26.7 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Gagal karena Dosen tak Jujur

Kuota Sertifikasi untuk Sumut-NAD Sisakan 133 Orang

MEDAN- Tahun 2011, Sumatera Utara (Sumut) dan Naggroe Aceh Darussalam (NAD) memiliki kuota 600 dosen untuk mendapatkan sertifikasi, namun yang mengikuti hanya 467 dosen. Artinya, Sumut-NAD masih menyisakan 133 dosen untuk meraih sertifikasi. Penyebab terjadinya kekosongan kuota itu antara lain karena kurang validnya data dosen, serta kelengakapan berkas. Alasan itu disampaikan Kepala Kopertis Wilayah I Sumut-NAD, Nawawiy Lubis kepada wartawan kemarin (7/11).

“Ini ditambah lagi ketidaklulusan dosen yang ikut dalam tes sertifikasi,” imbuh Nawawiy.

Menurut Nawawiy, jumlah dosen yang disertifikasi di Sumut-NAD mengalami peningkatan sejak tiga tahun belakangan ini.

Pada tahun 2008, jumlah dosen yang disertifikasi tercatat 147 orang, 2009 dan 2010 127 orang, serta pada 2011 kuota yang diberikan Dikti ke wilayah I Sumut-NAD mencapai 600 orang. Nawawy juga menjelaskan, untuk tahun 2011, tingginya jumlah peserta mengharuskan panitia pelaksanaan sertifikasi dosen dilakukan melalui dua gelombang.
Yakni pada gelombang pertama, diikuti sebanyak 249 peserta dan 19 diantarnya dinyatakan tidak lulus.
Sementara pada gelombang ke-II, lanjut Nawawiy, tes sertifikasi diikuti 450 orang namun belum bisa diketahui jumlah peserta yang tidak lulus karena masih dalam proses penilaian.

“Untuk gelombang kedua belum tahu berapa jumlah yang lulus sertifikasi. Jumlah kuota tahun ini terbilang banyak, sehingga jumlah kuota masih menyisakan seratusan lebih,” ungkapnya .

Nawawiy juga mengatakan ketidaklulusan sejumlah dosen yang mengikuti sertifikasi disebabakan beberapa alasan, satu diantaranya yakni persoalan kejujuran.  Mengingat dalam mengikuti sertifikasi dosen, nilai kejujuran merupakan nilai tinggi. Sehingga lanjutnya, yang diujikan terkait bagaimana sorang dosen menuliskan jati dirinya.
“Itu akan menjadi penilaian oleh atasannya, rekan kerja, dan juga mahasiswanya. Apakah si dosen tersebut sesuai dengan apa yang dia tuliskan atau tidak. Banyak ditemui dosen-dosen yang tidak lulus terkadang mencontoh atau plagiat memiliki orang lain agar terlihat bagus dan rapi ,” sebutnya.

Bagi dosen yang tidak lulus dalam sertifikasi, bilang Nawawiy, dapat mengikuti sertifikasi dua tahun setelah itu. “Ini dilakukan dalam memberikan kesempatan bagi dosen-dosen lainnya yang belum mengikuti sertifikasi,” terangnya.
Sementara itu, Rektor Unimed, Ibnu Hajar menyampaikan, sertifikasi dosen dilakukan untuk meningkatkan kualitas pendidikan di tingkat perguruan tinggi, sehingga nilai kejujuran merupakan hal yang terpenting.
Sebagai tim penilai, Ibnu Hajar mengatakan, dosen yang sudah disertifikasi tidak hanya dinilai dari segi ilmu tapi juga etika. “Dosen kan menjadi contoh di kalangan anak didik dan juga masyarakat. Etika seperti kejujuran itu lebih penting,” ujarnya. (uma)

Kuota Sertifikasi untuk Sumut-NAD Sisakan 133 Orang

MEDAN- Tahun 2011, Sumatera Utara (Sumut) dan Naggroe Aceh Darussalam (NAD) memiliki kuota 600 dosen untuk mendapatkan sertifikasi, namun yang mengikuti hanya 467 dosen. Artinya, Sumut-NAD masih menyisakan 133 dosen untuk meraih sertifikasi. Penyebab terjadinya kekosongan kuota itu antara lain karena kurang validnya data dosen, serta kelengakapan berkas. Alasan itu disampaikan Kepala Kopertis Wilayah I Sumut-NAD, Nawawiy Lubis kepada wartawan kemarin (7/11).

“Ini ditambah lagi ketidaklulusan dosen yang ikut dalam tes sertifikasi,” imbuh Nawawiy.

Menurut Nawawiy, jumlah dosen yang disertifikasi di Sumut-NAD mengalami peningkatan sejak tiga tahun belakangan ini.

Pada tahun 2008, jumlah dosen yang disertifikasi tercatat 147 orang, 2009 dan 2010 127 orang, serta pada 2011 kuota yang diberikan Dikti ke wilayah I Sumut-NAD mencapai 600 orang. Nawawy juga menjelaskan, untuk tahun 2011, tingginya jumlah peserta mengharuskan panitia pelaksanaan sertifikasi dosen dilakukan melalui dua gelombang.
Yakni pada gelombang pertama, diikuti sebanyak 249 peserta dan 19 diantarnya dinyatakan tidak lulus.
Sementara pada gelombang ke-II, lanjut Nawawiy, tes sertifikasi diikuti 450 orang namun belum bisa diketahui jumlah peserta yang tidak lulus karena masih dalam proses penilaian.

“Untuk gelombang kedua belum tahu berapa jumlah yang lulus sertifikasi. Jumlah kuota tahun ini terbilang banyak, sehingga jumlah kuota masih menyisakan seratusan lebih,” ungkapnya .

Nawawiy juga mengatakan ketidaklulusan sejumlah dosen yang mengikuti sertifikasi disebabakan beberapa alasan, satu diantaranya yakni persoalan kejujuran.  Mengingat dalam mengikuti sertifikasi dosen, nilai kejujuran merupakan nilai tinggi. Sehingga lanjutnya, yang diujikan terkait bagaimana sorang dosen menuliskan jati dirinya.
“Itu akan menjadi penilaian oleh atasannya, rekan kerja, dan juga mahasiswanya. Apakah si dosen tersebut sesuai dengan apa yang dia tuliskan atau tidak. Banyak ditemui dosen-dosen yang tidak lulus terkadang mencontoh atau plagiat memiliki orang lain agar terlihat bagus dan rapi ,” sebutnya.

Bagi dosen yang tidak lulus dalam sertifikasi, bilang Nawawiy, dapat mengikuti sertifikasi dua tahun setelah itu. “Ini dilakukan dalam memberikan kesempatan bagi dosen-dosen lainnya yang belum mengikuti sertifikasi,” terangnya.
Sementara itu, Rektor Unimed, Ibnu Hajar menyampaikan, sertifikasi dosen dilakukan untuk meningkatkan kualitas pendidikan di tingkat perguruan tinggi, sehingga nilai kejujuran merupakan hal yang terpenting.
Sebagai tim penilai, Ibnu Hajar mengatakan, dosen yang sudah disertifikasi tidak hanya dinilai dari segi ilmu tapi juga etika. “Dosen kan menjadi contoh di kalangan anak didik dan juga masyarakat. Etika seperti kejujuran itu lebih penting,” ujarnya. (uma)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/