JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Komisi Pemilihan Umum (KPU) dimungkinkan tetap dapat melaksanakan pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak di 204 daerah tahun 2015 mendatang, meski akhirnya DPR menolak Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014, tentang pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota. Alasannya, karena masih terdapat sebuah peraturan tentang Pilkada yang hingga saat ini belum dicabut.
“Kalau kekosongan hukum itu artinya dikatakan tak ada hukum sama sekali, tak ada aturan yang mengatur. Tapi kita harus hati-hati, ada Peraturan Pemerintah Nomor 6 tahun 2005, tentang pengesahan pemilihan pengangkatan kepala daerah itu lho,” ujar Staf Ahli Bidang Hukum dan Politik Menteri Dalam Negeri, Zudan Arif Fakrulloh, Jumat (5/12).
Menurut Zudan, PP tersebut merupakan tindak lanjut dari Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004, tentang Pemerintah Daerah.
“Prinsipnya begini, peraturan kan bisa dicabut kalau tidak berlaku. Ketika dia belum dicabut dan tak ada lagi peraturan di atasnya, berarti kan ini paling tinggi. Satu-satunya peraturan yang tersisa tentang pemilihan kepala daerah (dari UU 32 tahun 2004) ketika perppu dicabut adalah PP itu. Apabila KPU berani menggunakan itu, Pilkada langsung ada dasar hukumnya, PP nya ada,” katanya.
Bedanya, jika menggunakan PP maka pemilihan masih dilakukan satu paket. Bukan seperti yang dikehendaki di Perppu Nomor 1 Tahun 2014, di mana kepala daerah dipilih sendiri, kemudian kada terpilih mengusulkan calon wakil kepala daerah kepada Presiden.
“Memang ada perbedaan paradigma antara Perppu dan PP. Tapi meski begitu, PP ini bisa berlaku jika tak ada undang-undang di atasnya,” kata Zudan.
Selain itu, Zudan juga mengatakan Presiden Joko Widodo dapat menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) yang baru, jika DPR menolak keberadaan Perppu Nomor 1 Tahun 2014.
“Prinsipnya perppu adalah hak subjektif presiden yang bisa dikeluarkan sewaktu-waktu, ketika ada kegentingan yang sifatnya memaksa. Nanti kalau Presiden memertimbangkan dengan tidak diterimanya perppu maka akan ada kegentingan yang memaksa, misalnya terjadi kekosongan aturan, boleh mengeluarkan perppu. Hak subjektif presiden hadir untuk menjaga supaya negara tetap berlangsung,” ujarnya.
Selain menerbitkan peraturan yang baru, ketika DPR pada akhirnya menolak Perppu, maka kata Zudan, presiden juga yang menyusun rancangan dan mengusulkan undang-undang tentang pencabutan Perppu Nomor 1 Tahun 2014.
“Kita belum tahu apakah untuk menyiapkan undang-undangnya, presiden akan meminta Kemdagri. Karena bisa juga disusun oleh Menteri Hukum dan HAM,” katanya.
Meski begitu Zudan berharap DPR dapat menerima Perppu Nomor 1 Tahun 2014, sehingga pelaksanaan pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak di 204 daerah tahun 2015 mendatang, dapat terlaksana.
“Kalau sekarang belum ada apa-apa (baik permintaan penyiapan perppu yang baru maupun penyusunan undang-undang tentang pencabutan Perppu Nomor 1 tahun 2014,red). Kita berharap Perppu yang ada diterima. Kalau diterima kan enggak perlu ada undang-undang apapun,” katanya.(gir/bd)