Partai Demokrat juga mengusung optimisme serupa. Cuma untuk komposisi bacaleg mereka, sejauh ini belum bisa dipublikasi sampai menunggu penyerahan hasil perbaikan berkas ke KPU. Namun diprediksi, nama-nama lama dan wajah baru turut meramaikan kontestasi dari dapil tersebut. Demokrat bahkan siap menambah kursi lagi dan minimal dengan capaian serupa seperti periode 2014-2019.
Sementara PKS mengganti calon petahananya, dari Satrya Yudha Wibowo ke Harianto dan sebelas nama bacaleg lainnya, mengingat terdapat 12 kursi yang diperjuangkan dari Dapil Sumut III. “Beliau (Harianto) itu Ketua PKS Deliserdang. Memang ada 12 orang kita tempatkan di dapil itu sesuai alokasi yang ada,” ujar Sekretaris PKS Sumut, Abdul Rahim Siregar.  Pihaknya optimis setidaknya mampu menambah satu kursi lagi dari dapil tersebut. Oleh karenanya itu sejumlah kader yang diplot merupakan bacaleg yang punya jaringan internal dan eksternal mumpuni.
Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Sumatera Utara juga menargetkan penambahan kursi dari dapil yang sama. Hal tersebut disampaikan Ketua DPW PPP Sumut Yulizar Parlagutan Lubis. Menurutnya masyarakat akan dapat melihat sosok bacaleg dan partai Islam yang diusung. “Kita partai yang diisi dari berbagai latarbelakang organisasi masyarakat Islam. Jadi ketokohan yang ada di masing-masing menjadi andalan PPP untuk meraih suara maksimal dan menambah kursi kita dari Deli Serdang,” kata pria yang akrab disapa Puli ini.
Faktor figuritas kata Puli, menjadi penting bagi mereka. Karena itu, untuk pertarungan di dapil Sumut III, sosok pengurus partai, tokoh ormas pemuda serta tokoh pendidikan ikut meramaikan perebutan kursi di DPRD Sumut dari Deli Serdang.
Menurut Pengamat Politik dan Pemerintahan UMSU Rio Affandi Siregar, pada pileg kali ini, peluang nama-nama lama diprediksi akan timbul kembali. Artinya, incumbent punya potensi lebih baik untuk bisa duduk. Meskipun nama dimaksud kemudian menjadi bacaleg dari partai berbeda. “Strategi pendekata ke masyarakat belum berubah. Jadi mereka yang duduk itu tentu punya pengalaman dalam memenangkan suara. Jadi, walaupun ada partai baru tetapi banyak juga yang wajah lama,” katanya.
Sedangkan untuk wajah baru itu sendiri, Rio menilai bahwa modal yang harus dimiliki seseorang selalu finansial adalah figuritas. Dirinyapun mencontohkan sepeti sosok bacaleg muda yang punya nama besar dari orang tuanya atau punya basis massa yang kuat.
Pengamat politik asal USU, Bimby Hidayat menjelaskan, secara umum alur dalam memahami konteks perebutan kursi DPRD ini harus melalui dua determinan, yakni analisis internal dan eksternal partai. “Alur internal dengan meninjau kembali posisi basis kekuatan maupun dukungan partai itu sendiri. Sedangkan alur eksternal ditekankan pada domain konstelasi politik masyarakat Sumut,” katanya.
Dengan mengambil logika memenangkan kontestasi, kata dia, Pileg memang membutuhkan figur-figur populis dan tidak bisa dipungkiri karena mengalami defisit ketersediaan kader, partai cenderung inklusif dalam mencalonkan jagoannya untuk merebut kursi yang penting memiliki popularitas dan elektabilitas tinggi walau bukan kader sendiri.
“Hal lain juga perlu dipahami, merebut kursi bukanlah hal mudah ketika partai kehabisan kader, ditambah persaingan partai lain dan imbas karakter sistem pemilu yang kian liberal sehingga nama beken (popular) dan ketokohan sejumlah nama akan menjadi modal meraup suara,” terang Bimby. (prn/bal)