25 C
Medan
Friday, December 27, 2024
spot_img

Pendidikan Itu untuk Memerdekakan Manusia

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) kembali mengadakan sosialisasi Kurikulum Merdeka melalui workshop pendidikan yang digelar di Grand City Hall Medan, Jumat (19/5).

Hadir sebagai narasumber, Anggota Komisi X DPR RI dr Sofyan Tan. Sedangkan peserta sosialisasi dari kalangan guru tingkat PAUD hingga SMA/SMK dan perwakilan kepala Dinas Pendidikan Sumut serta kabupaten/kota.

Plt Kepala Pusat Kurikulum dan Pembelajaran Kemendikbudristek Drs Zulfikri MEd menyampaikan bahwa sosialisasi tersebut sebagai upaya untuk mengembalikan marwah pendidikan yang sebenarnya. Hal itu sebagaimana yang dicetuskan oleh Bapak Pendidikan Nasional Ki Hajar Dewantara, bahwa pendidikan itu adalah untuk memerdekakan manusia secara lahir dan batin. Artinya, memerdekakan manusia dari kebodohan, kemiskinan, dan segala perilaku yang tidak baik.

“Untuk itu, kita berharap kepada semua guru dapat menjadi guru penggerak. Dengan kata lain, menjadi guru yang mampu menggerakkan semua potensi yang ada dalam diri anak sehingga pendidikan itu benar-benar dirasakan manfaatnya oleh peserta didik,” ungkap Zulfikri.

Dengan demikian, peserta didik merasakan kebahagiaan dan menikmati dalam belajar, sehingga nantinya mereka mencintai pendidikan.

Zulfikri menyebutkan Kurikulum Merdeka dirancang agar bisa diterapkan dalam situasi apapun dengan segala keberagaman, karena yang dituntut bukan administrasi tetapi bagaimana kecintaan gitu pada muridnya. Guru harus paham betul apa yang dibutuhkan oleh muridnya.

“Setiap guru tidak lepas dari kurikulum. Namun, selama ini yang terlintas dalam pikiran guru mengenai kurikulum yaitu rumit, ribet, berat. Bayangkan kalau alam bawah sadar kita dikuasai oleh pemikiran seperti itu? Kemudian, kita masuk ke kelas dalam kondisi seperti itu? Tentunya kita menjadi stress. Untuk menghilangkan stress itulah kita rancang Kurikulum Merdeka,” terangnya.

Zulfikri menjelaskan Kurikulum Merdeka dirancang dengan prinsip sederhana, fleksibel dan fokus kepada peningkatan kualitas belajar, dengan memberikan pelayanan kepada setiap anak yang menerapkan prinsip berkeadilan. “Dengan prinsip yang dimiliki kurikulum tersebut, diharapkan bisa diterapkan dalam situasi apapun, seminim apapun. Sebab yang dipersyaratkan dalam kurikulum itu bukan persyaratan dokumen administrasi dan juga bukan soal kepatuhan administrasi guru, melainkan kecintaan guru pada muridnya. Artinya, bagaimana setiap guru bisa menggunakan mata hatinya untuk melihat kebutuhan siswanya,” papar Zulfikri.

Ia berharap mudah-mudahan dengan Kurikulum Merdeka ini guru tidak stres lagi, karena dengan kurikulum ini tidak menuntut guru untuk menuntaskan semua materi pelajaran. Tetapi, mengajak para guru semua untuk mendidik anak didiknya dengan mata hati, memberikan pelayanan sepenuh hati dan jiwa sehingga guru busa menjalankan tugasnya dengan sepenuh hati.

Sementara itu, Anggota Komisi X DPR RI dr Sofyan Tan mengatakan Kurikulum Merdeka bukan hanya menyangkut pembelajaran tetapi juga soal kebijakan dan tidak bisa dipaksakan. “Saat ini Dana BOS itu masih boleh digunakan untuk pembayaran gaji guru. Namun, kalau dulu dibatasi hanya 15 persen. Itulah yang disebut Merdeka Belajar dan dijalankan oleh Kemendikbudristek,” ujarnya.

Menurut Sofyan Tan, Kurikulum Merdeka itu artinya memberikan keleluasaan kepada tenaga pendidik dalam memberikan pembelajaran kepada peserta didik. Namun, tidak dibatasi menggunakan alat pembantu hasil inovasi itu, disesuaikan semuanya itu dengan lingkungan di mana dia tempat belajar.

Dalam kurikulum ini, guru itu sifatnya hanya sebagai fasilitator. Menurut Ki Hajar Dewantara, bahwa belajar itu harus bahagia seperti bermain di dalam taman. Bermain menghasilkan inovasi, tidak merasa tertekan. Sebab bagaimanapun setiap anak saat dia sekolah, pulang harus lebih pintar, ramah, bahagia. Tapi, kalau gurunya ternyata membuat muridnya stress, maka guru itu gagal. “Justru kurikulum ini dirancang untuk membuat si anak pulang dalam keadaan bahagia dan terus berpikir agar bagaimana untuk mencapai cita-citanya,” sambung Sofyan Tan.

Lebih lanjut dia mengatakan Kurikulum Merdeka ini unik, memberikan kepada anak berpikir logis. Selain itu, mendorong daya kritisnya bahwa sesuatu barang itu akan berubah nilainya tergantung pada lingkungan dimana dia berada. “Kurikulum Merdeka ada untuk kelanjutan pendidikan anak ke perguruan tinggi. Hadirnya kurikulum tersebut menjadi kebijakan sangat penting dalam melahirkan generasi yang membawa bangsa ini lebih maju dan berkembang lagi,” pungkasnya. (rel/azw)

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) kembali mengadakan sosialisasi Kurikulum Merdeka melalui workshop pendidikan yang digelar di Grand City Hall Medan, Jumat (19/5).

Hadir sebagai narasumber, Anggota Komisi X DPR RI dr Sofyan Tan. Sedangkan peserta sosialisasi dari kalangan guru tingkat PAUD hingga SMA/SMK dan perwakilan kepala Dinas Pendidikan Sumut serta kabupaten/kota.

Plt Kepala Pusat Kurikulum dan Pembelajaran Kemendikbudristek Drs Zulfikri MEd menyampaikan bahwa sosialisasi tersebut sebagai upaya untuk mengembalikan marwah pendidikan yang sebenarnya. Hal itu sebagaimana yang dicetuskan oleh Bapak Pendidikan Nasional Ki Hajar Dewantara, bahwa pendidikan itu adalah untuk memerdekakan manusia secara lahir dan batin. Artinya, memerdekakan manusia dari kebodohan, kemiskinan, dan segala perilaku yang tidak baik.

“Untuk itu, kita berharap kepada semua guru dapat menjadi guru penggerak. Dengan kata lain, menjadi guru yang mampu menggerakkan semua potensi yang ada dalam diri anak sehingga pendidikan itu benar-benar dirasakan manfaatnya oleh peserta didik,” ungkap Zulfikri.

Dengan demikian, peserta didik merasakan kebahagiaan dan menikmati dalam belajar, sehingga nantinya mereka mencintai pendidikan.

Zulfikri menyebutkan Kurikulum Merdeka dirancang agar bisa diterapkan dalam situasi apapun dengan segala keberagaman, karena yang dituntut bukan administrasi tetapi bagaimana kecintaan gitu pada muridnya. Guru harus paham betul apa yang dibutuhkan oleh muridnya.

“Setiap guru tidak lepas dari kurikulum. Namun, selama ini yang terlintas dalam pikiran guru mengenai kurikulum yaitu rumit, ribet, berat. Bayangkan kalau alam bawah sadar kita dikuasai oleh pemikiran seperti itu? Kemudian, kita masuk ke kelas dalam kondisi seperti itu? Tentunya kita menjadi stress. Untuk menghilangkan stress itulah kita rancang Kurikulum Merdeka,” terangnya.

Zulfikri menjelaskan Kurikulum Merdeka dirancang dengan prinsip sederhana, fleksibel dan fokus kepada peningkatan kualitas belajar, dengan memberikan pelayanan kepada setiap anak yang menerapkan prinsip berkeadilan. “Dengan prinsip yang dimiliki kurikulum tersebut, diharapkan bisa diterapkan dalam situasi apapun, seminim apapun. Sebab yang dipersyaratkan dalam kurikulum itu bukan persyaratan dokumen administrasi dan juga bukan soal kepatuhan administrasi guru, melainkan kecintaan guru pada muridnya. Artinya, bagaimana setiap guru bisa menggunakan mata hatinya untuk melihat kebutuhan siswanya,” papar Zulfikri.

Ia berharap mudah-mudahan dengan Kurikulum Merdeka ini guru tidak stres lagi, karena dengan kurikulum ini tidak menuntut guru untuk menuntaskan semua materi pelajaran. Tetapi, mengajak para guru semua untuk mendidik anak didiknya dengan mata hati, memberikan pelayanan sepenuh hati dan jiwa sehingga guru busa menjalankan tugasnya dengan sepenuh hati.

Sementara itu, Anggota Komisi X DPR RI dr Sofyan Tan mengatakan Kurikulum Merdeka bukan hanya menyangkut pembelajaran tetapi juga soal kebijakan dan tidak bisa dipaksakan. “Saat ini Dana BOS itu masih boleh digunakan untuk pembayaran gaji guru. Namun, kalau dulu dibatasi hanya 15 persen. Itulah yang disebut Merdeka Belajar dan dijalankan oleh Kemendikbudristek,” ujarnya.

Menurut Sofyan Tan, Kurikulum Merdeka itu artinya memberikan keleluasaan kepada tenaga pendidik dalam memberikan pembelajaran kepada peserta didik. Namun, tidak dibatasi menggunakan alat pembantu hasil inovasi itu, disesuaikan semuanya itu dengan lingkungan di mana dia tempat belajar.

Dalam kurikulum ini, guru itu sifatnya hanya sebagai fasilitator. Menurut Ki Hajar Dewantara, bahwa belajar itu harus bahagia seperti bermain di dalam taman. Bermain menghasilkan inovasi, tidak merasa tertekan. Sebab bagaimanapun setiap anak saat dia sekolah, pulang harus lebih pintar, ramah, bahagia. Tapi, kalau gurunya ternyata membuat muridnya stress, maka guru itu gagal. “Justru kurikulum ini dirancang untuk membuat si anak pulang dalam keadaan bahagia dan terus berpikir agar bagaimana untuk mencapai cita-citanya,” sambung Sofyan Tan.

Lebih lanjut dia mengatakan Kurikulum Merdeka ini unik, memberikan kepada anak berpikir logis. Selain itu, mendorong daya kritisnya bahwa sesuatu barang itu akan berubah nilainya tergantung pada lingkungan dimana dia berada. “Kurikulum Merdeka ada untuk kelanjutan pendidikan anak ke perguruan tinggi. Hadirnya kurikulum tersebut menjadi kebijakan sangat penting dalam melahirkan generasi yang membawa bangsa ini lebih maju dan berkembang lagi,” pungkasnya. (rel/azw)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/