30.6 C
Medan
Friday, May 17, 2024

Puluhan Guru Ikuti Pelatihan Teknik Menulis Berita, Peserta: Gimana Caranya Mencari Ide Berita?

“Gimana caranya mencari ide berita? Kalau sudah ada ide, gimana caranya mengembangkan topiknya? Berapa paragraf minimal dalam menulis sebuah berita? Bagaimana cara mengambil foto yang baik?”

PEMATERI PELATIHAN: Pelatihan menulis berita bersama awak redaksi Harian Sumut Pos dan Tanoto Foundation Sumut melalui aplikasi Zoom Meeting, Selasa (22/9). Webimar ini diikuti para guru mitra Program Pintar yang berasal dari Batubara, Asahan, Karo, dan Kota Pematangsiantar.nggota DPRD Deliserdang, Maya Shynta Sianturi foto bersama Ketua Yayasan Sosial Budhi Amal Luhur, Kok Ginto Sianturi dan lainnya.
PEMATERI PELATIHAN: Pelatihan menulis berita bersama awak redaksi Harian Sumut Pos dan Tanoto Foundation Sumut melalui aplikasi Zoom Meeting, Selasa (22/9). Webinar ini diikuti para guru mitra Program Pintar yang berasal dari Batubara, Asahan, Karo, dan Kota Pematangsiantar.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Itu antara lain sejumlah pertanyaan yang diajukan para guru saat mengikuti pelatihan menulis berita bersama awak redaksi Harian Sumut Pos dan Tanoto Foundation Sumut.

Dalam pelatihan melalui aplikasi Zoom Meeting, Selasa (22/9) tersebut, para guru mitra Program Pintar yang hadir berasal dari Batubara, Asahan, Karo, dan Kota Pematangsiantar.

Dame Ambarita, Pemimpin Redaksi Harian Sumut Pos selaku pemateri utama dalam webinar secara ringkas memaparkan teknik mencari, menemukan, dan menulis berita.

“Mencari ide untuk tulisan jurnalistik itu bisa dimulai dari menemukan peristiwa. Misalnya, topiknya belajar daring di kalangan murid-murid di tengah pandemi Covid-19. Jika sudah menemukan peristiwa, kumpulkan data melalui teknik wawancara, observasi, dan studi literatur. Apa saja data yang perlu dikumpulkan? Cara mudahnya, data dikumpul lewat pertanyaan 5 W plus 1 H Yaitu Who, What, When, Where, Why, and How,” paparnya memulai materi dasar-dasar jurnalistik untuk para guru.

Selain wawancara, data juga dihimpun melalui kemampuan observasi, seperti mengamati situasi lapangan. Dalam topik daring tadi, amati respon murid dan guru selama pembelajaran, situasi lapangan saat belajar, kesulitan yang muncul, dan seterusnya.

Untuk lebih melengkapi tulisan, bisa melakukan riset data atau studi literatur tentang topik yang ditulis. Misalnya, pendapat para ahli tentang tips belajar daring yang baik, pendapat ahli psikolog tentang tantang belajar daring, dan seterusnya.

“Jika ingin berita yang lebih lengkap dan dalam, cari narasumber dua atau tiga orang. Misalnya, guru dua orang, plus murid atau orangtua, ditutup dengan pendapat kepala sekolah atau pengawas pendidikan. Selanjutnya, organisir seluruh data yang dikumpul tadi, pilih angle paling menarik, paling kuat, atau paling baru. Pemilihan angle paling kuat dan menarik tadi akan membantu menentukan pemilihan judul dan penulisan lead berita,” terang Dame.

Jika tidak ada peristiwa, gimana cara menemukan topik berita?

Cara lainnya adalah dengan mengikuti isu-isu terkini. Misalnya kebutuhan akan kuota internet saat belajar daring, dan apa solusinya. Apa pendapat guru soal penyederhanaan kurikulum, dan seterusnya.

Boleh juga dengan menemukan masalah sehari-hari, mewawancarai figur yang menonjol untuk dijadikan sumber berita, sejarah, budaya, dan seterusnya.

“Tapi ingat, tidak semua peristiwa layak dijadikan sebagai berita. Ada parameter tertentu yang harus dipenuhi, agar suatu kejadian dalam masyarakat dapat diberitakan,” ungkap Dame.

Nilai sebuah berita, lanjutnya, bisa dirangkum dalam 10 rukun. Yakni, Kehangatan: semakin baru semakin tinggi nilai beritanya. Signifikan: mempengaruhi hidup orang banyak, Magnitude: skala peristiwa, Proximity: kedekatan jarak dan emosi, Prominence, Asas keterkenalan, Human interest, Unik, Konflik, Eksklusif, dan Kebijakan redaksional.

Setelah memilih angle paling kuat dan menarik, saran Dame, mulailah menuangkan data yang dihimpun tadi lewat tulisan. Mulai dengan judul, dateline, teras berita, tubuh berita, dan diakhiri dengan ekor (ending).

“Penulisan Straight News biasanya menggunakan piramida terbalik, yaitu yang terpenting di bagian paling atas, dan yang kurang penting di bagian paling bawah. Sehingga pembaca bisa menangkap pesan yang hendak disampaikan lewat judul dan lead. Berbeda dengan tulisan feature, yang teknik penulisannya secara paralel, yakni menyebar info-info penting di seluruh badan berita,” lanjutnya.

Masih membahas seputar dunia jurnalistik, Dame menyebutkan, seorang wartawan yang baik harus memiliki vitalitas, rasa ingin tahu, skeptis, kepekaan, dan rasional. “Tapi dalam hal menulis isu-isu pendidikan, bapak-ibu perannya masuk dalam kategori sebagai jurnalisme warga. Bukan jurnalis profesional,” tegasnya.

Jurnalisme warga sebaiknya tetap mengikuti kaidah-kaidah penulisan jurnalistik, yakni tidak beropini subjektif, berimbang, tidak menuliskan berita bohong, finah, cabul, tidak menyinggung prasangka SARA, dan seterusnya.

“Di atas semuanya, tugas utama jurnalisme adalah mengabdi pada kebenaran dan loyal pada kepentingan publik. Untuk mengejar kebenaran itu, lakukan disiplin veririkasi dengan melakukan cek, ricek, dan triple cek. Jangan biasakan memuat berita gosip yang tidak dikonfirmasi,” pungkasnya.

Di dalam pelatihan ini, peserta juga dibekali dengan Dasar-Dasar Fotografi Jurnalistik, yang disampaikan oleh Triadi Wibowo Putra, redaktur foto harian Sumut Pos. Triadi menyampaikan, sebuah informasi yang diperlihatkan melalui foto, terlebih dahulu harus menggali data, baik sebelum maupun sesudah pemotretan.

“Foto yang memiliki nilai berita juga harus memperhatikan teknis dan beberapa unsur dari fotografi, sebagai pendukung penuh dalam menyampaikan informasi. Di antaranya, ketepatan sebuah momen yang tercipta dalam bidikan kamera. Semakin langka moment yang tercipta, semakin tinggi nilai Point Of Interest (POI)-nya, sama dengan pokok pikiran sebuah tulisan”, ungkapnya.

Pelatihan ini digelar organisasi filantropy Tanoto Foundation, bekerja sama dengan Sumut Pos, dengan tujuan untuk menyebarluaskan praktik baik mendukung pemerintah dalam meningkatkan prestasi siswa Indonesia.

“Satu strategi dalam membina guru-guru adalah agar mampu menulis dan mempublikasikan peningkatan kualitas pendidikan lewat media massa,” kata Yusri Nasution, Koordinator Tanoto Foundation Sumatera Utara, pada sambutan pembukaan acara pelatihan.

“Kami sangat berterimakasih hampir lebih dari dua tahun Sumut Pos telah mendukung Merdeka Belajar melalui pemberitaan dan penyebaran praktik-praktik baik Program PINTAR Tanoto Foundation. Dalam memaksimalkan penyebaran Praktik Baik Pendidikan di wilayah mitra kabupaten dan kota, diperlukan agen-agen perubahan melalui pembentukan fasilitator komunikasi,” katanya.

Tanoto ingin memaksimalkan potensi Fasilitator Daerah (FASDA) Pembelajaran, yang berasal dari unsur guru SD/MI dan SMP/MTs 5 mata pelajaran utama.

“Melalui pelatihan penulisan praktik baik sebagai bentuk penyaluran publikasi atas apa yang dilakukan guru, serta respons terhadap kebutuhan akan adanya penulis-penulis handal hasil dari pembelajaran,. Di mana pandemi Covid-19 ini mengharuskan siswa belajar jarak jauh. Diharapkan para fasilitator dapat menulis opini dan artikel untuk media massa yang berkaitan dengan Program PINTAR seperti MIA, PIT, MASUK, MIKiR, dan lain sebagainya,” pungkas Yusri.

Di akhir acara, para peserta menyampaikan ketertarikannya dalam menulis. Misalnya Nurgayah Hasibuan, fasilitator guru dari Asahan, mengatakan dirinya sering memiliki ide untuk ditulis. Tapi bingung cara menuangkannya ke dalam tulisan. Ia juga kesulitan mengembangkan ide itu menjadi sebuah cerita yang menarik untuk dibaca orang lain.

“Setelah mengikuti pelatihan ini, sekarang saya merasa lebih percaya diri untuk mulai menulis,” katanya seraya tersenyum manis. (rel/mea/azw)

“Gimana caranya mencari ide berita? Kalau sudah ada ide, gimana caranya mengembangkan topiknya? Berapa paragraf minimal dalam menulis sebuah berita? Bagaimana cara mengambil foto yang baik?”

PEMATERI PELATIHAN: Pelatihan menulis berita bersama awak redaksi Harian Sumut Pos dan Tanoto Foundation Sumut melalui aplikasi Zoom Meeting, Selasa (22/9). Webimar ini diikuti para guru mitra Program Pintar yang berasal dari Batubara, Asahan, Karo, dan Kota Pematangsiantar.nggota DPRD Deliserdang, Maya Shynta Sianturi foto bersama Ketua Yayasan Sosial Budhi Amal Luhur, Kok Ginto Sianturi dan lainnya.
PEMATERI PELATIHAN: Pelatihan menulis berita bersama awak redaksi Harian Sumut Pos dan Tanoto Foundation Sumut melalui aplikasi Zoom Meeting, Selasa (22/9). Webinar ini diikuti para guru mitra Program Pintar yang berasal dari Batubara, Asahan, Karo, dan Kota Pematangsiantar.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Itu antara lain sejumlah pertanyaan yang diajukan para guru saat mengikuti pelatihan menulis berita bersama awak redaksi Harian Sumut Pos dan Tanoto Foundation Sumut.

Dalam pelatihan melalui aplikasi Zoom Meeting, Selasa (22/9) tersebut, para guru mitra Program Pintar yang hadir berasal dari Batubara, Asahan, Karo, dan Kota Pematangsiantar.

Dame Ambarita, Pemimpin Redaksi Harian Sumut Pos selaku pemateri utama dalam webinar secara ringkas memaparkan teknik mencari, menemukan, dan menulis berita.

“Mencari ide untuk tulisan jurnalistik itu bisa dimulai dari menemukan peristiwa. Misalnya, topiknya belajar daring di kalangan murid-murid di tengah pandemi Covid-19. Jika sudah menemukan peristiwa, kumpulkan data melalui teknik wawancara, observasi, dan studi literatur. Apa saja data yang perlu dikumpulkan? Cara mudahnya, data dikumpul lewat pertanyaan 5 W plus 1 H Yaitu Who, What, When, Where, Why, and How,” paparnya memulai materi dasar-dasar jurnalistik untuk para guru.

Selain wawancara, data juga dihimpun melalui kemampuan observasi, seperti mengamati situasi lapangan. Dalam topik daring tadi, amati respon murid dan guru selama pembelajaran, situasi lapangan saat belajar, kesulitan yang muncul, dan seterusnya.

Untuk lebih melengkapi tulisan, bisa melakukan riset data atau studi literatur tentang topik yang ditulis. Misalnya, pendapat para ahli tentang tips belajar daring yang baik, pendapat ahli psikolog tentang tantang belajar daring, dan seterusnya.

“Jika ingin berita yang lebih lengkap dan dalam, cari narasumber dua atau tiga orang. Misalnya, guru dua orang, plus murid atau orangtua, ditutup dengan pendapat kepala sekolah atau pengawas pendidikan. Selanjutnya, organisir seluruh data yang dikumpul tadi, pilih angle paling menarik, paling kuat, atau paling baru. Pemilihan angle paling kuat dan menarik tadi akan membantu menentukan pemilihan judul dan penulisan lead berita,” terang Dame.

Jika tidak ada peristiwa, gimana cara menemukan topik berita?

Cara lainnya adalah dengan mengikuti isu-isu terkini. Misalnya kebutuhan akan kuota internet saat belajar daring, dan apa solusinya. Apa pendapat guru soal penyederhanaan kurikulum, dan seterusnya.

Boleh juga dengan menemukan masalah sehari-hari, mewawancarai figur yang menonjol untuk dijadikan sumber berita, sejarah, budaya, dan seterusnya.

“Tapi ingat, tidak semua peristiwa layak dijadikan sebagai berita. Ada parameter tertentu yang harus dipenuhi, agar suatu kejadian dalam masyarakat dapat diberitakan,” ungkap Dame.

Nilai sebuah berita, lanjutnya, bisa dirangkum dalam 10 rukun. Yakni, Kehangatan: semakin baru semakin tinggi nilai beritanya. Signifikan: mempengaruhi hidup orang banyak, Magnitude: skala peristiwa, Proximity: kedekatan jarak dan emosi, Prominence, Asas keterkenalan, Human interest, Unik, Konflik, Eksklusif, dan Kebijakan redaksional.

Setelah memilih angle paling kuat dan menarik, saran Dame, mulailah menuangkan data yang dihimpun tadi lewat tulisan. Mulai dengan judul, dateline, teras berita, tubuh berita, dan diakhiri dengan ekor (ending).

“Penulisan Straight News biasanya menggunakan piramida terbalik, yaitu yang terpenting di bagian paling atas, dan yang kurang penting di bagian paling bawah. Sehingga pembaca bisa menangkap pesan yang hendak disampaikan lewat judul dan lead. Berbeda dengan tulisan feature, yang teknik penulisannya secara paralel, yakni menyebar info-info penting di seluruh badan berita,” lanjutnya.

Masih membahas seputar dunia jurnalistik, Dame menyebutkan, seorang wartawan yang baik harus memiliki vitalitas, rasa ingin tahu, skeptis, kepekaan, dan rasional. “Tapi dalam hal menulis isu-isu pendidikan, bapak-ibu perannya masuk dalam kategori sebagai jurnalisme warga. Bukan jurnalis profesional,” tegasnya.

Jurnalisme warga sebaiknya tetap mengikuti kaidah-kaidah penulisan jurnalistik, yakni tidak beropini subjektif, berimbang, tidak menuliskan berita bohong, finah, cabul, tidak menyinggung prasangka SARA, dan seterusnya.

“Di atas semuanya, tugas utama jurnalisme adalah mengabdi pada kebenaran dan loyal pada kepentingan publik. Untuk mengejar kebenaran itu, lakukan disiplin veririkasi dengan melakukan cek, ricek, dan triple cek. Jangan biasakan memuat berita gosip yang tidak dikonfirmasi,” pungkasnya.

Di dalam pelatihan ini, peserta juga dibekali dengan Dasar-Dasar Fotografi Jurnalistik, yang disampaikan oleh Triadi Wibowo Putra, redaktur foto harian Sumut Pos. Triadi menyampaikan, sebuah informasi yang diperlihatkan melalui foto, terlebih dahulu harus menggali data, baik sebelum maupun sesudah pemotretan.

“Foto yang memiliki nilai berita juga harus memperhatikan teknis dan beberapa unsur dari fotografi, sebagai pendukung penuh dalam menyampaikan informasi. Di antaranya, ketepatan sebuah momen yang tercipta dalam bidikan kamera. Semakin langka moment yang tercipta, semakin tinggi nilai Point Of Interest (POI)-nya, sama dengan pokok pikiran sebuah tulisan”, ungkapnya.

Pelatihan ini digelar organisasi filantropy Tanoto Foundation, bekerja sama dengan Sumut Pos, dengan tujuan untuk menyebarluaskan praktik baik mendukung pemerintah dalam meningkatkan prestasi siswa Indonesia.

“Satu strategi dalam membina guru-guru adalah agar mampu menulis dan mempublikasikan peningkatan kualitas pendidikan lewat media massa,” kata Yusri Nasution, Koordinator Tanoto Foundation Sumatera Utara, pada sambutan pembukaan acara pelatihan.

“Kami sangat berterimakasih hampir lebih dari dua tahun Sumut Pos telah mendukung Merdeka Belajar melalui pemberitaan dan penyebaran praktik-praktik baik Program PINTAR Tanoto Foundation. Dalam memaksimalkan penyebaran Praktik Baik Pendidikan di wilayah mitra kabupaten dan kota, diperlukan agen-agen perubahan melalui pembentukan fasilitator komunikasi,” katanya.

Tanoto ingin memaksimalkan potensi Fasilitator Daerah (FASDA) Pembelajaran, yang berasal dari unsur guru SD/MI dan SMP/MTs 5 mata pelajaran utama.

“Melalui pelatihan penulisan praktik baik sebagai bentuk penyaluran publikasi atas apa yang dilakukan guru, serta respons terhadap kebutuhan akan adanya penulis-penulis handal hasil dari pembelajaran,. Di mana pandemi Covid-19 ini mengharuskan siswa belajar jarak jauh. Diharapkan para fasilitator dapat menulis opini dan artikel untuk media massa yang berkaitan dengan Program PINTAR seperti MIA, PIT, MASUK, MIKiR, dan lain sebagainya,” pungkas Yusri.

Di akhir acara, para peserta menyampaikan ketertarikannya dalam menulis. Misalnya Nurgayah Hasibuan, fasilitator guru dari Asahan, mengatakan dirinya sering memiliki ide untuk ditulis. Tapi bingung cara menuangkannya ke dalam tulisan. Ia juga kesulitan mengembangkan ide itu menjadi sebuah cerita yang menarik untuk dibaca orang lain.

“Setelah mengikuti pelatihan ini, sekarang saya merasa lebih percaya diri untuk mulai menulis,” katanya seraya tersenyum manis. (rel/mea/azw)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/