JAKARTA- Kementerian Perumahan Rakyat (Kemenpera) sedang mengkaji aturan uang muka (down payment) dan cicilan murah Kredit Pemilikan Rumah (KPR) sebesar 5 persen untuk pekerja di sektor informal atau Masyarakat Berpenghasilan rendah (MBR). Tantangan dari aturan ini adalah cara menekan harga rumah sehingga cicilan harga masih bisa dijangkau MBR.
“Dalam skim ini masyarakat bisa mengangsur dalam jumlah kecil baik per hari, per minggu hingga per bulan,” kata Sri Hartoyo, di acara Diskusi Menggagas Penyaluran KPR di Sektor Informal, di Jakarta.
Misalnya, lanjut Sri, dengan harga rumah murah di wilayah I seharga Rp 88 juta tenor 20 tahun dengan suku bunga tetap selama masa pinjaman sebesar 7,25 persen dan uang muka diusulkan sebesar 5 persen atau Rp 4,4 juta.
“Maka kreditur bisa melakukan cicilan Rp900 ribu per bulan atau Rp33 ribu per hari. Ini terjangkau,” ujar Sri.
Sementara untuk mengetahui besaran penghasilan calon kreditur, bank perlu meninjau langsung dengan merinci rekam jejak kreditur. Hal itu perlu dilakukan untuk mengantisipasi adanya kredit macet.
“Nanti, bank menilai pendapatan rata-rata setahun pekerja informal berapa, layak atau tidak untuk bisa ambil KPR. Ini pembiayaan jangka panjang untuk masyarakat berpenghasilan rendah di sektor informal. Potensinya sangat besar, karena masih banyak MBR belum memiliki rumah sendiri,” tambah Sri.
Di sisi lain, Sri melanjutkan, perbankan diharapkan lebih aktif menyalurkan Kredit Perumahan Rakyat (KPR) kepada pekerja sektor informal atau masyarakat yang berpenghasilan rendah karena mereka masih sulit mendapatkan rumah. Penyalurannya bisa melalui Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP). Saat ini, program tersebut memiliki porsi pembiayaan sebanyak 70 persen dari pemerintah dan 30 persen dari bank. “Mungkin bisa saja porsi pemerintah diperbesar,” sebut Sri.
Seperti diberitakan sebelumnya, Direktur Konsumer Bank Tabungan Negara (BTN) Mansyur Syamsuri Nasution mengatakan, sektor informal rentan terhadap pembiayaan. Akan tetapi, BTN berkomitmen untuk fokus pada sektor KPR.
“BTN mata pencahariannya KPR. FLPP pun tidak dibatasi hanya untuk fix income, non fix income pun bisa. Sebab, bagi bank pada dasarnya sektor informal dan formal sama. Kalau informal proxynya banyak,” kata dia. Meskipun mendukung pembentukan fasilitas KPR untuk sektor informal, namun pihaknya belum bisa menjamin dapat mencapai target dalam satu tahun pelaksanaan saja. (net/jpnn)