MEDAN, SUMUTPOS.CO – Rencana pembelajaran tatap muka mulai Januari mendatang diharapkan agar dilakukan penuh disiplin protokol kesehatan 3M, di seluruh aspek. Sehingga, tidak menciptakan penularan baru Covid-19 di Sumatera Utara.
“DPRD Sumut menyambut baik kebijakan pembelajaran tatap muka. Namun harus dilakukan dengan penuh kewaspadaan, mengingat pandemi Covid-19 belum hilang. Seluruh pihak harus disiplinn
Bukan hanya dari unsur kalangan perguruan tinggi maupun sekolah saja, tetapi juga pihak lainnya, seperti angkutan umum dan lain sebagainya,” kata Wakil Ketua Komisi E DPRD Sumut, Hendra Cipta, kepada Sumut Pos, Minggu (29/11).
Hendra mengatakan, protokol kesehatan pencegahan Covid-19 agar disimulasikan secara komprehensif di semua satuan sekolah, sebelum penerapan pembelajaran tatap muka dilakukan.
“Protokol kesehatan seperti menjaga jarak, memakai masker, dan mencuci tangan memakai sabun, sarana dan prasarananya harus sudah tersedia di seluruh sekolah dan perguruan tinggi,” kata ketua Fraksi PAN DPRD Sumut ini.
Ia menambahkan, DPRD juga akan mengundang para pemangku kepentingan atas rencana implementasi kebijakan tersebut. “ Melalui Banmus, kami akan memanggil Dinas Pendidikan, perguruan tinggi, maupun stakeholder terkait lainnya,” pungkasnya.
Plt Kepala Dinas Pendidikan Sumut, Lasro Marbun, mengatakan untuk menjalankan program tatap muka kembali di sekolah, pihaknya terus melakukan evaluasi dan harmonisasi ke pihak terkait. Hal ini merupakan kesiapan untuk menjalankan kembali sekolah tatap muka seperti direncanakan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim, mulai Januari 2021.
“Evaluasi, harmonisasi/koordinasi mulai dari dinas terkait di kabupaten/kota, pihak sekolah dan termasuk Satgas Penanganan Covid-19 Sumut,” tuturnya.
Menurut dia, secara akademi, pihaknya telah melakukan evaluasi sejak September dan hingga bulan berjalan ini. Sementara untuk kesiapan tatap muka, dinas sudah mewanti-wanti agar semua sekolah memerhatikan kesehatan ruangan belajar dan sarana lainnya sesuai prokes.
Untuk sementara diputuskan, jumlah siswa yang diperbolehkan mengikuti tatap muka di sekolah hanya 50 persen dari total jumlah murid. “Tatap muka dilakukan secara bergiliran untuk para siswa. Semuanya melihat perkembangan pandemi Covid-19 di Sumut,” ujarnya.
Gunakan Kurikulum Darurat
Sementara itu, pemerintah daerah di Sumatera Utara didesak untuk segera mengadopsi kurikulum darurat. Kebijakan ini dibutuhkan untuk mengurangi beban mengajar guru, dan beban belajar murid selama pandemi Covid-19.
“Sekalipun Kemendikbud sudah mengeluarkan kurikulum darurat, namun guru masih ragu menggunakannya. Hal itu dinilai karena tidak adanya kebijakan tegas dari pemda. Yang terjadi di lapangan saat ini adalah 3B: guru Bingung, siswa Bosan, dan orangtua Berang,” kata Guru Besar Universitas Negeri Medan (UNIMED), Sri Minda Murni dalam webinar bertajuk Strategi Implementasi Kurikulum Darurat yang difasilitasi Yayasan Gugah Nurani Indonesia (GNI) via Zoom Meeting, Jumat (27/11).
Menurutnya, kebijakan penggunaan kurikulum darurat tidak cukup sebatas sosialisasi. Pemda harus menindaklanjutinya dengan pelatihan dan pendampingan kepada guru. Kedua kegiatan ini dibutuhkan agar guru mampu menguasai kurikulum darurat dan modul belajar.
“Sampai nanti guru mampu membuat modul sendiri. Karena sesungguhnya modul terbaik adalah buatan guru. Bagaimanapun, mereka yang paling tahu kondisi nyata siswanya,” tambahnya.
Senada, Kadisdik Kabupaten Tana Tidung (KTT), Provinsi Kalimantan Utara (KTT), Jafar Sidik, mengatakan, kunci keberhasilan menjalankan pembelajaran jarak jauh (PJJ) terletak kepada kebijakan masing-masing pemda. Termasuk dalam menggunakan kurikulum darurat.
Ia mengatakan, KTT langsung mengadaptasi kurikulum darurat begitu diluncurkan Kemdikbud pada Agustus lalu. “Ada empat alasan kami memilih kurikulum darurat. Yaitu kompetensi sudah difokuskan kepada kompetensi esensial. Kami tidak perlu lagi memilih kompetensi sendiri. Isinya selaras dengan program KTT, dan dilengkapi dengan modul belajar literasi dan numerasi,” terangnya.
Sebagai narasumber utama webinar, Jafar mengatakan, KTT membuat lima kebijakan agar guru mampu mengadaptasi kurikulum darurat. Pertama, bekerjasama dengan Program Inovasi untuk Anak Sekolah Indonesia (INOVASI) dan Kemendikbud, untuk melatih tim pengembang kurikulum KTT. Tim ini dilatih untuk memahami dan mengadaptasi kurikulum darurat.
Kedua, mengadaptasi modul belajar Kemendikbud ke salam lembar aktivitas siswa (LAS) yang sudah dikerjakan KTT sejak Juni.
Ketiga, melatih semua guru dari tingkat SD dan SMP untuk memodifiaksi kurikulum darurat dan modul belajar kedalam LAS. Keempat, materi LAS digunakan baik dalam pembelajaran tata muka (DTM) dan pembelajaran di rumah (BDR). Kelima, membangun sistem pelaporan sekolah berbasis website untuk memonitoring perkembangan penggunaan kurikulum darurat.
“Kebijakan ini kami buat agar anak-anak di KTT mendapatkan pelayanan terbaik selama masa pandemi Covid-19,” urai dia.
Country Director Yayasan Gugah Nurani Indonesia (GNI), Setyo Warsono, mengatakan dibutuhkan langkah cepat untuk mengurangi beban belajar anak. GNI berkomitmen mendukung Kemendikbud untuk menyosialisasikan kurikulum darurat. Selain itu GNI juga akan memberikan dukungan teknis kepada pemda agar mampu menggunakan kurikulum darurat. Pelatihan dan pendampingan kepada guru akan dilakukan dalam waktu dekat.
Seperti diketahui, topik penggunaan kurikulum darurat kembali mencuat seiring banyaknya protes dari orangtua dan murid terhadap beban belajar selama PJJ. Ketidakmampuan guru secara mandiri untuk mengurangi kompetensi dasar, mendorong Kemendikbud untuk mengeluarkan kurikulum darurat. Namun belum semua guru mengetahui dan menggunakan kurikulum darurat. Minimnya sosialisasi dan tidak adanya arahan dari pemda, menjadi penyebab kurikulum darurat belum dimanfaatkan secara luas.
USU Siapkan Fasilitas Tatap Muka
Sementara itu, Universitas Sumatera Utara (USU) terus melakukan persiapan fasilitas untuk menunjang aktivitas perkuliahan tatap muka, Januari 2021 mendatang.
“Kita sudah membahas ini dengan majelis rektor perguruan tinggi Indonesia dan rektor Perguruan Tinggi Negeri Indonesia (PTNI),” kata Rektor USU, Prof. Runtung Sitepu, Minggu (29/11).
Runtung mengungkapkan, bila perkuliahan tatap muka direalisasikan, USU akan membagi prkualiahn menjadi dua, yakni online dan offline. “Kebijakan Mendikbud sifatnya umum saja, dan disesuaikan kondisi daerah masing-masing. Makanya kami sedang mengkaji tentang kuliah tatap muka ini. Yang pasti, keselamatan lebih penting. Apalagi saat ini semua sudah familiar dengan metode daring. Semua dosen sudah menyesuaikan diri,” sebut Runtung.
Tentang perkuliahan tatap muka, USU akan mengutamakan mahasiswa baru tahun akademik 2020/2021. Tujuannya sekaligus untuk memperkenalkan kampus sebagai mahasiswa baru USU.
“Mahasiswa baru diharapkan bisa kuliah tatap muka dengan pembatasan jumlah orang dalam ruangan. Jadi secara bergilir, kalau mahasiswanya100 orang, minggu ini masuk separuh, yang lainnya daring. Ini akan kita rapatkan dengan pimpinan universitas, yakni wakil rektor serta staf ahli kita dan juga para dekan,” jelas Runtung.
Untuk persiapan perkuliahan tatap muka itu, USU akan menyediakan fasilitas-fasilitas protokol kesehatan dalam pencegahan Covid-19. Jadi jangan sampai menimbulkan klaster baru penyebaran virus corona.
“Hingga saat ini, surat Mendikbud belum kita terima. Tapi kebijakan Kemendikbud akan menjadi pedoman bagi para Rektor PTN menyikapi permintaan kuliah secara luring,” sebut Runtung. (prn/mea/gus)