26.7 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Kepemilikan Asing Picu Bubble

Kepemilikan properti oleh asing di Indonesia dikhawatirkan menimbulkan bubble.
Kepemilikan properti oleh asing di Indonesia dikhawatirkan menimbulkan bubble.

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Rencana pemerintah yang akan membuka kesempatan bagi warga negara asing (WNA) memiliki properti di Indonesia dinilai sangat riskan. Sebab, hal itu akan mendorong terjadinya bubble (gelembung) harga properti di dalam negeri.

Direktur Eksekutif Indonesia Property Watch Ali Tranghanda mengatakan, kepemilikan asing dalam sektor properti dalam negeri tidak hanya mengakibatkan kerugian materi. Tetapi juga dapat berdampak sosial yang tidak terkendali. “Fenomena bubble cenderung terjadi di sejumlah negara yang sudah membuka luas aturan tentang kepemilikan asing,” ujarnya kemarin (6/1).

Menurut dia, properti yang dijual kepada orang asing dapat mengakibatkan harga naik berkali-kali lipat. Sebab, harga yang menjadi patokan merupakan pasar yang mempunyai daya beli tinggi. “Contohnya rumah yang sebenarnya harganya Rp 2 miliar, karena ada potensi pembeli WNA dijualnya Rp 5 miliar,” sebutnya.

Hal inilah yang diperkirakan bakal menjadi awal terjadinya bubble properti. Kondisi itu bisa diperparah lagi bila memang sebagian besar pasar merupakan investor atau spekulan. Kondisi semu itu sangat berbahaya pada saat kondisi ekonomi mendapat goncangan sehingga berdampak ke sektor properti. “Karena itu pemerintah harus hati-hati,” tandasnya.

Ali menambahkan, ketika pasar internasional terganggu dan harga sudah terlalu tinggi seperti krisis Eropa pada 2007-2008, banyak properti yang harganya jatuh drastic. Itu karena pembentukan harga yang terjadi adalah semu, bukan riil. “Itu juga menurunkan daya beli masyarakat Indonesia yang harusnya dapat menguasai properti di dalam negeri,” tuturnya.

Dia mengingatkan, kasus subprime mortgage di Amerika Serikat merupakan dampak akibat pasar derivatif. Penyebabnya, negara adidaya tersebut dinilai terlalu mengagungkan pasar efek sehingga kredit kepemilikan rumah menjadi salah satu objek investasi pasar derivatif. “Berbeda dengan di Indonesia yang relatif masih bersifat konvensional,” cetusnya.

Dengan masih mengandalkan sistem penjualan tradisional dan harga riil, dia menilai kemungkinan akan terjadi bubble relatif sangat kecil. “Jangan tergiur pendapat bahwa dibukanya kepemilikan asing di Indonesia akan memberikan penerimaan negara berupa pajak Rp 14 triliun,” jelasnya. (wir/oki/jpnn)

Kepemilikan properti oleh asing di Indonesia dikhawatirkan menimbulkan bubble.
Kepemilikan properti oleh asing di Indonesia dikhawatirkan menimbulkan bubble.

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Rencana pemerintah yang akan membuka kesempatan bagi warga negara asing (WNA) memiliki properti di Indonesia dinilai sangat riskan. Sebab, hal itu akan mendorong terjadinya bubble (gelembung) harga properti di dalam negeri.

Direktur Eksekutif Indonesia Property Watch Ali Tranghanda mengatakan, kepemilikan asing dalam sektor properti dalam negeri tidak hanya mengakibatkan kerugian materi. Tetapi juga dapat berdampak sosial yang tidak terkendali. “Fenomena bubble cenderung terjadi di sejumlah negara yang sudah membuka luas aturan tentang kepemilikan asing,” ujarnya kemarin (6/1).

Menurut dia, properti yang dijual kepada orang asing dapat mengakibatkan harga naik berkali-kali lipat. Sebab, harga yang menjadi patokan merupakan pasar yang mempunyai daya beli tinggi. “Contohnya rumah yang sebenarnya harganya Rp 2 miliar, karena ada potensi pembeli WNA dijualnya Rp 5 miliar,” sebutnya.

Hal inilah yang diperkirakan bakal menjadi awal terjadinya bubble properti. Kondisi itu bisa diperparah lagi bila memang sebagian besar pasar merupakan investor atau spekulan. Kondisi semu itu sangat berbahaya pada saat kondisi ekonomi mendapat goncangan sehingga berdampak ke sektor properti. “Karena itu pemerintah harus hati-hati,” tandasnya.

Ali menambahkan, ketika pasar internasional terganggu dan harga sudah terlalu tinggi seperti krisis Eropa pada 2007-2008, banyak properti yang harganya jatuh drastic. Itu karena pembentukan harga yang terjadi adalah semu, bukan riil. “Itu juga menurunkan daya beli masyarakat Indonesia yang harusnya dapat menguasai properti di dalam negeri,” tuturnya.

Dia mengingatkan, kasus subprime mortgage di Amerika Serikat merupakan dampak akibat pasar derivatif. Penyebabnya, negara adidaya tersebut dinilai terlalu mengagungkan pasar efek sehingga kredit kepemilikan rumah menjadi salah satu objek investasi pasar derivatif. “Berbeda dengan di Indonesia yang relatif masih bersifat konvensional,” cetusnya.

Dengan masih mengandalkan sistem penjualan tradisional dan harga riil, dia menilai kemungkinan akan terjadi bubble relatif sangat kecil. “Jangan tergiur pendapat bahwa dibukanya kepemilikan asing di Indonesia akan memberikan penerimaan negara berupa pajak Rp 14 triliun,” jelasnya. (wir/oki/jpnn)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/