MEDAN, SUMUT POS.CO – Dewan Pimpinan Daerah Angkatan Muda Pembaharuan Indonesia (DPD AMPI) Sumut bakal menggelar musyawarah daerah (Musda) ke VII pada 26-27 Februari di Le Polonia Hotel.
Panitia Musda AMPI Sumut mendapat arahan dari Ketua DPD AMPI Sumut, dr David Luther Lubis.
Musda kali ini bakal diikuti 27 DPD Kab/Kota yang ada di Sumut.
“Dengan mematuhi protokol kesehatan yang ketat, Insya Allah Musda ke VII AMPI Sumut bakal kita laksanakan,” ujar Ketua DPD AMPI Sumut, David Luthet Lubis.
Dia menambahkan, agar tak menjadi kluster penyebaran pandemi, peserta Musda dibatasi hanya 150 orang.
“Kita akan tetap mematuhi aturan yang sudah ditetapkan pemerintah, makanya peserta dibatasi,” tambahnya.
Nantinya, sambung David, di lokasi Musda juga bakal disiapkan sarana cuci tangan, temp gun, masker dan lainnya.
“Guna menyukseskan Musda semua peserta wajib mematuhi prokes yang berlaku,” terangnya.
Bahkan, tambahnya, bakal dilakukan swap anti gen di lokasi acara. Dan seluruh peserta Musda yang hadir wajib menjalani tes swap anti gen.
Musda ke VII AMPI Sumut nantinya bakal dibuka langsung oleh Ketua Umum AMPI, Dito Aryotedjo.
Sementara itu, Ketua Panitia Musda AMPI ke VII, Gabriel menyatakan kesiapan panitia dan kegiatan sudah mendekati rampung secara keseluruhannya.
“Sejauh ini berjalan lancar. Kita berharap kegiatan ini bisa berjalan sukses dan lancar tanpa ada kendala,” pungkasnya.(tri)
PT PLN UP3 Nias mencatat, hingga tahun 2020, pemasangan jaringan listrik milik PT PLN (Persero) di wilayah kepulauan Nias yang terdiri dari 5 Kabupaten/Kota, sudah mencapai 90,36 persen. Dari 950 jumlah desa/kelurahan, ada 89 desa lagi belum teraliri arus listrik PLN.
DI NIAS: Presiden Jokowi saat melihat kondisi kelistrikan di Pulau Nias, sebelum pandemi Covid-19.
Bahkan, Tim dari Unit Pelaksana Proyek Ketenagalistrikan (UP2K) PLN Unit Induk Wilayah (UIW) Sumatera Utara, sudah melakukan survei di 36 desa, 7 kecamatan dan 20 pulau di Kepulauan Nias Selatan dalam ekspedisi terangi negeri, pada Agustus 2020 lalu. Ekspedisi itu dilakukan selama 14 hari.
Manager PT PLN UP3 Nias Darwin Simanjuntak mengatakan, sebagian besar desa-desa yang belum teraliri listrik itu berada di Kabupaten Nias Selatan, di Kepulauan Batu dan pelosok yang sebagian akses jalan belum beraspal.
Secara rinci, saat ini wilayah Kabupaten Nias, dari 170 jumlah desa yang ada, masih ada 13 desa lagi yang belum teraliri listrik. Kemudian di Kabupaten Nias Selatan dengan jumlah desa sebanyak 459, ditambah 2 kelurahan (36 Kecamatan), sudah teraliri listrik PLN hingga tahun 2020 sebanyak 385 desa. Sisanya, 76 desa lagi belum teraliri listrik.
Sementara di wilayah Kota Gunungsitoli tinggal satu desa lagi yang belum teraliri listrik, yakni Desa Tuhegeo Kecamatan Gunungsitoli Idanoi. Sedangkan di Kabupaten Nias Utara seluruh desa sudah teraliri listrik. “Paling banyak di Nias Selatan, ada satu Kecamatan sama sekali belum teraliri listrik yakni Kecamatan Susua Gomo. Sehingga, pada tahun ini Kecamatan Susua Gomo itu menjadi prioritas kita pemasangan jaringan,” ungkap Darwin, Rabu (17/2/2021).
Sedangkan di Kepulauan Batu Nias Selatan, PLN memprogramkan akan membangun Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS). PLTS adalah pembangkit listrik yang menggunakan sel surya (Photovoltaic, PV) untuk mengubah sinar matahari menjadi energi listrik. Pembangkit listrik ini merupakan bentuk pemanfaatan salah satu sumber energi alternatif yang ramah lingkungan (energi terbarukan).
Menurut Darwin, program pemasangan jaringan baru terhenti akibat pandemi Covid-19 pada awal tahun 2020 yang lalu. Bahkan, pemberian stimulus kepada pelanggan subsidi sebagai dampak Covid-19, juga salah satu penambah beban PLN sehingga program yang sudah direncanakan menjadi terkendala.
Tak hanya itu, program PLN UP3 Nias menjadi terkendala di masa pandemi Covid 19, di mana para pekerja pemasangan jaringan kesulitan datang Nias karena harus mengikuti protokol kesehatan. Ditambah lagi, masalah konflik sosial dari masyarakat terkait pemberian izin lahan.
“Salah satu contoh yang kita alami di Kecamatan Toma Kabupaten Nias Selatan. Ada satu desa sulit dilakukan pemasangan jaringan listrik disebabkan ada penolakan dari warga setempat melarang jaringan listrik PLN melintasi tanahnya. Sementara akses lain tidak ada,” kata Darwin.
Meski terkendala akibat anggaran di masa pandemi Covid-19,
bukan berarti PLN Pusat bersama General Manager (GM) PLN UIW Sumut M Irwansyah Putra, lantas berdiam diri. Semangat menerangi negeri harus tetap berlanjut. Solusinya, Nias bakal meniru Indonesi Timur, menerangi dengan PLTS.
Supervisor Perencanaan Listrik Pedesaan (Lisdes) PLN UIW Sumut, Ahmed Maulana mengatakan, untuk wilayah Sumatera Utara (Sumut), paling banyak desa yang belum teraliri listrik berada di Nias. Sisanya, 3 desa lagi berada di Kabupaten Mandailing Natal (Madina). “Kalau di Nias paling banyak yang belum teraliri listrik berada di Nias Selatan,” kata Ahmed Maulana kepada wartawan ini di kantornya.
Ahmed mengakui, tantangan utama membangun listrik desa di Nias adalah akses jalan karena tak bisa dilalui kendaraan roda empat. Apalagi, di Nias banyak pulau-pulau kecil, sehingga menyulitkan pihaknya untuk mobilitasi material. Dari yang mereka survei di Nias Selatan, yakni 36 desa dan 20 pulau, berada di pulau-pulaukecil. “Kami dua minggu berada di sana. Alhamdulillah pulangnya masih hidup. Sebab untuk mencapai pulau-pulau itu, kami harus menggunakan kapal boat dengan ombak yang cukup tinggi,” kata Ahmed.
Khusus pulau-pulau terluar di Nias yakni 36 Desa, lanjut Ahmed, PLN UIW Sumut akan menggunakan PLTS seperti di Indonesia Timur. “Ini rencana awal kita di tahun ini. Ini khusus dengan pulau-pulau terluar di Nias. Kita optimis akan menerangi Nias meski dengan PLTS,” papar Ahmed.
Sebelumnya, tepat pada peringatan HUT RI ke-75 tanggal 17 Agustus 2020 lalu, GM PLN UIW Sumut Irwansyah Putra bersama Bupati Nias Selatan Hilarius Duha, telah meresmikan listrik pedesaan di Desa Fanedanu, Sisiwa Ewali, Lolozukhu, Kecamatan Ulu Idanotae, Desa Na’ai dan Hilisaoto di Kecamatan Siduaori, Desa Sinar Susua, Kecamatan Somambawa dan Desa Hiliorahua Tasua, Kecamatan Susua, Kabupaten Nias.
Irwansyah menjelaskan bahwa peresmian tersebut merupakan bagian dari langkah PLN dalam mewujudkan keadilan energi di Indonesia, khususnya di wilayah Sumatera Utara. “Sebagai badan usaha pengelola kelistrikan nasional, PLN terus menjalankan amanah negara untuk meningkatkan rasio elektrifikasi di seluruh penjuru Indonesia. Salah satunya penyambungan listrik di daerah yang sulit terakses melalui program Listrik Pedesaan (Lisa),” paparnya.
Terbaru, sembilan dusun di Kabupaten Tapanuli Utara telah teraliri listrik, salah satunya Dusun Torhonas, Desa Pardamean Nauli, Kecamatan Adian Koting, Tapanuli Utara. Peresmian penyambungan Listrik Pedesaan dilakukan oleh GM PLN UIW Sumut M Irwansyah Putra dan Bupati Tapanuli Utara, Nikson Nababan. Sembilan dusun yang kini dapat menikmati listrik meliputi Limus, Lobu Haminjon, Lobu Jambang, Siantar Naipospos, Batu Lamak, Torhonas, Bagot, Huta Silalahi, dan Dusun Sitandiang.
Secara konsisten PLN akan terus melakukan perencanaan dan pembangunan listrik pedesaan untuk menerangi 14,8 juta jiwa di 33 kabupaten atau kota di Sumatera Utara. Selama 2020 PLN melalui Unit Induk Wilayah (UIW) Sumatera Utara berhasil melakukan penyambungan listrik di 96 Dusun untuk memenuhi kebutuhan dari total sekitar 8 ribu pelanggan. Per Januari 2021 PLN telah melistriki 6.028 desa di Sumatera Utara.
Provinsi Sumatera Utara memiliki luas 72.981,23 km2 yang terdiri dari kawasan pesisir, pegunungan Bukit Barisan, hingga kepulauan Nias. Dalam pembangunan listrik pedesaan di Sumatera Utara, kendala yang dihadapi adalah kondisi geografis yang cukup ekstrim. Namun, dengan kerja keras dan dukungan dari seluruh insan PLN dan stakeholder, proses pembebasan lahan, mobilisasi material, hingga konstruksi jaringan dapat berjalan lancar. “Dengan konsistensi, kerja sama dan dukungan dari segala pihak yang terlibat, saya yakin program Sumatera Utara terang bukan lagi mimpi,” kata Irwansyah penuh optimis.
Direktur Utama PLN Zulkifli Zaini belum lama ini menyampaikan, selama 75 tahun PLN menemani perjalanan bangsa, PLN terus berupaya memperluas akses listrik ke seluruh penjuru Nusantara. Dalam lima tahun terakhir, infrastruktur kelistrikan terus meningkat. PLN melakukan pembangunan guna memastikan kebutuhan listrik dapat terpenuhi. Kini, seluruh sistem kelistrikan di Indonesia dalam kondisi cukup, bahkan sebagian besar memiliki cadangan daya lebih dari 30 persen.
Ketersediaan daya tak lepas dari pembangunan infrastruktur yang dilakukan. Di sisi pembangkit, hingga September 2020, kapasitasnya telah mencapai 63,3 Gigawatt (GW), meningkat sekitar 7,8 GW sejak tahun 2015 yang ketika itu baru mencapai 55,52 GW.
Penambahan kapasitas pembangkit tersebar di seluruh Indonesia. Di Sumatera, pada tahun 2015 sebesar 11,4 GW meningkat menjadi 12,6 GW pada September 2020. Di Jawa, Madura, Bali, dan Nusa Tenggara meningkat dari 37,8 GW menjadi 41,8 GW. Di Kalimantan meningkat dari 2,5 GW menjadi 3,9 GW. Di Sulawesi dari 2,96 GW menjadi 3,62 GW. Di Maluku dan Papua dari 0,8 GW menjadi 1,3 GW.
Untuk memastikan pasokan listrik dapat tersalurkan dengan baik, PLN juga melakukan pembangunan gardu induk (GI) dan jaringan transmisi. Pada tahun 2015 terdapat 1.499 buah dengan total kapasitas sebesar 92 ribu Mega Volt Ampere (MVA). Jumlah tersebut meningkat menjadi 2.161 buah pada September 2020 dengan total kapasitas mencapai 146 ribu MVA. Terdapat penambahan 662 buah dengan total kapasitas meningkat sekitar 54 ribu MVA.
Sementara di sisi jaringan transmisi, pada tahun 2015 panjang jaringan transmisi baru mencapai 41 ribu kilometer sirkuit (kms) meningkat menjadi 60 ribu kms. Terdapat penambahan panjang jaringan transmisi hampir 19 ribu kms. Tersedianya pasokan listrik, tentu sejalan dengan bertambahnya jumlah pelanggan yang dilayani oleh PLN. Pada tahun 2015, jumlah pelanggan PLN sebesar 61 juta, kini meningkat menjadi 78 juta pada September 2020.
“Dengan tersedianya pasokan listrik yang cukup, kami memastikan bahwa PLN siap memenuhi kebutuhan listrik, tidak hanya untuk rumah tangga, tetapi juga untuk kebutuhan industri maupun bisnis,” papar Zulkifli Zaini.
PLN menyadari listrik merupakan motor penggerak roda ekonomi. Kehadiran listrik akan mendorong produktivitas dan meningkatkan kesejateraan masyarakat. Sudah 75 tahun PLN telah hadir, berjuang menerangi Indonesia, memajukan Bangsa.
Selamat Hari Listrik Nasional ke-75 Tahun… (*)
Penulis : Laila Azizah
Tulisan ini diikutisertakan untuk lomba ‘PLN Journalist Awards 2020′ (PJA 2020), kategori feature media online.
SUBSIDI: Perajin tas, Asrina Dayanti, warga Komplek Pusat Industri Kecil, Menteng VII Medan dan Yeni, penjahit seragam, warga sama. Keduanya mendapat subsidi listrik gratis 450 VA.Laila Azizah.
Pada 2 Maret 2020 lalu, untuk pertama kalinya pemerintah mengumumkan dua kasus pasien positif Corona Virus (Covid-19) di Indonesia. Munculnya virus ini menyebabkan berubahnya aktivitas pada kehidupan masyarakat, khususnya di sektor ekonomi yang berdampak menurunnya pendapatan.
SUBSIDI: Perajin tas, Asrina Dayanti, warga Kompleks Pusat Industri Kecil, Menteng VII Medan dan Yeni, penjahit seragam, warga yang sama. Keduanya mendapat subsidi listrik gratis 450 VA.Laila Azizah.
Dampak itu paling dirasakan para usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Sebab, pemerintah harus membatasi mobilitas masyarakat dengan menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Tatkala mobilitas masyarakat dibatasi, semakin sempit ruang gerak warga sebagai konsumen, maka aktivitas usaha dan bisnis pun semakin terbatas atau stagnan.
Sejurus kemudian, Presiden Joko Widodo memberikan enam stimulus demi meringankan beban ekonomi masyarakat dampak dari Covid-19, salah satunya adalah sektor kelistrikan. PT PLN (Persero) lantas menyahuti instruksi Presiden Jokowi sekaligus menjalankan petunjuk Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), menggulirkan program subsidi listrik.
Di awal pemberian stimulus pada April 2020 lalu, PLN membebaskan biaya tarif listrik bagi konsumen rumah tangga 450 Volt Ampere (VA) dan pemberian keringanan tagihan 50 persen kepada konsumen rumah tangga bersubsidi 900 VA.
“Ada sekitar 24 juta data pelanggan rumah tangga 450 VA, ditambah 7 juta pelanggan rumah tangga 900 VA bersubsidi,” begitulah kata Executive Vice President Corporate Communication & CSR PLN, I Made Suprateka saat itu memberikan keterangan persnya.
Bahkan, program ini diperpanjang kembali hingga Maret 2021. Tak hanya untuk penerima subsidi kategori rumah tangga daya 450 VA dan 900 VA bersubsidi yang sudah terdata dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) di Kementerian Sosial, tapi juga kategori bisnis dan industri daya 450 VA dibebaskan tagihan listrik 100 persen.
Dari sisi jumlah penerima stimulus Covid-19, pelanggan Rumah Tangga 450 VA adalah sebanyak 24,16 juta pelanggan, sedangkan pelanggan 900 VA bersubsidi sebanyak 7,87 juta pelanggan. Sementara jumlah pelanggan Bisnis Kecil (B1) dan Industri Kecil (I1) sebanyak kurang lebih 459 ribu pelanggan.
Tak berhenti sampai di situ, saat menyambut Hari Kemerdekaan Indonesia ke-75 tahun 2020 lalu, PLN memberikan diskon tambah daya dan memudahkan pelanggan untuk memenuhi kebutuhan listrik saat pandemi Covid-19. Pada program tersebut, pelanggan cukup membayar Rp170.845 dari harga normal bisa mencapai Rp4.893.450.
Program yang bernama Gebyar Kemerdekaan itu, diberikan khusus bagi pelanggan golongan tarif Rumah Tangga tegangan rendah, mulai dari daya 450 VA sampai daya 4.400 VA, dengan pilihan daya akhir adalah daya 2.200 VA sampai daya 5.500 VA. Diskon itu dinikmati pada 14 Juli 2020 sampai 30 September 2020 lalu.
PLN yang sangat berempati terhadap kondisi pelanggan, khususnya Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM), kemudian kembali meluncurkan program dengan memberikan keringanan Biaya Penyambungan (BP) tambah daya sebesar 75 persen kepada UMKM dan Industri Kecil Menegah (IKM) dalam program Super Merdeka UMKM/IKM.
Pemberian diskon tersebut dimulai 4 September 2020 hingga 3 Oktober 2020 lalu. Program ini memberikan keringanan bagi pelanggan golongan tarif bisnis dan industri tegangan rendah, mulai dari daya 450 VA hingga daya 13.200 VA dengan pilihan daya akhir sampai dengan daya 16.500 VA.
“Ini sebagai wujud PLN hadir di tengah masyarakat, terutama bagi pelaku UMKM dan IKM. Hal ini dilakukan untuk memberikan keringanan biaya tambah daya yang super ekonomis demi membantu meningkatkan produktivitas UMKM dan IKM di tengah pandemi,” ujar Direktur Niaga dan Pelayanan Pelanggan Bob Saril di Kantor Pusat PLN, Jakarta, Jumat (4/9/2020) lalu.
Pun demikian, PLN masih belum juga merasa puas membantu masyarakat Indonesia, kembali meluncurkan program di Oktober 2020 lalu, dengan menurunkan tarif adjustment untuk pelanggan golongan rendah. Yakni, harga per/KWh untuk tarif golongan rendah yang sebelumnya Rp1.467/kWh, diturunkan menjadi Rp1.444,70/kWh atau turun Rp22,5/kWh.
Adapun pelanggan yang mendapatkan penurunan tarif listrik adalah; R-1 TR 1300 VA, R-1 TR 2200 VA, R-2 TR 3500 VA, R-2 TR 5500 VA, R-3 TR 6600 VA, B-2 TR 6600 VA serta B-2 TR 200 kVA. Diketahui, kode R-1, R-2, R-3 merupakan kode penggunaan listrik pada rumah tangga. Sedangkan kode B-2 berarti kode penggunaan listrik pada bisnis. Program tersebut dimulai pada Oktober 2020 dan berakhir Desember 2020 lalu.
“Dengan adanya penurunan ini, pemerintah dan PLN ingin memberikan ruang untuk pelanggan golongan rendah agar dapat lebih banyak memanfaatkan listrik untuk menunjang kegiatan ekonominya dan dalam kegiatan kesehariannya di masa pandemi Covid-19. Penurunan tarif bagi golongan rendah ini tidak menyertakan syarat apapun,” kata Executive Vice President Communication and CSR PLN Agung Murdifi, saat peluncuran program kala itu.
Selanjutnya, PLN memberikan stimulus Tarif Tenaga Listrik (TTL) dari pemerintah, berupa pembebasan rekening minimum atau yang berlaku pada rekening Juli, Agustus, September, Oktober, November, dan Desember Tahun 2020 lalu. Pemerintah memang memutuskan untuk memperluas subsidi listrik dengan meringankan abonemen listrik bagi pelanggan listrik PLN untuk sektor sosial, bisnis, dan industri senilai Rp3 triliun. Terdiri dari Rp285,9 miliar untuk pengguna listrik sosial, Rp1,3 triliun untuk pengguna bisnis, dan Rp1,4 triliun untuk industri.
Adapun biaya minimum adalah perhitungan energi minimum selama 40 jam dalam kurun waktu satu bulan yang perlu dibayarkan oleh pelanggan. Insentif ini diberikan bagi pelanggan Sosial, Bisnis, dan Industri dengan daya dimulai dari 1.300 VA ke atas. Bagi ketiga jenis golongan pelanggan tersebut, apabila pemakaian listriknya di bawah 40 jam dalam satu bulan, maka tidak perlu membayarkan biaya rekening minimum. Selain itu, stimulus ini juga diberikan bagi pelanggan Sosial daya 220 VA hingga 900 VA, sedangkan pelanggan Bisnis dan Industri daya 900 VA berupa pengurangan biaya beban. Lalu, pembebasan penerapan ketentuan jam nyala minimum diterapkan bagi pelanggan golongan layanan khusus sesuai dengan Surat Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik (SPJBTL).
Melalui stimulus TTL tersebut, pelanggan hanya perlu membayar sesuai dengan pemakaian riil. Sementara selisih dari Rekening Minimum atau Jam Nyala Minimum terhadap rekening realisasi pemakaian serta Biaya Beban menjadi stimulus yang dibayar Pemerintah.
Sedangkan untuk pelanggan listrik di Sumatera Utara, General Manager (GM) PLN UIW Sumut M Irwansyah Putra mengatakan, PT PLN Unit Induk Wilayah (UIW) Sumatera Utara mencatat, sebanyak 1,61 juta pelanggan listrik bersubsidi di Sumut memperoleh keringanan pembayaran listrik di tengah wabah virus Covid-19. Keringanan itu berupa listrik gratis untuk golongan daya 450 VA dan diskon 50 persen untuk daya 900 VA. Angka ini terdiri dari 1,27 juta pelanggan dengan golongan daya 450 VA, sedangkan sisanya yakni 341.000 pelanggan merupakan golongan daya 900 VA.
“PLN memberikan dukungan dan apresiasi kepada pelanggan yang terdampak pandemi Covid-19 dengan beberapa program. Di antaranya, Stimulus Covid 19 dengan memberikan listrik gratis untuk daya 450 VA dan diskon 50 persen daya 900 VA subsidi,” kata Irwansyah.
Kemudian, lanjut Irwansyah, PLN UIW Sumut turut menjalankan instruksi PLN Pusat dengan memberikan pembebasan ketentuan rekening minimum bagi pelanggan sosial, bisnis, dan industri 1300 VA ke atas dan golongan layanan khusus, sehingga pelanggan hanya membayar sesuai pemakaian.
Selain itu, PLN UIW Sumut juga ikut memberikan program pembebasan biaya beban atau abonemen tarif bagi pelanggan golongan sosial 220, 450, dan 900 VA, bisnis dan industri 900 VA serta berbagai program PLN lainnya. “Program stimulus Covid ini persembahan PLN untuk para pelanggan. Harapan kami dengan adanya program ini dapat membantu, setidaknya sedikit mengurangi beban para pelanggan kami, khususnya pelanggan di Sumatera Utara yang saat ini terdampak Covid 19. Ini sebagai bukti bahwa PLN peduli dengan kondisi ekonomi masyarakat yang merosot,” ujar Irwansyah.
Gubernur Sumatera Utara Edy Rahmayadi memberikan apresiasinya yang tinggi kepada PLN atas subsidi listrik yang digulirkan. “Subsidi atau stimulus yang diberikan PLN dapat dinikmati warga saya di Sumatera Utara. Apalagi di tengah pandemi Covid-19 ini, ekonomi masyarakat sangat terdampak. Dan dampak yang paling terasa tentu para UMKM dan pengusaha maupun pebisnis. Dengan berbagai keringanan yang diberikan PLN, sangat membantu masyarakat,” kata Gubsu kepada wartawan ini, di sela-sela meninjau renovasi bangunan SMA Negeri 1 Medan, Jalan Teuku Cik Ditiro Medan, pekan lalu.
Gubsu berharap, PLN memperpanjang stimulus maupun subsidi kepada pelanggan sampai pandemi Covid-19 berakhir. “Saya juga berharap PLN terus meningkatkan pelayanan dan kualitasnya kepada pelanggan. Bagi desa yang belum teraliri listrik, kiranya bisa segera direalisasikan PLN agar seluruh pelosok negeri bisa terang benderang,” harap Gubsu.
Sementara itu, Ketua Komisi I DPRD Kota Medan yang membidangi Hukum dan Pemerintahan, Rudiyanto menilai, program yang digulirkan PLN di tengah pandemi Covid-19 merupakan program yang cukup baik. “Kami dari Komisi I DPRD Kota Medan yang mewakili warga Kota Medan, berkeyakinan kalau program ini dapat membantu masyarakat pengguna listrik 450 VA, 900 VA, pebisnis dan UMKM untuk dapat bertahan dalam kekacauan pandemi Covid 19 ini yang telah membuat perekonomian warga menjadi terganggu,” ujarnya.
Menurutnya, negara memang harus membantu warganya. Hal ini juga tertuang dalam Undang-Undang. Semisal, di pembukaan UUD 1945 pada alenia ke 4 berbunyi, bahwa tugas pemerintah adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
“Karena negara berkewajiban mensejahterakan dan memelihara warganya, kami berharap program subsidi listrik atau program stimulus Covid 19 dari PLN adalah upaya pemerintah dalam mewujudkan program perlindungan sosial bagi masyarakat di tengah pandemi Covid 19. Semoga PLN bisa memperpanjang subsidi dan stimulus ini sampai ekonomi masyarakat kita pulih kembali,” harap Rudiyanto.
Di sisi lain, Pengamat Ekonomi di Sumut, Gunawan Benjamin menilai, subsidi listrik maupun stimulus yang diberikan PLN adalah demi meringankan masyarakat, sekaligus menaikkan daya beli di tengah pandemi Covid-19. Sedangkan bagi pelaku industri, untuk mendorong industri agar bisa tetap menjalankan usahanya pada kapasitas normal.
“Tentunya, pemerintah tidak ingin industri maupun UMKM sampai gulung tikar yang bisa menyebabkan terjadi pengangguran. Pemerintah tak ingin ekonomi kita terpuruk. Maka hadirnya PLN dengan segala program stimulusnya adalah demi kemajuan negeri ini. PLN lah yang mendorong masyarakat, pelaku bisnis dan industri agar tetap bisa bergerak melalui nyala listrik subsidinya. Subsidi dan stimulus PLN ini merupakan ‘vitamin’ bagi masyarakat kita,” ujar Gunawan kepada wartawan ini.
Meski demikian, menurut Gunawan, kebijakan tersebut sangat dilematis terhadap cash flow (arus kas keuangan) perusahaan maupun perseroan. Sebab, normalnya pendapatan PLN per bulan mencapai Rp25 triliun. Namun saat puncak Covid-19 penerimaan terpangkas sekitar Rp2 triliun-Rp3 triliun akibat penurunan permintaan listrik yang mencapai 10 persen.
“Kebijakan subsidi atau stimulus listrik merupakan kebijakan dilematis yang ditempuh pemerintah. Di satu sisi, pemerintah ingin ekonomi rakyatnya tidak terpuruk. Di sisi lain, pemerintah dan PLN harus mengorbankan pendapatan untuk membantu masyarakat. Ini kebijakan pahit yang diambil pemerintah demi rakyatnya,” kata pria berkacamata ini.
Namun Gunawan yakin, pemerintah sudah memikirkan matang-matang atas kebijakan subsidi dan stimulus listrik yang digulirkan kepada masyarakat. “Saya pikir, tentu pemerintah sudah punya hitungan matang dan cermat maupun konsekuensi akan naiknya utang pemerintah untuk membayar kompensasi kepada PLN. Saya kira, inilah pengorbanan pemerintah untuk masyarakat, meski berdampak terhadap keuangan PLN itu sendiri,” pungkas Gunawan.
Terlepas dari urusan pemerintah tersebut, nyatanya subsidi listrik sangat dirasakan manfaatnya, khususnya bagi para pelaku UMKM di Kota Medan. Seperti diutarakan Asrina Dayanti, perajin tas yang tinggal di Komplek Pusat Industri Kecil (PIK) di Jalan Rahmat, Menteng VII, Kota Medan. Penerima subsidi listrik gratis daya 450 VA ini sangat bersyukur karena PLN hadir memberikan subsidi di saat usaha mereka sedang ‘sakit’ diterpa pandemi Covid-19.
Asrina mengibaratkan subsidi listrik sebagai obat mujarab bagi usahanya yang sedang meriang. “Saya pelaku UMKM sangat berterimakasih atas subsidi listrik dari PLN. Sejak saya dapat subsidi listrik, sudah hampir setahun ini saya gratis tak bayar listrik,” ujar wanita yang memiliki empat anak ini.
Asrina yang sudah membuka usahanya selama 30 tahun ini mengutarakan, pandemi Covid-19 membuat usahanya tak bergerak bahkan mengalami kemerosotan. Sebelum terjadi pandemi, Asrina mengaku selalu kebanjiran orderan membuat tas. Namun sejak pandemi Covid-19, orderan pun sepi. “Hotel-hotel hampir tidak pernah lagi menggelar seminar karena dilarang Satgas Covid-19 berkerumun. Ya dampaknya orderan tas jadi sepi karena biasanya saya dapat orderan tas untuk peserta seminar. Untungnya ada subsidi gratis listrik dari PLN sehingga bisa mengurangi beban tagihan listrik saya. Ini seperti obat mujarab dan malah menjadi satu-satunya obat bagi saya. Sebab, saya saat ini tidak mendapat bantuan apapun dari pemerintah selain dari subsidi PLN,” kata wanita bertubuh kurus ini dengan mata berkaca-kaca.
Hal yang sama dirasakan pelaku UMKM penerima subsidi listrik gratis 450 VA, Yeni, warga yang sama. Penjahit baju seragam ini juga mengeluh atas kondisi usahanya yang sepi akibat pandemi Covid-19. “Orderan jahitan saya biasanya ramai sebelum pandemi. Saya banyak menerima orderan jahitan baju seragam sekolah, baju seragam pegawai kantor dan baju seragam lainnya. Tapi datangnya Covid membuat usaha saya sepi,” kata Yeni yang memiliki satu anak ini.
Yeni berharap kepada PLN agar terus melanjutkan subsidi listrik untuk pelaku UMKM hingga pandemi selesai. “Pak Jokowi, Pak Menteri BUMN, Pak Dirut PLN, bantulah kami terus melalui subsidi listrik gratis. Saat ini kami masih lemah, masih belum mampu bangkit selama Covid-19 belum pergi,” pinta Yeni.
Adapun stimulus yang diberikan PLN kepada konsumennya, juga sebagai bentuk apresiasi dalam menyambut Hari Listrik Nasional (HLN), yang diperingati setiap tanggal 27 Oktober. Ya, kehadiran PLN di negeri ini tidak sebentar, sudah 75 tahun lamanya, tepatnya kali pertama HLN ditetapkan pada tahun 1945 silam. Selama itu pula, PLN sudah memberikan kontribusinya, mulai dari membantu masyarakat melalui program corporate social responsibility (CSR), membantu meringankan beban listrik konsumen, hingga membangun dan menerangi negeri ini demi Indonesia maju. Selamat Hari Listrik Nasional ke-75 Tahun… (*)
Penulis : Laila Azizah
Tulisan ini diikutisertakan untuk lomba ‘PLN Journalist Awards 2020′ (PJA 2020), kategori feature media online.
Senyuman Dini, siswi kelas tiga Sekolah Dasar di Tanjung Morawa, Deliserdang, Sumatera Utara ini, begitu sumringah. Matanya berbinar-binar penuh bahagia. Dini begitu bersemangat menyahut sapaan gurunya melalui belajar daring dengan ponsel di rumahnya, Dusun II Titi Payung, Desa Naga Timbul, Kecamatan Galang, Kabupaten Deliserdang. “Selamat pagi bu guru”…
BELAJAR DARING: Dini (memagang ponsel), warga Dusun II Titi Payung, Desa Naga Timbul, saat belajar daring di rumahnya, sambil ditemani teman-temannya.Laila Azizah.
Kebahagiaan Dini bisa mengikuti belajar daring dari kediamannya, baru saja dirasakan Dini. Sebelumnya, Dini tak bisa mengikuti belajar daring karena di desanya belum teraliri listrik. Tapi melalui program Listrik Masuk Desa (Lisdes) atau Listrik Pedesaan (Lisa), kini desanya sudah dialiri listrik oleh PLN Unit Induk Wilayah (UIW) Sumatera Utara, tepatnya sejak 28 Desember 2020 lalu.
“Sebelum ada listrik, Dini berangkat pagi ke rumah saudara kami yang punya listrik. Tapi sekarang di rumah Dini sudah ada listrik, jadi Dini bisa daring di rumah,” ujar Dini penuh ceria ketika disambangi wartawan ini, saat tengah belajar daring di kediamannya, Rabu (10/2/2021).
Sebelum desanya teraliri listrik, bukan hal mudah bagi Dini untuk bisa mengikuti belajar daring. Orangtua Dini terpaksa mengantar dirinya ke kediaman saudara mereka, berada di seberang desanya di Galang, Kabupaten Deliserdang. Jaraknya sekitar 15 kilo meter. Belum lagi separuh jalan dari desa itu belum beraspal, jalannya pun banyak berlubang.
Begitu juga yang dirasakan wartawan ini saat menuju Dusun II Titi Payung, Desa Naga Timbul, Kecamatan Galang, Kabupaten Deliserdang ini. Jarak tempuh dari Kota Medan ke desa ini sekitar 28 kilo meter. Namun sekitar 3 kilo meter jalan masuk ke desa ini belum beraspal dan rusak.
Desa yang dihuni 17 kepala keluarga dengan jumlah 50-an jiwa ini, berada di tengah-tengah perkebunan swasta yang berdiri sejak tahun 1906. Jalannya pun tak begitu lebar, tapi bisa dilintasi roda empat. Sedangkan sekolah yang ada, Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA), jaraknya lumayan jauh dari desa tersebut, sekitar 15 sampai 20 kilo meter.
Namun, bukan jauhnya jarak sekolah yang menjadi persoalan warga desa di sana waktu itu. Tapi, tidak adanya aliran listrik membuat warga desa, khususnya anak-anak mereka yang masih bersekolah, harus mengungsi ke rumah sanak famili yang sudah memiliki listrik, agar anak mereka bisa mengikuti belajar daring.
Begitu juga yang diungkapkan seorang ibu warga desa di sana, Paisah. Semula, putri dari Paisah bernama Indah Kurniasih yang duduk di bangku Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), selama dua tahun menetap di rumah saudara mereka di Galang yang jaraknya sekitar 20 kilo meter dari desa mereka.
“Anak saya Indah, saat itu terpaksa tinggal selama dua tahun di rumah saudara kami di Galang. Sejak ada pandemi Covid-19, kan anak-anak sekolah harus mengikuti belajar daring. Anak saya susah ikut belajar daring waktu belum ada listrik. Tapi alhamdulillah, anak saya sekarang sudah berkumpul bersama kami lagi sejak desa kami teraliri listrik pada akhir Desember 2020 lalu,” ujar Paisah kepada wartawan ini, sambil memotong daun pelepah pohon kelapa sawit untuk dijadikan sapu lidi dan dijual.
Lain lagi cerita bu Sumiati, warga yang sama di desa itu. Sebelum desa mereka dialiri listrik, anaknya bernama Aditya, duduk di bangku SMA, terpaksa pagi-pagi buta harus keluar dari desa dan menumpang ke rumah saudara mereka demi mengikuti belajar daring.
“Kan belajar daring itu pagi, jadi Aditya takut terlambat, makanya subuh dia sudah pergi ke rumah saudara kami. Selesai belajar daring, siang atau sorenya Aditya pulang ke rumah. Tapi sekarang kami bersyukur karena PLN sudah mengaliri listrik di desa kami. Anak kami yang bersekolah tidak perlu repot harus keluar pagi hari dari desa untuk numpang belajar daring. Kami mengucapkan banyak terima kasih kepada PLN,” ucap bu Sumiati yang ikut membantu Paisah membuat sapu lidi.
Nestapa dan rasa nelangsa warga di sana saat desa mereka belum teraliri listrik, juga diceritakan tokoh masyarakat setempat, Sutar Saragih. Pria berkulit sawo matang ini mengatakan, awalnya desa mereka didiami penduduk tahun 1945. Lahan yang mereka tempati itu berasal dari tukar guling lahan milik perkebunan swasta.
“Dulunya orangtua kami tinggal di sini atas lahan tukar guling dengan perkebunan swasta. Awalnya, perkebunan itu ingin memperluas kebun mereka. Kemudian untuk perluasan kebun itu, pihak perkebunan meminta lahan masyarakat dan mengganti dengan lahan perkebunan di desa ini. Jadi ini lahan tukar guling,” kata Sutar Saragih sambil menyerumput kopi hangatnya penuh nikmat, saat ditemui wartawan ini di sebuah warung kopi di desa tersebut.
Pria yang bekerja di perkebunan swasta di wilayah desanya ini bercerita, tak banyak yang bisa dilakukan warga desanya saat belum ada listrik. Jika sudah memasuki waktu malam, warga desa yang sebagian besar sebagai petani, lebih memilih berdiam diri di rumah. Mereka juga tak bisa menonton siaran televisi.
“Pada tahun 80-an, desa kami pertama kali mendapat bantuan mesin genset dari pemerintah desa setempat. Hampir empat tahun kami menggunakan mesin genset, tapi mesin tersebut akhirnya rusak total. Saat mesin genset rusak, kami beralih menggunakan lampu minyak (lampu teplok) hingga beberapa tahun,” kata pria yang menamatkan sekolahnya hingga bangku SMA ini.
Beberapa tahun kemudian, lanjut Sutar Saragih, desa mereka kembali mendapat bantuan penerangan lampu tenaga surya (PLTS). Namun hal itu juga tak berlangsung lama, penerangan lampu tenaga surya pun ikut rusak. “Akhirnya kami menggunakan genset kembali. Kami perbaiki secara swadaya. Kami beli minyak solarnya juga secara swadaya. Tiap bulan kami kutip iuran beli minyak per kepala keluarga. Kalau mesin rusak, dana perbaikannya juga secara swadaya,” tutur Sutar Saragih sambil menyeka keringat di dahinya.
Meski menggunakan penerangan dari genset, kata Sutar Saragih, warga desa tetap kesulitan mendapat aliran daya listrik meski sekadar mengecas ponsel. Sebab, daya listrik dari genset yang teraliri tak begitu kuat. “Kami terpaksa menumpang mengecas ponsel ke luar desa, ke rumah teman maupun sanak saudara. Walau ada genset, kami tidak bisa menikmati siaran televisi karena daya yang dialirkan tak mencukupi,” ujar Sutar Saragih.
Saat terjadi pandemi Covid-19, kebutuhan akan listrik dari PLN semakian mendesak. Sebab, bagi anak-anak di desa mereka yang masih bersekolah, harus mengikuti belajar daring. “Seperti anak saya duduk di kelas 1 SMA. Pukul enam subuh anak saya sudah berangkat ke rumah saudara kami untuk menumpang belajar daring. Begitu juga anak-anak lainnya di desa kami yang masih bersekolah, harus berjuang untuk bisa mengikuti belajar daring. Kalau hujan, harus menempuh jalanan yang licin,” ujar Sutar Saragih lagi.
Dengan segala penderitaan atas desa mereka yang tak berlistrik itu, Sutar Saragih bersama warga desanya lantas mendatangi PLN untuk mengajukan desa mereka bisa dialiri listrik. Pengajuan itu dilakukan berkali-kali, mulai dari kepala dusun, kepala desa, pihak kecamatan hingga ke Kantor Bupati Deliserdang bahkan meminta pertolongan wakil rakyat.
Lagi-lagi, persoalan sulitnya desa mereka teraliri listrik bukan karena dari pihak PLN yang tidak memiliki keinginan. Bahkan, PLN telah beberapa kali mendatangi desa itu untuk melakukan survei. Kendala ini justru muncul dari perkebunan kelapa sawit milik swasta yang berada di desa itu. Perkebunan itu tak mengizinkan beberapa pohon kelapa sawit mereka ditebang untuk mendirikan tiang dan membentangkan kabel listrik.
Bersyukur, saat itu Komisi VI DPR RI bersama Gubernur Sumatera Utara Edy Rahmayadi, yang juga dihadiri Direksi PT PLN dan GM PLN Unit Induk Wilayah (UIW) Sumut Irwansah Putra dan Bupati Deliserdang H Azhari Tambunan, duduk bersama menggelar rapat untuk mencari solusi agar Dusun II Titi Payung, Desa Naga Timbul, bisa dialiri listrik.
Dari pertemuan yang digelar di Kantor Bupati Deliserdang kala itu, mereka memutuskan untuk melayangkan surat kepada perusahaan kelapa sawit milik swasta tersebut, dengan meminta kesediaaan penebangan pohon kelapa sawit. Beberapa bulan kemudian, upaya stakeholder itu membuahkan hasil. Pihak perkebunan kelapa sawit swasta di desa itu yang semula keberatan pohon kelapa sawit milik mereka ditebang, akhirnya mengikhlaskannya.
“Perjuangan kami, perjuangan Pak Bupati, perjuangan wakil rakyat, LSM maupun PLN berbuah hasil. Akhirnya, pada tanggal 7 September 2020 pihak PLN Wilayah Sumut datang melakukan sejumlah persiapan ke desa kami, setelah penebangan pohon kelapa sawit mendapat izin dari perusahaan swasta tersebut. Kemudian tanggal 25 Desember 2020, tiang dan kabel sudah terpasang. Dan pada tanggal 28 Desember 2020, listrik di desa kami akhirnya menyala. Kami yakin, dengan adanya listrik masuk ke desa kami, desa kami bakal menjadi maju dan tidak tertinggal lagi,” pungkas Sutar Saragih sambil bersyukur.
Kepala Desa Naga Timbul Elis Dawani Siregar, tak memungkiri kalau sulitnya Desa Naga Timbul, Dusun II Titi Payung teraliri listrik saat itu, bukan karena pihak PLN enggan. Tapi karena pihak perkebunan swasta di desa itu tak mengizinkan pohon kelapa sawit milik mereka ditebang untuk pemasangan tiang dan kabel listrik. “Sejak zaman Belanda, desa itu tidak teraliri listrik, hingga akhirnya bisa teraliri listrik di penghujung tahun 2020 lalu. Semua itu berkat perjuangan warga bersama stakeholder maupun PLN. Sekarang Dusun II Titi Payung sudah terang benderang,” kata Elis Dawani yang ditemui wartawan ini di kantor Desa Naga Timbul, Rabu (10/2/2021).
GM PLN UIW Sumut Irwansyah Putra mengatakan, dalam melistriki desa hingga dusun di wilayah Sumatera Utara, PLN sering menemukan sejumlah tantangan. Dan, tantangan yang paling sering, ketika PLN harus dihadapkan dengan perkebunan milik swasta.
“Seperti yang terjadi di Dusun II Titi Payung, Desa Naga Timbul tersebut. Tantangannya, ya kita harus meminta izin kepada pemilik perkebunan swasta di desa itu. Prosesnya memang cukup panjang, tapi kita tidak menyerah. Alhamdulillah kita mampu mewujudkan listrik di desa itu,” ujar Irwansyah Putra kepada wartawan ini.
Kini, Dini bersama anak-anak di desa itu, tak perlu bersusah payah lagi mengikuti belajar daring. Mereka pun bersemangat saat menyahut sapaan selamat pagi kepada gurunya, ketika belajar daring dari rumah mereka. Anak-anak di desa itu adalah anak-anak bangsa yang memiliki segudang cita-cita untuk membangun desanya.
Terendam di Lumpur Hutan Mangrove
HUTAN MANGROVE: Manager PLN ULP Belawan Holmes Hutapea (di atas kapal motor) saat mengecek kondisi tiang listrik di hutan mangrove di Belawan.
Kisah semangat menerangi negeri ini tak cukup sampai di situ saja. Perjuangan PLN belum selesai. Sekelumit kisah haru pun tersingkap tatkala tim PLN dari Unit Layanan Pelanggan (ULP) Belawan bersama PLN UP3 Medan Utara, menancapkan tiang listrik di rawa-rawa berlumpur di dalam hutan mangrove perairan laut Belawan, Sumatera Utara, tepatnya di Kampung Nelayan Seberang, Belawan.
Selepas mengunjungi Dusun II Titi Payung, Desa Naga Timbul, Kecamatan Galang, Kabupaten Deliserdang, beberapa hari kemudian atau tepatnya Rabu (17/2/2021), wartawan ini bergerak ke pinggiran Kota Medan, tepatnya di Kampung Nelayan Seberang, Belawan. Berangkat dari Kota Medan menuju Kota Belawan, jaraknya sekitar 31 kilo meter.
Tiba di Kota Belawan, tepatnya di dermaga perahu motor penumpang, wartawan ini menumpang perahu motor milik nelayan untuk bisa mencapai ke Kampung Nelayan Seberang. Dengan ongkos naik perahu motor Rp5.000 per orang, perjalanan ke tujuan memakan waktu berkisar 15 menit.
Tiba di lokasi, tampak jelas deretan rumah nelayan jenis panggung , berdiri di atas laut Belawan sebagai pemukiman warga Kampung Nelayan Seberang, Kelurahan Belawan I, Kecamatan Medan Belawan. Kawasan ini ternyata belum tersentuh pembangunan, seperti pembangunan pembetonan jalan setapak. Saat ini warga maupun tamu yang berkunjung ke kampung ini, masih mengandalkan akses jalan berupa titi papan yang sudah rusak dan kupak-kapik. Saat melangkahkan kaki di atas titi reot yang memanjang, dengan lebar setengah meter lebih, harus berhati-hati. Jika jika, bakal nyebur ke laut.
Pemukiman Kampung Nelayan Seberang yang dihuni 625 kepala keluarga (KK), dengan total hampir 3.000 jiwa ini, dikelilingi oleh perairan Belawan. Bangunan rumah mereka yang tidak permanen itu, cukup sederhana. Hampir seluruh rumah warga hanya bermaterial dari kayu, papan serta beratap seng dan berlantai papan. Bahkan, beberapa rumah di antaranya sudah miring akibat tiang bawah penyangga rumah yang sudah lapuk, hingga miring digoyang gelombang laut Belawan.
Selain belum tersentuh infrastruktur jalan, kampung seluas 20 hektare ini juga masih terisolir, khususnya di bidang pendidikan. Sebab, di Kampung Nelayan Seberang ini hanya ada satu pendidikan Sekolah Dasar, sedangkan Sekolah Menengah Pertama (SMP) maupun Sekolah Menengah Atas (SMA) belum ada. Hal ini menyebabkan anak usia SMP maupun SMA yang berangkat ke sekolah, harus mengeluarkan uang transportasi sebesar Rp10.000 (pulang-pergi) untuk naik perahu motor. Belum lagi biaya ongkos angkutan umum (angkot) menuju ke sekolah. Sementara para penduduk kampung ini hanya bermatapencaharian sebagai nelayan tradisional dengan pendapatan bersih sekitar Rp50.000.
Kepling Kampung Nelayan Seberang, Lingkungan 12, Kelurahan Belawan I, Kecamatan Medan Belawan, Sarawiyah yang ditemui wartawan ini di Perpustakaan Terapung di kampung itu, bercerita, Kampung Nelayan Seberang sudah teraliri listrik sejak tahun 1995 silam. Saat itu, ayahnya lah yang memperjuangkan kampung mereka bisa berlistrik. Kebetulan, pada masa itu ayahnya menjabat Kepling di Kampung Nelayan Seberang.
“Saya masih ingat, saat itu saya masih bersekolah SD. Ayah bersama tim PLN Belawan menyusuri hutan bakau untuk mencari titik pemasangan tiang maupun kabel listrik. Kalau berdasarkan sejarahnya, kampung ini sudah berdiri sejak tahun 1957. Warga di sini terdiri dari semua etnis suku,” ujar Sarawiyah yang masih menyimpan foto-foto ayahnya dan tim PLN Belawan saat berjalan kaki menyusuri hutan bakau sewaktu proses pemasangan listrik kala itu.
Meski Kampung Nelayan Seberang sudah teraliri listrik saat ini, namun gangguan listrik kerap terjadi akibat tumbangnya tiang listrik. “Kadang sebulan sekali listrik padam akibat tiang listrik miring dan tumbang. Kami memakluminya karena faktor alam akibat diterpa angin Laut Belawan. Kadang kabel listrik putus dirusak hewan monyet jenis Lutung. Tapi, setiap terjadi gangguan listrik, PLN di sini cepat merespon pengaduan kami. Kami tahu kondisi perbaikan itu tak mudah karena posisi tiang berada di rawa-rawa berlumpur di hutan mangrove yang berada di seberang sana,” pungkas Sarawiyah yang salut akan kinerja PLN UP3 Medan Utara dan PLN ULP Belawan.
Usai dari Kampung Nelayan Seberang, wartawan ini dengan ditemani Manager Unit Layanan Pelanggan (ULP) Belawan Holmes Hutapea bersama tim teknisi, berangkat melihat kondisi tiang listrik di dalam hutan mangrove dengan menumpang perahu motor nelayan. Untuk mengelilingi hutan mangrove tersebut, memakan waktu hampir dua jam. Untung saja ombak Laut Belawan di siang itu tak begitu kencang, hanya saja teriknya matahari cukup menyengat.
Saat memasuki hutan mangrove atau hutan bakau yang mirip seperti gugusan kepulauan-kepulauan kecil itu, tampak tiang listrik dari kayu dengan kabel listrik yang saling terhubung, berdiri di rawa-rawa lumpur hutan mangrove.
Holmes Hutapea memaparkan, ada sekitar 250 tiang listrik berdiri di rawa berlumpur hutan mangrove, dengan daya 20 kV. Setiap tiang memiliki panjang sekitar 12 meter dengan berat tiang mencapai 200 kilo hingga 300 kilo. Sedangkan jarak tiap andongan tiang mencapai 50 meter.
“Sumber energinya kita tarik dari PLN Langkat melalui tiang-tiang di sini. Nanti ke depannya, energinya kita tarik dari Belawan dan tidak dari PLN di Langkat lagi. Saat ini kita lagi proses izin dan persiapan teknis lainnya,” ujar pria bertubuh tinggi besar ini sambil memandangi barisan tiang-tiang listrik dari atas perahu motor.
Holmes yang sebelumnya bertugas di ULP Pematangsiantar dan baru dipindahtugaskan ke ULP Belawan pada Desember 2020 lalu bercerita, saat di penghujung tahun 2020 lalu, tepatnya 30 Desember 2020, ada dua tiang listrik tumbang di dalam hutan mangrove ini, menyebabkan Kampung Nelayan Seberang padam listrik.
Dia bersama tim gabungan dari ULP Belawan dan UP3 Medan Utara yang berjumlah 25 orang, kemudian melakukan perbaikan. Ada cerita haru di sini, saat mereka terpaksa harus bermalam di dalam hutan mangrove pada 31 Desember hingga menjelang tahun baru 1 Januari 2021 lalu. “Ketika itu kami menargetkan selesai dengan cepat, makanya kami tak membawa bekal makanan. Tapi ternyata perbaikan itu membuat kami bermalam di hutan mangrove ini, dari pagi hingga fajar menyingsing esok paginya,” kata Holmes tertawa sambil mengenang.
Saat itu, kata Holmes, tim yang berjumlah 25 orang harus masuk ke dalam rawa berlumpur hutan mangrove untuk mendirikan kembali tiang listrik yang tumbang. Tiang kayu seberat 200 kilo itu, harus ditarik secara manual dengan menggunakan tali. “Tinggi lumpurnya sebatas dada orang dewasa. Bayangkan, kaki kita saja sangat berat melangkah kalau di dalam lumpur. Apalagi ditambah menarik tiang kayu dengan tali. Kita harus tarik dengan sekuat tenaga,” bilang Holmes.
Di pergantian malam tahun baru itu, Holmes bersama timnya, hanya mampu menikmati pemandangan pesta kembang api yang terbang di atas langit. Suasana sepi di tengah hutan mangrove dan desiran angin kencang Laut Belawan, ditambah perut yang keroncongan, tak menyurutkan semangat timnya mendirikan tegak tiang listrik, meski terendam di dalam lumpur dan air laut sampai pagi. “Saking semangatnya, kami sampai lupa membawa perbekalan makan. Kami terpaksa makan buah nipah yang tumbuh di dalam hutan mangrove,” kata Holmes.
Bersyukur akhirnya menjelang pagi, tepatnya 1 Januari 2021, timnya berhasil menegakkan tiang listrik yang tumbang. Proses perbaikan pun tentu selesai. Tapi, pekerjaan ini bukan selesai sampai di situ saja. Sebab, acapkali terjadi tiang miring dan tumbang diterpa gelombang dan angin laut. Dan sudah barang tentu tim ULP Belawan bersama UP3 Medan Utara wajib nyebur ke lumpur hutan mangrove. “Penyebab terbesar tiang tumbang di sini adalah akibat gelombang laut. Tapi apapun kondisinya, itu lah tantangan bagi kami. Kami tetap bersemangat agar listrik di Kampung Nelayan Seberang bisa menyala,” pungkas Holmes penuh semangat.
Koordinator Lapangan, Zein yang sudah 10 tahun melakukan pemeliharaan jaringan di kawasan hutan mangrove tersebut mengatakan, setiap terjadi tiang miring atau tumbang, mereka memang wajib masuk ke dalam rawa lumpur hutan mangrove. “Kalau ular sering kita temui di hutan ini. Justru kami takut saat lagi perbaikan, tiba-tiba muncul monyet Lutung. Moyet ini sering mengejar dan jahat. Kalau sudah dikejar, kami langsung lari pontang-panting,” ujar Zein tertawa.
Namun apapun tantangannya, Zein bersama timnya tak pernah surut semangat untuk terus menerangi Kampung Nelayan Seberang. Apalagi, sekarang ini listrik justru menjadi ‘jantung’ bagi anak-anak warga Kampung Nelayan Seberang yang bersekolah, agar tak terkendala belajar daring.
Mengintip Harga Sawit dari Ponsel
GOTONG ROYONG: Tiang listrik melintasi kebn karet milik PT BSP di Desa Tomuan Holbung. Tampak warga di desa ini bergotong-royong menimbun lubang jalan.Laila Azizah.
Setelah mengunjungi Dusun II Titi Payung, Desa Naga Timbul, Kecamatan Galang, Kabupaten Deliserdang serta Kampung Nelayan Seberang di Kecamatan Medan Belawan, wartawan ini kemudian mendatangi daerah lain. Kali ini ke Desa Tomuan Holbung, Kecamatan Bandar Pasir Mandoge, Kabupaten Asahan, Sumatera Utara, Senin (21/2/2021).
Masih ingat Desa Tomuan Holbung yang sempat viral di media sosial pada tahun 2017 silam, saat foto murid-murid Sekolah Dasar memegang potongan kardus bertuliskan permohonan kepada Presiden Joko Widodo untuk melistriki wilayah desa itu? Bagaimana kehidupan warga di sana pascadialiri listrik sejak 3,6 tahun lalu?
Jarak tempuh dari Kota Medan ke Desa Tomuan Holbung, jika berpatokan pada aplikasi Google Maps berkisar 175 km dengan lama waktu tempuh 4,5 jam. Wartawan ini memilih menggunakan akses jalan tol hingga keluar pintu tol terakhir di Tebingtinggi, Kabupaten Serdangbedagai. Dari Tebing, masih harus melanjutkan perjalanan ke Kota Siantar. Perjalanan menempuh Kota Siantar memakan waktu satu jam lamanya. Jika dihitung, perjalanan dari Medan hingga sampai ke Kota Siantar memakan waktu 2,5 jam lebih.
Setelah mencapai Kota Siantar, masih harus melanjutkan perjalanan ke Tanah Jawa Kabupaten Simalungun hampir satu jam lamanya. Kebetulan, jarak Desa Tomuan Holbung lebih dekat ditempuh melalui Tanah Jawa ketimbang dari Kisaran, Kabupaten Asahan. Padahal Desa Tomuan Holbung berada di Kabupaten Asahan. Dari Tanah Jawa tersebut, wartawan ini terpaksa mengganti kendaraan dengan mobil double cabin.Sebab, infrastuktur jalan di desa itu rusak parah sehingga tak bisa dilintasi mobil jenis minivan.
Dari Tanah Jawa ke pintu masuk Desa Tomuan Holbung, atau tepatnya Dusun I, juga memakan waktu hampir satu jam. Sedangkan Desa Tomuan Holbung terdiri dari 10 dusun. Jarak tempuh dari Dusun 1 ke Dusun 10, berkisar 10 kilo meter. Harusnya, kalau diasumsikan dengan jarak 10 kilo meter itu bisa ditempuh dalam waktu setengah jam. Namun fakta di lapangan berbeda.
Dusun yang berada di tengah perkebunan sawit dan karet HGU kebun PT.BSP Aek Salabat ini, memakan waktu perjalanan hingga 3 jam. Perkiraan waktu tempuh berdasarkan Google Map pun meleset! Ini karena kondisi jalannya berlubang dan berbatu. Dalamnya lubang jalan yang cukup lebar menganga serta berbatu-batu berukuran besar, pantas saja tidak bisa dilintasi mobil jenis minivan, apalagi sedan. Jika nekat, bemper mobil bakal sangkut. Perutpun terasa seperti dikocok.
Meski infrastruktur jalan belum dibenahi, tapi warga Desa Tomuan Holbung yang berjumlah 445 kepala keluarga dengan total 2.122 jiwa ini, sudah bisa menikmati listrik sejak 2017 lalu, tepatnya 17 Agustus 2017 silam. Bahkan, sejak adanya listrik, warga desa memanfaatkan teknologi ponsel untuk memantau harga karet dan sawit mereka.
“Banyak sekali perubahan di desa ini sejak ada listrik. Warga kami bisa menonton televisi, bisa menggunakan ponsel, bahkan warga sudah pandai memantau harga sawit dan karet dari ponsel. Kalau dulu harga karet dan sawit milik warga selalu dicurangi tengkulak,” ujar Sekdes Desa Tomuan Holbung, Hotler Sinurat yang ditemui wartawan ini di kantor desa tersebut.
Hotler justru menyayangkan sikap pemerintah setempat yang tidak peduli terhadap kondisi infrastruktur jalan di Desa Tomuan Holbung. “Padahal sejak ada listrik membawa banyak perubahan bagi kami. Warga kami bisa menikmati teknologi. Tapi sayangnya, kondisi jalan rusak membuat hasil kebun warga busuk karena sulit diangkut truk kalau hujan. Karena kalau hujan, jalannya berlumpur tidak bisa dilintasi mobil maupun truk,” kata dia.
Warga petani di desa itu, T br Sitorus yang tinggal di Dusun 9 mengakui, sejak ada aliran listrik di desanya, ia lebih gampang memantau harga sawit dan karet miliknya. Ibu dari Paris Sinurat, bocah SD yang viral meminta listrik tersebut, memiliki satu hektare sawit dan satu hektare kebun karet. “Kami warga desa kadang suka dibohongi tengkulak soal harga sawit dan karet. Sekarang kami tidak bisa dibohongi lagi. Kami bisa memantau harga dari ponsel. Dan dari ponsel kami jadi tahu perkembangan di dunia ini. Itu semua berkat desa kami ada listrik,” kata wanita yang memiliki empat anak ini saat ditemui wartawan ini di rumahnya.
Fadlan, Supervisor Teknik PLN Tanah Jawa mengatakan, tantangan yang mereka temui saat ini, susahnya melakukan penebangan pohon karet milik PT BSP. Padahal, sering kali ranting atau dahan pohon karet menyentuh kabel listrik di kawasan kebun PT BSP. “Kalau jumlah trafo di desa ini ada 20 trafo. Sampai saat ini kami sering berkoordinasi dengan pihak PT BSP bila ingin melakukan pemangkasan pohon. Tapi kalau penebangan pohon belum diizinkan pihak PT BSP, hanya diperbolehkan memangkas pohon saja,” ujarnya saat berada di halaman masjid di Dusun 1 Desa Tomuan Holbung.
PLN memang sudah mengeluarkan investasi mencapai Rp7,75 miliar untuk masang jaringan listrik sepanjang 23,6 kilometer sirkit, dengan 15 kms di Desa Tomuan Holbung. Meski besarnya investasi listrik di desa itu tak sebanding dengan nilai keuntungan, namun bukan itu yang menjadi tujuan PLN untuk desa tersebut. Sebab, Presiden Jokowi menginginkan desa-desa tertinggal di negeri ini bisa teraliri listrik. Begitu juga saat Presiden Jokowi memerintahkan PLN menerangi Desa Tomuan Holbung, juga demi kemajuan rakyatnya.
Ya, Desa Naga Timbul, Kampung Nelayan Seberang dan Desa Tomuan Holbung, adalah contoh tiga desa tertinggal yang sudah menikmati aliran listrik. Masih banyak lagi desa di negeri ini belum diterangi. Semoga semangat menerangi terus dilakukan PLN hingga ke pelosok negeri.
Selamat Hari Listrik Nasional ke-75 Tahun. Teruslah menerangi negeri ini demi Indonesia maju. (*)
Penulis : Laila Azizah
Tulisan ini diikutisertakan untuk lomba ‘PLN Journalist Awards 2020′ (PJA 2020), kategori feature media online.
MEDAN, SUMUTPOS.CO- Sebagai ujung tombak dalam mempertahankan kedaulatan negara di udara, Komando Sektor Pertahanan Udara Nasional (Kosekhanudnas) III siap mengamankan wilayah barat Indonesia. Hal tersebut ditegaskan Panglima Kosekhanudnas III Marsma TNI Esron SB Sinaga kepada wartawan, Rabu (24/2/2021).
“Selama Negara Kesatuan Republik Indonesia masih ada, tugas itu tidak akan pernah berakhir karena Kosekhanudnas III merupakan cerminan kekuatan TNI Angkatan Udara,” kata alumni AAU 1994 ini.
Kosekhanudnas III yang bermarkas di Medan dan jajaran yang tergelar di Sumatera Bagian Utara (Sumbagut) tetap siap siaga meski di tengah pandemi Covid-19. Marsekal bintang satu kelahiran Medan ini telah menginstruksikan kepada seluruh jajaran untuk tetap siap siaga dengan tetap mematuhi protokol kesehatan dalam menjalankan tugas sehari-hari.
“Saya sudah perintahkan kepada seluruh jajaran, kesiapsiagaan harus tetap terjaga dan tidak boleh menurun meski di tengah pandemi Covid-19 dengan tetap mematuhi protokol kesehatan,” tegas Komandan Sekkau ini.
Wilayah Kosekhanudnas III terbentang dari Provinsi Aceh, Sumatera Utara (Sumut), Sumatera Barat (Sumbar), Provinsi Jambi, Provinsi Riau, hingga sebagian Provinsi Kepulauan Riau. Saat ini Kosekhanudnas III didukung empat Satuan Radar yang disebar di tempat-tempat strategis, yakni Satrad 231 Lhokseumawe, Satrad 232 Dumai, Satrad 233 Sabang, dan Satrad 234 Sibolga.
Apabila Kosekhanudnas III menemukan pesawat asing melakukan pelanggaran wilayah udara kedaulatan NKRI, akan dilakukan upaya penurunan paksa atau force down. “Selama ini force down kewenangan Pangkosek dengan sepengetahuan Pangkohanudnas karena Kosekhanudnas berada di bawah Kohanudnas,” jelas Esron.
Setelah pesawat asing yang dilakukan force down landing, baru kemudian ditindaklanjuti oleh pihak Lanud TNI. “Prosedur force down dilakukan setelah diyakini pesawat asing tidak memiliki izin penerbangan memasuki wilayah Indonesia, kemudian tidak mau melaksanakan petunjuk dari ATC dan tidak mengikuti petunjuk dari pesawat tempur untuk tindakan pengusiran dari wilayah Indonesia, sehingga dilaksanakan tindakan force down atas kewenangan Pangkosek,” pungkas Esron. (rel/adz)
BUKA: Sekdaprov Sumut R Sabrina membuka Seminar Nasional ‘Sang Penggerak Bahasa Persatuan Indonesia, Mengusung Sanusi Pane Menjadi Pahlawan Nasional’, sekaligus meluncurkan buku ‘Cerita Rakyat Sumatera’ di Le Polonia Hotel Medan, Selasa (23/2).
MEDAN, SUMUTPOS.CO – Pemerintah Provinsi Sumatera Utara (Pemprov Sumut) menilai, Sanusi Pane sangat layak diusulkan menjadi pahlawan nasional dari Sumut. Karena jasa besarnya ikut mempelopori proses lahir dan berkembangnya Bahasa Persatuan, yakni Bahasa Indonesia.
BUKA: Sekdaprov Sumut R Sabrina membuka Seminar Nasional ‘Sang Penggerak Bahasa Persatuan Indonesia, Mengusung Sanusi Pane Menjadi Pahlawan Nasional’, sekaligus meluncurkan buku ‘Cerita Rakyat Sumatera’ di Le Polonia Hotel Medan, Selasa (23/2).
Hal tersebut disampaikan Sekretaris Daerah Provinsi (Sekdaprov) Sumut R Sabrina, saat membuka acara Seminar Nasional ‘Sang Penggerak Bahasa Persatuan Indonesia, Mengusung Sanusi Pane Menjadi Pahlawan Nasional’ di Le Polonia Hotel Medan, Jalan Jenderal Sudirman Medan, Selasa (23/2).
“Sanusi Pane adalah tokoh kelahiran Muara Sipongi, Tapanuli Selatan, Sumut, yang sangat layak diusulkan sebagai pahlawan nasional,” ungkap Sabrina, dalam sambutannya.
Menurut Sabrina, kepeloporan dalam gerakan menggagas kelahiran Bahasa Persatuan Indonesia pada 1926, dan gerakan menggagas pendirian lembaga kebahasaan ‘Institut Bahasa Indonesia’ pada 1938, perlu menjadi pertimbangan utama dalam mengusung kepahlawanan Sanusi Pane.
Pengusulan Sanusi Pane sebagai pahlawan nasional, juga merupakan satu upaya untuk mengenang jasa dan karya besarnya, yang menginspirasi dan juga mengkonstruksi persatuan bangsa Indonesia.
“Sanusi Pane merupakan seorang tokoh penggerak bahasa persatuan, yakni Bahasa Indonesia. Pada tatanan histori, peran Sumut begitu besar dalam membentuk NKRI, khususnya dalam hal kebahasaan, tokoh-tokoh sentral dari Sumut cukup berperan aktif,” jelasnya.
Dia juga menyampaikan, nama Bahasa Indonesia sebagai bahasa negara dimunculkan Sanusi Pane yang mewakili Djong Batak pada Kongres I Pemuda, 1926. Dalam kongres tersebut, Sanusi Pane yang pertama sekali menggerakan usulan menetapkan Bahasa Persatuan, Bahasa Indonesia.
“Gerakan tersebut merupakan tonggak awal ditetapkanya Bahasa Melayu menjadi bahasa persatuan, yang kemudian dikenal dengan Bahasa Indonesia, yang kemudian dikukuhkan pada ikrar Sumpah Pemuda pada 1928,” tutur Sabrina.
Pada 1938, Sanusi Pane mendirikan Institut Bahasa Indonesia. Lembaga kebahasaan yang digagasnya itu pun terus berkembang, baik di pusat dan daerah.
“Kini penggunaan Bahasa Indonesia dan bahasa daerah serta sastra daerah pun telah diatur dalam Perda Sumut Nomor 8 Tahun 2017, tentang Pengutamaan Bahasa Indonesia dan Perlindungan Bahasa Daerah dan Sastra Daerah,” katanya.
Pemukulan gong oleh Sekdaprov Sumut Sabrina, menjadi penanda dibukanya secara resmi seminar nasional yang diselenggarakan oleh Balai Bahasa Sumut tersebut. Sebelum meninggalkan lokasi acara, Sabrina juga menandatangani gambar sampul buku cerita rakyat Sumut, yang dibuat dalam 3 bahasa, yakni Bahasa Indonesia, bahasa asing, dan bahasa daerah, yang resmi diluncurkan pada hari yang sama.
Direktur Kepahlawanan Keperintisan Kesetiakawanan dan Restorasi Sosial Kemensos, Joko Irianto, yang mengikuti seminar secara virtual mengatakan, berkas usulan pemberian gelar pahlawan paling lama diterima pada minggu kedua April 2021.
“Bagi pengusul yang akan melaksanakan seminar nasional, kami imbau agar menggunakan video conference, karena tidak bisa menunggu hingga pandemi selesai,” imbaunya.
Dia juga menjelaskan, usulan calon pahlawan nasional harus diusulkan masyarakat yang bersangkutan kepada bupati/wali kota setempat. Bupati/wali kota mengajukan usulan tersebut kepada gubernur, melalui instansi sosial provinsi setempat.
“Baru instansi sosial provinsi menyerahkan usulan calon pahlawan nasional yang bersangkutan tersebut kepada Tim Peneliti, Pengkaji Gelar Daerah (TP2GD) untuk diadakan penelitian dan pengkajian (melalui proses seminar, diskusi maupun sarasehan),” beber Joko.
Sementara itu, Kepala Balai Bahasa Sumut, Maryanto mengatakan, seminar nasional tersebut diikuti sekitar 400 orang secara online dan 50 peserta yang datang langsung, serta 4 pembicara kunci, 7 pembicara khusus, serta 22 pemakalah yang sudah diseleksi.
”Atas jasa Sanusi Pane, kita saat ini bisa menggunakan bahasa persatuan, yakni Bahasa Indonesia. Pada kesempatan ini, saya juga meminta dukungan kepada bapak ibu yang berhadir untuk mendukung pengusulan pemberian gelar pahlawan nasional kepada Sanusi Pane,” pungkasnya. (prn/saz)
AKSI MOGOK: Tenaga kesehatan, medis dan non-medis, RS Permata Bunda, saat melakukan aksi mogok kerja dan demonstrasi, Selasa (23/2). Aksi dilakukan karena 2 bulan gaji mereka belum dibayar.
MEDAN, SUMUTPOS.CO – Puluhan tenaga kesehatan (nakes) medis dan non-medis Rumah Sakit (RS) Permata Bunda, melakukan aksi mogok kerja dan demonstrasi di depan rumah sakit tersebut Jalan Sisingamangaraja Medan, Selasa (23/2) siang. Aksi tersebut dilakukan karena 2 bulan gaji mereka belum dibayar manajemen rumah sakit.
AKSI MOGOK: Tenaga kesehatan, medis dan non-medis, RS Permata Bunda, saat melakukan aksi mogok kerja dan demonstrasi, Selasa (23/2). Aksi dilakukan karena 2 bulan gaji mereka belum dibayar.
Menurut Ita, seorang perawat, gaji yang belum dibayar sudah sering terjadi beberapa tahun terakhir. Karena menurutnya, gaji selalu diterima setiap awal bulan.
“Biasanya gaji selalu tanggal satu, tapi ini sudah di atas tanggal 20, belum juga gajian. Makanya, kami gelar aksi ini untuk menuntut gaji kami dibayarkan,” ungkap Ita.
Ita mengaku, sudah 4 hari rumah sakit tempatnya bekerja tidak melayani pasien rawat inap. Pasien yang datang hanya rawat jalan.
“Dokternya sudah tak ada (kerja), soalnya mereka juga belum digaji. Makanya, dokter mogok kerja dan pegawai demo,” imbuhnya.
Tak jauh beda disampaikan perawat lainnya, bernama Doni. Dia mengatakan, mereka mendesak rumah sakit untuk segera membayarkan gaji.
“Kami meminta hak kami, yakni gaji yang belum dibayar. Gaji ini sudah mau masuk 2 bulan,” bebernya.
Selain gaji, lanjutnya, para nakes juga menuntut jaminan kesehatan (BPJS Kesehatan).
“Bagaimana kami, anak atau istri mau berobat, sementara iuran BPJS Kesehatan belum dibayarkan beberapa bulan,” tutur Doni lagi.
Di samping itu, Doni juga menjelaskan, jaminan ketenagakerjaan (BP Jamsostek) juga menunggak. Informasinya sudah 3 bulan iurannya belum dibayar.
“Kami minta manajemen memberi penjelasan terkait gaji, jaminan kesehatan, dan ketenagakerjaan. Kalau memang istilahnya rumah sakit ini sudang enggak bisa lagi, tolonglah dibayarkan. Kami hanya menuntut itu saja, tidak ada yang lain,” katanya.
Dia menyebutkan, para nakes sudah mempertanyakan kepada manajemen mengenai persoalan ini. Tapi, tidak ada kejelasan dengan alasan belum ada uang.
“Manajemen rumah sakit harus memikirkan juga bagaimana kami memenuhi kebutuhan hidup. Gara-gara belum digaji, kami harus meminjam uang untuk membayar sewa rumah, membeli susu anak, dan lain sebagainya,” ujar Doni lagi.
Doni juga mengatakan, meski gaji belum dibayar, iuran BPJS Kesehatan dan BP Jamsostek menunggak, aktivitas pelayanan rumah sakit tetap berjalan seperti biasa. Namun, pelayanan hanya sebatas rawat jalan.
“Kami melayani pasien yang datang untuk berobat. Sebab kami merasa bertanggung jawab dengan pekerjaan kami,” tuturnya.
Dia menyatakan, seluruh pegawai rumah sakit ini belum dibayar gajinya.
“Semua nakes belum digaji, termasuk dokter, jumlahnya ada sekitar 300 orang lebih. Kalau memang alasannya tidak ada uang, harusnya manajemen transparan kepada kami memberikan penjelasan,” sebut Doni.
Sementara itu, Hendrik yang juga perawat RS Permata Bunda, menyatakan, sebelum melakukan aksi, beberapa perwakilan nakes datang ke kediaman pemilik rumah sakit.
“Kami datang dan bertemu dengan pemilik rumah sakit di rumahnya, untuk mempertanyakan kejelasan gaji. Dari pertemuan itu, pemilik rumah sakit minta waktu dan berjanji akan membayarkan gaji,” bebernya.
Hendrik juga menyatakan, 2 bulan gaji yang tertunggak akan dibayarkan secara bertahap. Dia berharap, pemilik rumah sakit menepati janjinya.
“Pada akhir Februari nanti gaji untuk Januari akan dibayar. Sedangkan gaji Februari akan dibayar sebelum 15 Maret,” katanya lagi.
Aksi para nakes berlangsung damai dengan dikawal petugas kepolisian. Namun, aksi yang dilakukan hingga 2 jam lebih itu, tidak mendapat respons manajemen rumah sakit, dan para nakes pun akhirnya membubarkan diri.
Terpisah, Humas RS Permata Bunda, Helmi, yang dihubungi via telepon seluler, tak kunjung bisa dikonfirmasi. (ris/saz)
Teks Foto
M IDRIS/SUMUT POS
AKSI MOGOK: Tenaga kesehatan, medis dan non-medis, RS Permata Bunda, saat melakukan aksi mogok kerja dan demonstrasi, Selasa (23/2). Aksi dilakukan karena 2 bulan gaji mereka belum dibayar.
KUNJUNGI: Pansus RTRW DPRD Medan saat mengunjungi Kelurahan Belawan Sicanang Medan, Selasa (23/2).
MEDAN, SUMUTPOS.CO – Panitia Khusus (Pansus) Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) DPRD Medan, melakukan kunjungan ke Kelurahan Belawan Sicanang Medan, Selasa (23/2) siang. Kunjungan itu dilakukan untuk menampung aspirasi masyarakat Sicanang Belawan, terhadap pengadaan lahan untuk Ruang Terbuka Hijau (RTH) oleh Pemko Medan di kawasan tersebut.
KUNJUNGI: Pansus RTRW DPRD Medan saat mengunjungi Kelurahan Belawan Sicanang Medan, Selasa (23/2).
Ketua Pandu RTRW DPRD Kota Medan, Dedy Aksyari mengatakan, dari kunjungan itu, pada umumnya masyarakat Sicanang setuju bila lahan di sana dikembalikan ke fungsi awal, yakni sebagai kawasan permukiman dan industri. Karena bila dijadikan kawasan RTH, maka masyarakat tidak bisa memanfaatkan lahan tersebut untuk hal lainnya.
“Padahal kata mereka, banyak investor mau datang ke sana untuk membuka lapangan pekerjaan, tapi tidak jadi karena terhalang RTRW yang menyebutkan kawasan itu sebagai RTH. Padahal masyarakat di sana butuh sekali pekerjaan,” ungkap Dedy usai melakukan kunjungan.
Menurut politisi Partai Gerindra ini, kawasan Medan Belawan memang lebih cocok menjadi daerah pemukiman dan industri, agar kawasan tersebut bisa lebih cepat berkembang. Sehingga, penetapan sebagai lahan RTH itu perlu beberapa pengkajian dan pertimbangan, termasuk aspek sosial maupun ekonomi masyarakat sekitar.
“Tapi hasil kunjungan kami ini juga belum cukup untuk menjadi rekomendasi. Karena kami juga harus koordinasi lagi dengan Wali Kota Medan yang baru. Karena sebelumnya rancangan perubahan tersebut kan dilakukan Wali Kota lama, jadi masih banyak langkah yang harus dilakukan, termasuk menunggu hasil keputusan Kementerian ATR/BPN,” jelas Dedy.
Dedy juga mengatakan, rencana konversi kawasan mangrove menjadi kawasan peruntukan industri seluas 387,27 hektare di Kecamatan Medan Belawan, akan terus dikaji. Karena revisi pola ruang RTRW harus dapat mengalokasikan green belt vegetasi mangrove yang memanjang dengan mengikuti batas sungai/paluh yang berfungsi sebagai daerah penyangga yang membatasi perkembangan suatu penggunaan lahan.
Selanjutnya, Pandu RTRW DPRD Kota Medan juga akan turun ke kawasan Selatan Kota Medan, satu di antaranya daerah Medan Polonia atau sekitar eks Bandara Polinia Kota Medan.
“Kemudian dari hasil temuan di lapangan akan kami bahas ke semua pihak, termasuk Pemko Medan. Kami berharap, dapat banyak sekali masukan, supaya nanti revisi yang akan dilakukan dapat betul-betul mendukung rencana pembangunan yang terbaik untuk Medan. Ini sudah lama kami kaji, dan ini sedang difokuskan pengkajiannya,” pungkas Dedy. (map/saz)
TUTUP: Puskesmas Medan Labuhan ditutup usai diketahui seorang tenaga kesehatannya terpapar Covid-19.fachril/sumu tpos.
BELAWAN, SUMUTPOS.CO – Diduga seorang tenaga kesehatan (nakes) terpapar Covid-19, Puskesmas Medan Labuhan di Jalan Titi Pahlawan, Kelurahan Martubung, Kecamatan Medan Labuhan, ditutup sejak Selasa (23/2). Dengan ditutupnya fasilitas kesehatan tersebut, baik sarana dan prasarananya pun telah dilakukan penyemprotan disinfektan.
TUTUP: Puskesmas Medan Labuhan ditutup usai diketahui seorang tenaga kesehatannya terpapar Covid-19.fachril/sumu tpos.
Pantauan wartawan di lokasi, pintu masuk Puskesmas Medan Labuhan terkunci dan digembok dari dalam. Di pagar besi pintu masuk pun disampaikan pengumuman tertulis.
“Pelayanan Puskesmas sementara dialihkan ke Puskesmas Pekan Labuhan dan Puskesmas Martubung. Pada 23-24 Februari 2021 Gedung Puskesmas sedang didisinfektan,” bunyi pengumuman tertulis tersebut.
Tutupnya Puskesmas Medan Labuhan, berawal dari seorang nakes diduga terindikasi Covid-19, usai menjalani tes swab di satu klinik di kampusnya. Karena hasilnya positif, pihak Puskesmas Medan Labuhan langsung bertindak cepat, dengan melakukan penyemprotan disinfektan ke seluruh sarana dan prasarana yang ada di Gedung Puskesmas tersebut.
Meski pelayanan kesehatan ditutup sementara, pihak Puskesmas Medan Labuhan mengalihkan pelayanan medisnya ke Puskesmas Pekan Labuhan dan Puskesmas Martubung, sesuai dengan pemberitahuan tertulis yang digantungkan di pintu masuk Puskesmas tersebut.
Camat Medan Labuhan, Rudi Arisandi mengatakan, penutupan Puskesmas Medan Labuhan karena diduga seorang nakesnya terpapar Covid-19.
“Puskesmas Medan Labuhan untuk sementara ditutup. Karena seorang tenaga kesehatannya diduga terpapar Covid-19,” ungkap Rudi, via telepon selular.
Rudi pun menyarankan, untuk informasi lebih jelas, agar menghubungi Kepala Puskesmas Medan Labuhan.
“Lebih jelas, coba telepon Kepala Puskesmasnya saja,” katanya.
Terpisah, Kepala Puskesmas Medan Labuhan dr Eva, yang coba dikonfirmasi via telepon selulernya, tidak bisa dihubungi, karena dalam kondisi tidak aktif. (fac/saz)
BERSIHKAN:
Petugas kebersihan Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Medan saat melakukan pembersihan kawasan Lapangan Merdeka Medan, baru-baru ini.
MEDAN, SUMUTPOS.CO – Forum Honorer Indonesia (FHI) Kota Medan, meminta Pemko Medan, dalam hal ini Dinas Pendidikan agar dapat memperjuangkan nasib para guru honorer. Pasalnya sampai saat ini, gaji guru honorer di Kota Medan masih terbilang sangat kecil, bahkan terbilang sangat jauh dari nilai Upah Minimum Kota (UMK), yang senilai Rp3,2 juta.
BERSIHKAN:
Petugas kebersihan Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Medan saat melakukan pembersihan kawasan Lapangan Merdeka Medan, baru-baru ini.
Hal ini disampaikan Ketua FHI Kota Medan, Fahrul Lubis. Menurutnya, sampai saat ini masih ada guru honorer yang gajinya hanya Rp300 ribu per bulan.
“Paling tinggi hanya sekitar Rp600 ribu sampai Rp700 ribuan per bulan, itu pun sangat sedikit. Umumnya ya sekitar Rp400 ribuan, itupun diterima setiap 3 bulan sekali,” ungkap Fahrul, Selasa (23/2).
Dengan demikian, sampai saat ini para guru honorer di Kota Medan masih hidup di bawah tingkat kesejahteraan masyarakat, karena tidak mendapatkan upah secara layak. Di sisi lain, Fahrul menjelaskan, upah guru honorer yang jauh dari layak tersebut, juga tidak didukung dengan kepatuhan para kepala sekolah untuk mengindahkan aturan dari Kemendikbud, yang menyatakan, 50 persen dari Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dapat digunakan untuk pembayaran honor para guru honorer.
“Kami juga heran, kenapa para kepala sekolah sudah jelas-jelas tidak mengindahkan aturan, tapi tidak juga diberi sanksi. Apa susahnya menjalankan aturan yang ada? Padahal aturan itu untuk membuat hidup para guru honorer menjadi lebih layak, walau tetap saja masih jauh dari UMK. Walaupun 50 persen Dana BOS dipakai untuk membayar upah, tapi setidaknya kan membantu kami para guru honorer yang bergaji kecil ini,” jelasnya.
Dia juga mengatakan, saat ini para pekerja harian lepas (PHL) di Pemko Medan, heboh dengan bakal adanya pemotongan gaji. Padahal menurut Fahrul, gaji guru honorer jauh lebih kecil dari itu.
“Kami berempati akan hal itu. Walaupun sebenarnya sekalipun gaji mereka dipotong, gaji mereka masih tetap jauh lebih besar dari kami. Kami benar-benar berharap, agar kesejahteraan kami para guru bisa diperjuangkan,” harapnya.
Soal sistem perekrutan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kontrak (PPPK), Fahrul juga berharap, agar Pemko Medan dapat memperjuangkan nasib para guru honorer K-2 yang telah mengabdi cukup lama sebagai guru di Kota Medan.
“Katanya kan ujiannya berlaku untuk semuanya, baik K-2 ataupun tidak. Kalaupun dia sudah bekerja sudah lebih dari 10 tahun, tapi tidak lulus ujian, tetap tidak lulus. Sedangkan kalau ada yang baru jadi guru honorer, tapi lulus ujian, maka dia jadi PPPK. Di mana keadilannya? Apa tidak dipandang pengabdian kami selama ini? Katanya PPPK ini bertujuan untuk mensejahterakan kami, tapi kenapa tidak ada prioritas untuk kami?” tegasnya.
Untuk itu, lanjut Fahrul, pihaknya meminta agar Pemko Medan dapat memperjuangkan nasib par guru honorer, khususnya mereka yang telah bekerja cukup lama untuk dapat diberikan penghasilan yang lebih layak, dan dapat difasilitasi untuk direkrut sebagai PPPK tanpa melalui proses seleksi, berupa ujian seperti pada umumnya.
Terpisah, Kepala Bidang Pembina Ketenagaan Dinas Pendidikan Kota Medan, Syahrial mengatakan, pihaknya telah menerima surat usulan pengajuan PPPK di Kota Medan dari Kemendikbud, agar dapat dibuka formasinya untuk perekrutan para guru honorer di Kota Medan menjadi PPPK.
“Info yang kami terima, Maret nanti akan dijawab berapa formasi yang dibuka untuk PPPK ini. Saat ini, jumlah guru honorer di Medan terus berfluktuasi, terakhir yang kami usulkan itu sekitar 2.400 guru, kebanyakan untuk guru SD,” bebernya.
Selain itu, dia juga menekankan, tidak ada pengecualian sistem perekrutan PPPK, antara guru honorer K-2 ataupun tidak. Semua yang ingin direkrut sebagai guru dengan sistem PPPK, maka tetap harus mengikuti prosedur yang ada, yakni dengan mengikuti ujian yang ditetapkan.
“Aturannya memang sudah begitu, semua wajib ikut ujian. Bisa maksimal ikut sampai 3 kali ujian. Semua umur bisa ikut ujian, maksimal 60 tahun. Jadi tidak seperti CPNS yang maksimal umur 35 tahun,” kata Syahrial.
Sementara itu, Wakil Ketua DPRD Medan, H Rajuddin Sagala menyampaikan, pihaknya tidak menginginkan sistem ujian yang sama untuk para guru honorer di Kota Medan, baik antara guru honorer K-2 ataupun tidak.
“Sistem itu harus dirubah, sama sekali tidak mencerminkan keadilan dan rasa terima kasih kepada mereka yang telah bersedia mengabdi sebagai guru, yang mencerdaskan generasi bangsa,” jelasnya.
Selain itu, dia juga meminta agar Pemko Medan mulai berpikir agar para guru honorer di Kota Medan dapat digaji dengan lebih layak.
“Saya rasa jelas, siapapun ditanya, pasti tidak masuk akal kalau ada guru yang bertugas mencerdaskan generasi bangsa diupah dengan nilai Rp300 ribu sampai Rp700 ribu per bulan. Layaknya mereka digaji sama dengan para PHL, walaupun PHL digaji dari anggaran masing-masing OPD tempatnya bekerja, sedangkan guru honorer dari Dana BOS,” kata Rajudin.
Di tempat terpisah, keluhan para kepala lingkungan (kepling) dan PHL Pemko Medan atas bakal dikuranginya gaji mereka pada Tahun Anggaran 2021 ini, terus bergulir. Kali ini, keluhan dimaksud sudah diterima seorang Anggota DPRD Sumut, Parlaungan Simangunsong.
Menurut Parlaungan, Pemko Medan bakal mengurangi gaji mereka sebesar Rp200 ribu per bulan, atau dari Rp3,2 juta menjadi Rp3 juta per bulan.
“Ya, keluhan ini kami terima dari para kepling dan PHL Pemko Medan, yang gajinya dipotong dengan alasan turunnya APBD Medan Tahun Anggaran 2021, akibat pandemi Covid-19. Ini kami terima dalam kegiatan reses di Jalan Cemara, Kelurahan Teladan Timur, Kecamatan Medan Kota,” ungkap Parlaungan usai menggelar reses, Selasa (23/2).
Politisi Partai Demokrat itu, mengatakan, sangat wajar para kepling dan PHL menyampaikan keluhan tersebut, akibat bakal dikuranginya gaji mereka. Apalagi selama ini gaji Rp3,2 juta masih dinilai kurang, dan tidak mencukupi kebutuhan sehari-hari.
Tapi alasan Sekda Kota Medan Wiriya Alrahman, mengurangi gaji kepling dan PLH, juga bisa diterima. Karena menurutnya, dengan turunnya APBD, jadi gaji para kepling dan PHL tidak mungkin mengikuti besaran UMK sebesar Rp3,2 juta.
“Tapi perlu dicatat, akibat diturunkannya gaji kepling ini, dikhawatirkan akan terjadi penyelewengan oleh oknum-oknum tertentu di masyarakat, sehingga sangat kurang tepat diturunkan. Sebab kepling langsung bersentuhan dengan masyarakat atau sebagai ujung tombak pemerintahan di masyarakat,” jelas Parlaungan lagi.
Parlaungan juga mengatakan, maraknya kasus korupsi dan penyelewengan APBD di Sumut, tidak terlepas dari kurangnya gaji untuk memenuhi kebutuhan, sehingga pemerintah perlu mencukupi kebutuhan para aparatur sipil negara, bukan malah menguranginya. (map/prn/saz)