa sudah diambil pihak dinas kesehatan untuk diuji di laboratorium Disebutkannya, sebanyak 38 siswa yang keracunan tersebut, 13 diantaranya dirawat inap dan 25 siswa hanya diobservasi rawat jalan.

Sementara Muning, ibu Sisilia, yang ditemui di rumah sakit menegaskan, kue yang dibelinya dari toko roti Choco Bakery berjenis tart berbentuk panda berbalut moca. “Saya sudah mendatangi toko roti itu. Kata pemiliknya, dia mau bertanggung jawab atas peristiwa keracunan ini,” ujar Muning

Kepala Sekolah Dasar IKAL, Muhammad Ishak, seluruh biaya perawatan murid SD itu ditanggung pihak yayasan. Mereka juga senang bila pemilik toko kue Choco Bakery turut bertanggung jawab.

Sulaiman, pemilik toko kue Choco Bakery Jalan Kapten Muslim menegaskan, kue yang mereka jual dibuat dari bahan standar nasional Indonesia (SNI).
“Tidak ada pengawetnya. Kalau ada indikasi tidak higienis harus dipastikan melalui laboratorium Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan (BBPOM) dan dinas kesehatan,” jelasnya. “Pokoknya jangan saya lihat besok ada berita yang mengatakan kalau para murid SD itu sakit karena makan kue saya ya…, oke? Saya mohon jangan beritakan yang tidak benar. Oke?” ujar Sulaiman.

Kepala BBPOM Sumut Agus Prabowo mengungkapkan, pihaknya masih meneliti sampel dan cairan muntahan murid-murid SD itu. ” Belum tahu apa penyebab dari keracunan anak-anak itu. Kita akan melihat kemungkinan adanya mikro biologi atau mikro fisika,” tegasnya.
Bila hasil uji laboratorium menunjukkan mengandung bahan mikro fisika, hasilnya diperkirakan akan diketahui hari ini. “Tetapi kalau terdapat mikro biologi, perlu waktu seminggu untuk menelitinya,” ujar Agus Prabowo.

Kapolsekta Medan Helvetia, Kompol Sutrisno Hadi menegaskan pihaknya masih menyelidiki kasus ini. “Masih kita selidiki,” ujar Hadi singkat. (mag-7/mag-8)

Medan Tenggelam, Tinggal Tunggu Waktu

Bangunan Menjamur di Bantaran Sungai

MEDAN- Jangan bermain-main dengan keseimbangan alam kalau tidak mau menanggung akibat fatal. Terkait hal itu, tiga pemerhati lingkungan dan tata kota menantang Pemerintah Kota (Pemko) Medan untuk bertindak bijak, demi keselamatan warga kota.

Pemerhati lingkungan dari Universitas Sumatera Utara (USU), Jaya Arjuna, menantang Pemko membongkar bangunan di sekitar daerah aliran sungai (DAS) yang mengakibatkan penyempitan sungai. Cukup mengikuti peraturan yang menentukan berapa jarak bangunan yang boleh berdiri di dekat sungai.

“Kalau sudah menyalahi aturan, bongkarlah. Jangan diam saja. Kalau Pemko tidak berani, tinggal menunggu waktu bagi Medan untuk tenggelam,” tegas Jaya Arjuna kepada Sumut Pos, Selasa (5/4).

Pemerhati Tata Kota Medan Abdul Rahim Siregar menjelaskan, penurunan kemampuan Sungai Babura dan Sungai Deli menampung debit air akibat penyempitan sungai, tidak terlepas dari banyaknya bangunan di DAS yang menyalahi aturan. Pendirian bangunan itu berkorelasi dengan pengurusan izin analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL), penerbitan surat izin pendirian bangunan (IMB) yang dikeluarkan Pemko Medan terkesan begitu mudah.
“Jangan karena uang saja. Pikirkan juga dampak yang ditimbulkan. Bayangkan saja, dalam beberapa bulan ini saja Medan sudah dua kali dilanda banjir,” tegasnya.

Abdul Rahim mendukung penertiban bangunan di DAS dan menuntut ketegasan Pemko Medan dalam bersikap. “Kenapa tidak? Harus ada langkah-langkah tegas, jangan hanya cakap-cakap. Patut juga digarisbawahi, banjir ini baru aba-aba dari yang menciptakan alam ini,” tandasnya lagi.
Mantan anggota DPRD Medan periode lalu ini tidak setuju bila permasalahan ini hanya ditimpakan pada developer, pemilik atau pengelola gedung di bantaran sungai. “Pemko Medanlah pihak yang paling bertanggung jawab,” ungkapnya.

Selain bangunan di DAS, banjir juga disebabkan ketidakmampuan Medan menyiapkan drainase yang memadai. Sejatinya, ada dua sistem drainase yakni sistem drainase primer (sungai) dan sistem drainase sekunder yakni parit dan selokan. “ Medan belum siap untuk itu. Ke depan, harus ada kesinambungan perencanaan dan pemetaan kota yang lebih baik. Dalam hal ini, anggota dewannya juga harus proaktif,” tukas Abdul Rahim.

Arsitek muda Medan Sulaiman Sembiring menuturkan, genangan air akibat banjir secara langsung mengurangi kekuatan struktur bangunan yang tergenang. Dampaknya antara lain, terjadi penurunan pondasi dan penyerapan air dinding bangunan semakin menurun. “Kalau bangunannya pakai pondasi pancang, tidak terlalu bermasalah. Tapi kalau pakai pondasi tapak, ini lah yang riskan,” kata alumni Jurusan Artsitektur Institut Teknologi Medan (ITM) Medan.

Dari sisi kekuatan, pondasi pancang lebih tangguh dibandingkan pondasi tapak. Sebab, pondasi pancang biasanya terlebih dulu dilakukan pemasangan paku bumi berdiameter kecil sekitar 10 cm-20 cm. Kalau untuk jembatan paku buminya berukuran 40 cm sampai 50 cm.

Khusus untuk bangunan di DAS, arsitek Jembatan Sudirman Medan ini memaparkan, berdirinya bangunan di DAS secara langsung membuat bibir sungai menyempit. Namun, keberadaan bangunan di DAS itulah yang rawan. Pasalnya, bangunan berdiri di lahan dengan struktur tanah yang relatif tidak terlalu kuat jika dibandingkan tanah yang berada di dataran biasa.

“Keberadaan bangunan di DAS itu membuat beban bagi sungai. Karena membuat resapan air baik pada sungai dan tanah di sekitaran sungai itu menurun karena beban bangunan yang ada. Maka dari itu, dibutuhkan sebuah rancangan aturan tata kota yang lebih riil lagi, agar bisa membatasi bahkan melarang pendirian bangunan-bangunan di sepanjang DAS. Meskipun memang ada aturan yang membolehkan pendirian bangunan di dekat sungai dengan jarak antara 10 meter sampai 15 meter,” tuturnya.

Terkait ambruknya bangunan Akademi Kebidanan (Akbid) Senior di Padang Bulan, selain dikarenakan rendaman air, mungkin bangunan tersebut hanya menggunakan pondasi tapak. “Terlalu banyaknya air yang menggenang akan mengurangi daya resap dinding. Secara otomatis struktur bangunan juga akan berubah. Ditambah lagi, genangan air itu juga berdampak pada kekuatan tanah yang menjadi tempat berdirinya bangunan itu. Itu selain dari sisi pondasinya,” bebernya.

Pirngadi Gratiskan Biaya Pasien Rujukan

Ada kabar baik bagi warga Medan yang menderita sakit akibat banjir besar Jumat (1/4) lalu. Direktur RSUD dr Pirngadi Medan Dewi F Syahnan SpTHT menyebutkan, rumah sakit tersebut menggratiskan perawatan pasien rujukan korban banjir. “Ini kita lakukan karena masalah ini merupakan bencana. Dalam undang-undang sudah ditegaskan, korban bencana gratis berobat. Ini juga sudah saya instruksikan di petugas UGD agar merawat gratis korban banjir yang masuk. Tapi sejauh ini belum ada pasien korban banjir yang masuk,” katanya.

Sementara itu, 1.818 warga Medan terserang berbagai penyakit pasca banjir besar Jumat (1/4) lalu. Dari jumlah tersebut, penderita infeksi saluran pernafasan atas (ispa) mencapai 50 hingga 60 persen. Disusul penyakit batuk yang disebabkan masuk angin, hipertensi, gagal-gatal dan infeksi kulit.

Kepala Dinas Kota Medan Edwin Effendi melalui Kabid Penanggulangan Masalah Kesehatan, Rumondang, di ruang kerjanya menyebutkan warga yang terserang penyakit tersebut berdasarkan jumlah warga yang berobat di 52 posko kesehatan yang tersebar di 12 kecamatan.

Kecamatan Medan Maimun menjadi daerah yang warganya paling banyak mengeluh terserang penyakit dengan pasien 235 orang. Disusul Medan Johor dengan 218 pasien dengan penyakit demam, menceret, Ispa, luka dan gatal-gatal serta gastrinis. Kemudian dihari keempat pasca banjir sebanyak 67 warga lainnya juga mengeluhkan penyakit yang sama.

Wilayah Desa Lalang Medan Sunggal juga terdapat 68 warga yang mengeluh sakit pasca banjir. Sedangkan di Kecamatan Medan Labuhan tercacat 166 warga mengeluhkan pening, demam dan Ispa.

Kepala Dinas KesehatanSumut, Candra Syafei SPOG, menyebutkan pihaknya sudah menggerakan sumber daya yang ada di Regional Medan untuk membantu Dinkes Kota Medan dan kabupaten/kota lain yangg terkena banjir termasuk pendirian beberapa posko kesehatan dan dokter. Selain itu, di Kecamatan Medan Polonia terdapat empat posko Kesehatan, Medan Maimun ada 2 posko keseharan serta Medan Labuhan (Martubung) dibuka satu.

Kerugian Infrastruktur Rp50 M

Banjir yang melanda 14 kecamatan Kota Medan menimbulkan kerugian infrastruktur Rp50 miliar. Kerusakan itu berada di 100 titik lebih kerusakan jalan dan drainase. Demikian disampaikan Kepala Dinas Bina Marga Kota Medan, Gunawan Surya Lubis usai menerima kunjungan kerja Komisi D DPRD Medan di kantornya, kemarin.
Kerusakan itu meliputi masalah jalan, drainase dan dua jembatan Aloha di Medan Labuhan dan jembatan gantung di Kelurahan Sari Rejo, Medan Polonia.

Persoalan ini secara perlahan akan dituntaskan mulai dengan meningkatkan pelaksanaan patching menggunakan aspal mixing plan (AMP). Selanjutnya, dilaksanakan pengaspalannya oleh tenaga out sourching Dinas Bina Marga sendiri. “Setiap harinya lima armada kami dan para petugas kami melakukan patching di Kota Medan, tapi semuanya belum bisa mewakilinya. Karena jalan di Kota Medan sangat panjang mencapai 3 ribu Km,” sebutnya.
Sementara itu, untuk pelaksanaan pembangunan jalan dan drainase di Kota Medan pada 2011 ini Dinas Bina Marga mengucurkan anggaran Rp188 miliar. Sebesar 30 persen atau Rp40 miliar diantaranya berada di 4 kecamatan yang ada di kawasan Medan utara.

Anggota Komisi D DPRD Medan, Ahmad Arif menyampaikan, perbaikan kerusakan akibat banjir tak boleh ditunda-tunda. “Sehingga kerusakan infrastruktur tak mempangaruhi kerusakan infrastruktur yang masih bagus,” sebutnya. (ari/mag-7/ril)

Bau Bangkai di Reruntuhan

MEDAN-Dua hari setelah ambruknya gedung Kampus Akademi Kebidanan (Akbid) Senior di Jalan Bahagia Gang Pelita Nomor 32, Padang Bulan, aroma tak sedap menyeruak dari sekitar reruntuhan di bantaran Sungai Babura itu. Baunya menyengat, mengganggu penciuman orang di sekitar.

“Bau bangkai apa ini ya, kok bau sekali,” ujar mahasiswi yang berada di sekitar runtuhnya gedung saat melihat kondisi kamarnya yang sudah tidak kelihatan.

Warga sekitar juga terus bertanya-tanya terkait sumber bau tak sedap itu. “Kita tidak tahu itu bangkai apa, bangkai manusia apa aroma lainnya yang baunya seperti bangkai. Kenapa semua yang mendekat selalu menutup hidung, karena disekitar runtuhan mengeluarkan aroma bangkai,” ucap Manto, warga sekitar, kemarin (5/4).

Warga masih belum percaya, tidak ada korbanjiwa ambruknya gedung tersebut. “Belum percaya kalau di runtuhann
tidak ada yang tertimbun sebelum dilakukan evakuasi atau pembersihan,” cetusnya.

Menanggapi aroma bangkai yang tercium di sekitar runtuhan gedung, Humas Akbid Senior Hasudungan Siahaan tidak tahu dengan aroma bau tersebut. “Bisa saja itu bau bangkai binatang, nasi bungkus dan lainnya. Yang jelas itu bukan bangkai mayat,” bebernya saat dikonfirmasi melalui telepon.

Pihaknya juga telah melakukan pengecekan seluruh mahasiswa. Tidak korban jiwa. “Sudah kita cek semua mahasiswi kita memang tidak ada yang hilang, dan semuanya lengkap di sini,” ujar Hasudungan.

Disinggung mengenai Surat Izin Bangunan (SIMB) gedung kampus, Hasudungan mengatakan dalam waktu dekat pihaknya akan memfotocopy SIMB. “Nanti akan kita berikan kepada rekan-rekan semuanya. Nanti saya dibilang bohong dan banyak retorika,” jelasnya.

Pantauan di lapangan, bau tak sedap terasa dari jarak beberapa meter dari reruntuhan. Sedangkan di sekitar runtuhan gedung, tanahnya masih basah akibat luapan air sungai dan guyuran hujan. Sementara garis polisi masih terpasang.

Beberapa orang dari pengurus yayasan dan mahsiswi terlihat nekat naik keatas lantai IV gedung. Dengan hati-hati, mereka memindahkan barang yang masih bisa diselamatkan. Orangtua yang terus berdatangan untuk membantu mengevakuasi barang-barang milik korban tidak diperkenankan masuk gedung.

“Yang boleh naik mahasiswi dan pengurus yayasan saja. Orangtua dan teman tidak dipersilakan naik, takut terjadi hal-hal yang tidak diinginkan,” beber mahasiswi yang berdiri di depan ruangan pengurus Akbid.

Mahasiswi yang sudah mengambil barang-barang miliknya langsung meninggalkan gedung dengan menaiki becak bermotor.

Wisma seorang mahasiswi tingkat I Kebidanan senior mengatakan, sejumlah barangnya tertinggal di gedung yang ambruk hingga kini masih dicarinya. Ia tidak sempat menyelamatkan barang berharga karena saat kejadian dia bersama teman-temannya berlari tunggang langgang menyelamatkan diri.

“Tidak sempat lagi menyelamatkan barang-barang. Kami panik untuk menyelamatkan diri,” ujar Wisma.
Dini mahasiswi tingkat II juga mengalami perasaan yang sama. “Bagaimana mau menyelamatkan barang-barang lagi Bang, menyelamatkan diri aja sudah syukur. Suasana malam itu sangat panik dan diselimuti rasa takut,” Katanya.
Sedangkan seorang mahasiswi tingkat akhir yang ingin mengambil flashdisc yang skripsinya di lokasi runtuhnya gedung posisi kamarnya tidak diperbolehkan masuk oleh pihak yayasan. Dikarenakan, lantai gedung masih goyang sehingga yang coba berjalan diatas gedung harus berhati-hati bila tidak akan ikut jatuh bersama runtuhan.
“Aku cuma mau ambil flashdisc skripsi, nggak diizinkan. Stres aku jadinya,” katanya kepada pihak yayasan.

Sementara pihak yayasan yang dimintai izin, mengaku dia sendiri tidak berani naik ke gedung. “Saya tidak berani naik walau di atas ada barang yang harganya miliaran. Aku masih sayang dengan nyawaku yang tidak bisa dihargai dengan uang,” akunya. (adl/mag-8)

Bangun Rel KA, Pusat Tender Proyek Rp81 M

Kualanamu Menuju Bandara Termodern

MEDAN-Bandara Kualanamu akan memiliki banyak kelebihan dibanding bandara lain di Indonesia, termasuk Bandara Soekarno-Hatta. Kelebihan itu antara lain tersedianya akses transportasi kereta api menuju bandara. Moda transportasi ini akan melayani rute Kualanamu-Medan dan kota lain, mendukung akses jalan tol dan jalan masuk lainnya.

Saat ini, proyek pembangunan perlintasan kereta api Medan-Kualanamu sedang digodok di Dirjen Perhubungan Darat RI. ”Mudah-mudahan proses pengerjaannya dikerjakan Mei ini,” tegas Irwan Humas PT KAI Divre I Sumut-Aceh, Irwan, di Jalan Prof HM Yamin, kemarin (5/4).
Tahap awal proyek yang proses tendernya ditangani pusat tersebut diperkirakan akan  menelan biaya Rp81 miliar. “Dana itu untuk pembebasan lahan dan pembangunan perlintasan kereta api dari Stasiun Aras Kabu hingga Kualanamu yang berjarak 5 km,” sambung Irwan.

Selain itu, turut dibangun stasiun dan sarana transportasi kereta api lainnya.

Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur Sumut Gatot Pujo Nugroho membenarkan, secara teknis sebenarnya PT KAI sudah siap. Hanya saja, masalah pembebasan lahan menjadi kendala. Karenanya, Gatot berharap Pergub Kerohiman yang saat ini drafnya sudah tahap finalisasi itu, diharapkan bisa menjadi solusi seluruh masalah pembebasan lahan. “Kalau ini sukses, bandara baru ini akan menjadi bandara termodern,” kata Gatot.

Pergub Kerohiman juga bisa digunakan pelepasan lahan untuk fasilitas pendukung Kualanamu lainnya. Gatot Pujo Nugroho mengakui pembebasan lahan menjadi kendala utama. Tidak hanya mengenai 34 Kepala Keluarga (KK) yang masih bermukim di area pembangunan bandara, namun juga terkait proyek jalan akses non tol dari Simpang Kayu Besar ke Kualanamu.

Khusus mengenai kendala pembangunan akses non tol ke Bandara Kualanamu tersebut, Gatot mengaku telah melakukan evaluasi. “Hasil evaluasi yang saya lakukan lebih ke soal pembebasan lahan,” ujar Gatot Pudjonugroho kepada koran ini usai menghadiri acara di gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), kemarin.

Lahan yang masih menjadi persoalan itu, kata Gatot, dipilah menjadi tiga kluster yakni lahan PTPN, lahan eks Hak Guna Usaha (HGU) PTPN, dan lahan yang masih ditempati warga masyarakat. Dijelaskan Gatot, sebenarnya untuk lahan yang ditempati masyarakat itu bisa diselesaikan dengan pemberian ganti rugi.  Hanya saja, lanjut Gatot, sudah terjalin rasa solidaritas antara warga dengan warga masyarakat yang menduduki eks HGU PTPN.  “Jadi, warga itu mau menerima ganti rugi, jika kawan-kawannya yang di eks HGU PTPN juga diberikan ganti rugi,” ujar Gatot.
Hanya saja, kata Gatot, berdasarkan masukan dari Kejaksaan Tinggi Sumut, warga yang menduduki eks HGU PTPN tidak boleh diberikan ganti rugi. Karenanya, dana ganti rugi yang belum dipakai itu sudah dikembalikan lagi ke APBD. “Karena belum bisa dieksekusi,” imbuhnya.

“Dengan Pergub Kerohiman ini kita harapkan menjadi solusi atas masalah pembebasan lahan atau aset pemerintah yang dimanfaatkan masyarakat dalam rentang waktu tertentu,” beber Gatot. Di Pergub itu nanti juga diatur secara rinci nilai nominal uang ganti rugi.

Terkait dengan proyek lain yang masih dalam satu rangkaian proyek Bandara Kualanamu, yakni tol Medan-Tebingtinggi juction Kualanamu, saat ini masih dalam proses tender yang diurus pemerintah pusat. Tol ini nantinya juga melewati tanah-tanah PTPN dan perkebunan milik swasta. “Kita kemarin sudah menyurati kementrian BUMN untuk mendapatkan izin penggunaan lahan itu” ujar Gatot. (rud/sam)

Gita KDI Nyanyi di Gedung DPR

Sikap politik tak selalu harus disampaikan dengan gaya tegang dan serius. Gitalis Dwi Natarina “akrab disapa Gita KDI- yang menegaskan penolakannya terhadap pembangunan gedung baru DPR, punya cara lain.

Kemarin, seorang diri, Gita mengadakan jumpa pers tentang penolakannya terhadap proyek pembangunan gedung dewan yang banyak mengudang reaksi negative dari sejumlah masyarakat tersebut. Yang berbeda, sebagai penutup, politisi perempuan PKB yang memang berlatarbelakan penyanyi dangdut ini kemudian melantunkan sebuah lagu sebagai pemanis pernyataan sikapnya.

“Saya mau menyanyi, tapi saya minta semua diam dulu ya,” kata Gita, di komplek parlemen, Senayan, Jakarta, kemarin (5/4). Ruangan jumpa pers seketika senyap.

Semua diam menunggu perempuan kelahiran Garut, 10 Oktober 1985 tersebut, menyanyi.
“Hai manusia, hormati ibumu, yang melahirkan dan membesarkanmu,” nyanyi Gita. Bait demi bait syair lagu berjudul “Keramat” yang diciptakan Rhoma Irama itu terus mengalun dengan apiknya. Meski, tanpa iringan musik.
“Bila kau sayang dengan kekasih, lebih sayanglah pada ibumu, bila kau patuh pada rajamu, lebih patuhlah pada ibumu,” lanjut Gita, memancing tepuk tangan meriah dari para wartawan yang hadir. “Eh, sudah ya, ini saya mau ada rapat lagi,” pungkas anggota Komisi IX itu.

Sebelumnya, Gita sempat memaparkan panjang lebar alasannya menolak proyek gedung senilai Rp 1,1 triliun lebih tersebut. Terutama, alasan bahwa dirinya telah banyak menerima banyak keluhan dari konstituennya di Garut, Jawa Barat, dan sekitarnya. “Kebetulan ini saya baru pulang dari daerah pemilihan. Mereka tanya, “Kok DPR nggak pro rakyat sih”,” ujarnya.

Dia juga menegaskan, akan mempertahankan sikapnya tersebut apapun resikonya nanti. Bahkan, ancaman di PAW, jika nanti partainya ternyata memilih sikap berbeda. “Saya siap apapun resikonya. Saya ini seniman, bukan hanya dikenal orang sekarang saja,” tegas Gita. (dyn/jpnn)

Terduga Pembunuh Awie Dilepas

MEDAN-Polresta Medan yang sudah berhasil mengamankan terduga pelaku penembakan pasangan suami istri, Kho Wie To alias Awi (34) dan istrinya Lim Chi Chi alias Dora Halim (30). Tetapi berdasarkan hasil penyidikan, yang disebut-sebut tersangka harus dilepaskan dengan alasan tidak cukup bukti.

“Dalam rangka penyelidikan setelah diperiksa untuk diambil keterangannya. Bila tidak terbukti akan dipulangkan. Para saksi dipulangkan karena dari hasil penyelidikan tidak terbukti, “ ujar Kassubid Dok Liput Humas Poldasu, AKBP MP Nainggolan, Selasa (5/4) siang.

MP Nainggolan mengaku tidak tahu, siapa dan berapa orang tersangka yang dipulangkan tersebut. “Polisi melakukan pemeriksaan wajar. Ada belasan orang sudah diperiksa untuk diminta keterangannya dalam peristiwa itu, tetapi semuanya masih berstatus saksi,” ucapnya lagi.

Ditegaskan Nainggolan, pihaknya tidak ada menutup-nutupin perihal kasus pembunuhan yang terjadi di Jalan Akasia I Nomor 50 Kecamatan Medan Timur. Namun, polisi masih mendalaminya. “Bukan ditutup-tutupin, tapi dalam proses penyelidikan dan pengembangan, jadi lebih rahasia (private, Red). Kita terus bekerja,” cetusnya. Lanjutnya, para saksi tersebut memang ada yang dipanggil maupun dijemput dari suatu lokasi. Akan tetapi semuanya dalam rangka penyelidikan untuk membongkar kasus tersebut.

Dijelaskannya, Penyidik yang bekerja berangkat dari tempat kejadian perkara hanya bekerja dengan mencari bukti dengan melakukan pemeriksaan terhadap sejumlah saksi yang diduga terlibat dengan penembakan tersebut.
“Untuk mengungkap kasus pembunuhan ini, semuanya kita mulai dari tempat kejadian perkara (TKP), lalu barang bukti dan saksi. Yang sudah dimintai keterangan untuk berhasil mengungkap peristiwa berdarah tersebut, “ ungkapnya.

Dengan itu, lanjut Nainggolan, segenap Satwil Polres di bawah satuan Poldasu  diminta meningkatkan razia rutin di perbatasan. “Razia itukan memang sudah menjadi agenda rutin, cuma diminta untuk lebih diaktifkan kembali dan lebih maksimal,” ungkanya.

Saat disinggung perihal opini masyarakat yang mempertanyakan keprofesionalan polisi hingga belum mampu mengungkap pelaku penembakan tersebut , Nainggolan mempersilakan masyarakat mengoreksi citra Polri . Tapi dia meyakinkan bahwa korps Bhayangkara pasti bekerja dengan profesional. “Silahkan saja, dimana dalam mengungkap kasus tersebut tidak segampang membalikkan telapak tangan. Polisi harus betul-betul melakukan penyelidikan, “ bebernya lagi.

Kemudian dengan adanya informasi yang berkembang kalau sebenarnya pelaku sudah ditetapkan dari hasil pemeriksaan terhadap keseluruhan saksi di Polresta Medan. Nainggolan membantahnya. “Tersangka belum ada, Saksi semua yang diperiksa,” pintanya.(adl)